Senin, 19 Maret 2018

Antara Cadar dan Celdam Pink Berenda



Swemprul, akhir-akhir ini banyak pidio--pidio soal pengharaman musik bersliweran di berandaku. Ada pidio alat musik dihancurkan, ada juga yang dibakar. Emane rekaku tuku gitar bolong ae direwangi merantau luar pulau disik hare. Itu saja merk-nya nggak jelas. Pokoknya kayu yang dipasangi senar, beres.
Herman aku, kok sik usum yo wong koyok ngono iku.
Bagaimana orang-orang itu mengharamkan musik, padahal kalau ngaji selalu dilagukan. Panjang pendeknya ayat diatur sedemikian rupa agar terdengar indah. Itu musik.  Lomba MTQ itu lomba melagukan Al Qur'an, mencari siapa yang lebih indah dalam melagukan ayat Allah. Adzan pun juga begitu, nggak indah kalau nggak dilagukan. Iku adzan apo nge-rap?
Unsur musik ada tiga : nada, irama dan tempo. Sadar atau tidak, kita bermusik tiap hari. Ngomong pakai logat daerah itu musik. Logat Batak dengan Madura nadanya beda banget. Bahkan ngomong nggak pakai logat pun itu juga musik. Karena ngomong itu pasti pakai tempo dan irama. Kapan berhenti dan kapan dilanjut. Kalau nyerocos nggak pakai tempo, bisa mampus kehabisan nafas.
Bukan musiknya  yang haram, tapi bagaimana dan untuk apa musik itu dipakai. Kalau musikan sambil mabuk-mabukan yo jelas haram. Pasti haram kalau bermain musik sambil telanjang di panggung, cuman pakai sempak, sabuk, dan dasi.
Semua bisa haram kalau digunakan untuk kemaksyiatan atau jika digunakan bisa merusak diri sendiri dan orang lain. Rokok itu halal. Rokok jadi haram kalau merokoknya nggak pakai perhitungan. Ngrokok ganok mandeke koyok sepur, akhire paru-parune ambrol, lambene gosong koyok silite pitik, untune kuning, ababe buadekkk, fuck off!
Jangan dipikir kalau halal pasti halal. Nasi, daging kambing, garam, mie instan, micin, telur ayam, dan banyak lagi, itu semua halal, tapi kalau overdosis atau makan tanpa perhitungan ya jadi haram. Kebanyakan nasi bisa diabetes, banyak makan daging kambing bisa kena jantung, kebanyakan micin jadi ndlahom total, dan seterusnya. Semua bisa membunuhmu, nggak cuman rokok.
Ada juga pidio soal bid'ah. Aku pikir soal ini sudah clear dari dulu. Bid'ah cuman di wilayah Rukun Islam yang 5 itu. Perintah yang lima itu jangan diutek-utek. Shalat jangan dimodifikasi (ditambah atau dikurangi), jangan nggaya puasa 3 hari 3 malam nggak makan, jangan berhaji di gunung Kawi, dan seterusnya. Di luar Rukun Islam nggak ada bid'ah. Yang ada adalah perbuatan baik dan buruk. Baik lakukan, buruk tinggalkan. Simpel banget.
Soal cadar, jujur aku rodok wedi mbahas iki. Bagiku cadar itu bukan agama, tapi sekte atau madzhab. Agamaku Islam tapi tidak bersekte ortodok. Kalau istriku pakai cadar, bisa-bisa aku tendang. Tapi tetap saja aku bisa menghargai orang yang bercadar, pada mereka komenku cuma 2 kata : "Top Ndes!"
Islam itu agama yang dimudahkan. Agama yang berada di tengah-tengah, atau yang  tengah-tengah saja, nggak berlebihan (bahasa ustadznya : Ummatan Wasathan). Nggak terlalu ortodok juga nggak terlalu bebas.  Dan membaca ayat atau hadits harusnya nggak tekstual. Ada apa dibalik kata. Harus dipahami kondisi alam dan karakter manusia dimana ayat itu turun. Bla bla bla bla bla bla percuma dijelasno, paling awakmu yo gak paham.
Islam itu nggak cuman urusan vertikal dengan Allah, tapi juga urusan horisontal dengan manusia. Nggak balance kalau hubungan dengan Allah bagus, tapi hubungan dengan manusia kacau. Bagaimana bisa enak berinteraksi kalau pakai cadar. Jika ada razia lalu lintas, bagaimana polisinya bisa yakin kalau orang yang bercadar itu sesuai dengan foto yang ada di SIM. Dan banyak kasus yang lain.
Untungnya yang melarang cadar itu kampus Islam yang penuh dengan Dosen, Guru Besar atau Profesor yang tahu dan paham soal Islam. Kalau yang melarang kampus umum atau non Islam, bakalan dituduh Islamophobia, Anti-Islam, atau yang paling parah kampusnya dibakar.
Jadi kalau ilmu agamamu masih setetes kencing kuda (dibandingkan para Guru Besar tadi), nggak usahlah ngurusi pelarangan itu. Raimu iku akeh gak pahame. Juga buat yang non muslim, nggak perlulah ikut-ikutan mbahas. Itu urusan intern muslim Ndes. Walau cadar bukan hanya busana muslim, agama lain juga ada, tapi dalam konteks di Indonesia soal cadar itu 99% muslim. Datanya mana? Fuck you eh, fuck me.
Ada juga kemarin yang posting seorang pria ditolak saat akan menolong wanita bercadar karena jilbab yang super lebar itu nyangkut di jeruji sepeda motor. Alasannya bukan muhrimnya. Oalaa swempruulll. Hukum agama itu berlaku kondisional, disesuaikan dengan kondisi. Kalau hanya ada pria yang sanggup menolong, yo no problem Ndes. 
Kasus di atas kayak ibu hamil yang menolak ditolong dokter pria saat melahirkan. Dipikir dokternya akan ngaceng lihat jembut si ibu tadi. Malah dokternya yang tekanan batin, keseringan melihat begituan. Kesenangan apa pun yang sudah jadi rutinitas itu sangat membosankan, bahkan bisa bikin stres.
Itulah, ilmuwan Islam nggak bisa berjaya karena selalu diganggu kaum kolot. Ibnu Sina atau orang Barat menyebutnya Avicenna (ahli kedokteran) dulu dikafir-kafirkan hanya karena menyelidiki tubuh atau organ wanita. Alasannya bukan muhrinya. Guoblokkkkkk. Lha gimana bisa tahu anatomi wanita, kalau dilarang menelitinya.
Zaman sekarang pun banyak dokter wanita muslim berjilbab yang mengotopsi mayat pria. Tes kesehatan masuk tentara pun diharuskan telanjang, dan ndilalah ada yang pakai celdam pink berenda milik pacar. Mungkin sedang kangen pacarnya. Tengsin boooo!

-Robbi Gandamana-

Kamis, 15 Maret 2018

Rock Masuk Desa (Europe Live in Boyolali)


Seandainya sekarang ada survei tentang seberapa banyak orang yang tahu tentang band Europe, saya yakin pasti anak zaman sekarang sedikit yang kenal band itu. Tapi kalau ada survei seberapa banyak orang yang tahu  lagu "Final Countdown", pasti banyak yang tahu. Itulah Europe, lagunya lebih ngetop daripada band yang memainkan lagu itu.
Ngomong soal band Europe, ada satu lagu yang paling favorit bagi saya. Lagu itu judulnya "Homeland",  ada di album "Prisoners In Paradise"(1991). "Homeland", satu-satunya lagu yang ngeblues dari Europe, band rock lawas asal Swedia itu. Bagiku, lagu ini nggak kalah keren dengan hits Europe yang lain. Tapi aku herman, kenapa lagu ini tidak pernah dimasukan ke album The Best atau Kompilasi.
Cabikan blues Kee Marcello di lagu "Homeland" memang mbois jaya----mengingatkanku pada permainan gitar Stevie Ray Vaughan---yang membuat lagu ini jadi 'bernyawa'. Apalagi dibumbui dengan sound keyboard rasa hammond organ, khas musik rock '70an.
Bagiku permainan (solo) gitar Kee Marcello lebih joss dibandingkan Jhon Norum. Jhon Norum adalah co-founder Europe yang hengkang justru saat Europe sukses besar dengan album Final Countdown (1986) karena beda agama eh, prinsip dalam bermusik. Menurut versi hoax-nya sih bau keringat Jhon Norum buadek pol, sehingga merusak konsentrasi para personel lainnya.
Kee Marcello sukses menggantikan Jhon Norum tanpa harus susah payah menepis bayang-bayang kemasyuran Jhon Norum. Jhon Norum sendiri lebih dulu jadi master gitar dan punya nama besar di blantika musik rock dunia, dibandingkan Kee Marcello yang sebelumnya adalah gitaris band glam rock Easy Action yang pamornya kalah jauh dibandingkan Europe.
Solo gitar Kee Marcello di album "Out Of This World" (1988) memang 'kickass'. Lagu "More Than Meets The Eye"  di album tersebut adalah salah satu lagu rock dengan solo gitar terkeren (imho).
Di tangan Kee Marcello, lagu-lagu cengeng Europe jadi lebih merasuk ke jiwa (ayee). Simak saja lagu "Coast To Coast""Open Your Heart", dan tentu saja "Superstitious". Lagu "Tomorrow" nggak termasuk, karena lagu super mewek ini nggak pakai solo gitar, mungkin saat akan ngisi solo-nya di studio rekaman, Kee Marcello lagi di toilet, murus.
Sayangnya Kee Marcello menunjukan kesaktiannya di Europe, hanya di 2 biji album saja (nek album iku termasuk biji, buah, opo kuning  yo rek), yaitu album "Out Of This World" dan "Prisoners In Paradise".
Setelah album "Prisoners In Paradise", Europe menyatakan bubar jalan. Tapi Kee Marcello telah sukses menancapkan namanya dalam-dalam  ke sanubari fans sejati Europe. Sampai kapan pun, nama besar Kee Marcello di Europe tetap abadi, tak tergantikan.
Setelah kenyang mereguk kesuksesan album "Prisoners In Paradise"(1991), Europe memutuskan untuk leyeh-leyeh total dari kegiatan musik. Tapi ndilalah malah kebablasan jadi bubar. Sempat menggelar pertunjukan reuni dengan menampilkan formasi lengkap dari awal karier band ini di Stockholm, Swedia, tahun 1999. Jhon Norum dan Kee Marcello pun berada dalam satu panggung, sungkem.
Europe kembali bersatu di tahun 2003. Tahun 2004 merilis album "Start From The Dark" dengan formasi klasik : Joey Tempest (vokal), Jhon Norum (gitar),  John Levn (bass), Mic Michaeli (keyboard), dan Ian Haugland (drum). Kee Marcelo memutuskan untuk tidak bergabung, mungkin sungkan sama Jhon Norum. Di album ini warna musik Europe sudah berubah, lebih heavy dari album sebelumnya. Miskin lagu mewek khas Europe era klasik.
Berturut-turut setelah album "Start From The Dark", Europe merilis "Secret Society" (2006), "Last Look at Eden" (2009), "Bag of Bones" (2012), "War of Kings"(2015) dan "Walk The Earth" (2017).  Tapi nggak ada yang lebih hebat atau minimal menyamaikan kesuksesan album-album awal. Musike rodok ya'opo yo. "Ngomong ae rodok remuk Ndes, mencla-mencle ae kon iku."
Jadi sebenarnya tonggak kesuksesan Europe adalah album "Prisoners In Paradise". Setelah album itu grafik ketenaran Europe menurun terus, tapi bukan berarti Europe sekarat.
Kee Marcello punya insting yang bagus, dia menolak diajak bergabung setelah reuni dulu. Europe yang sekarang beda jauh dengan saat dia masih di band. Europe yang sekarang ini bagiku cuman mengais kejayaan masa lalu.
Tongkrongan personel Europe sampai saat ini tidak ada perubahan yang berarti. Rocker menolak tua---Tahu khan, rocker bisa awet muda karena tidak mau terikat pada kekakuan-kekakuan---Hanya Ian Haugland (drumer) yang sekarang jadi plontos, nggak gondrong lagi. Mungkin karena salah shampo.
Kabarnya Europe akan konser di Boyolali. Kalau nggak salah pada tanggal 12 Mei 2018. Dalam pagelaran Volcano Rock Fest. Tepatnya di Stadion Pandanarang. Bagi Europe, konser ini adalah peringatan 30 tahun album Final Countdown yang dirilis pada 26 Mei 1986. Wow, 30 tahun Ndes. Padahal tahun 1986 aku masih SMP kelas 1.
Dadi konangan nek wis tuwek rek. Ojok ngomong sopo-sopo yo.
Bagiku, konser Europe adalah salah satu suprise di tahun 2018 . "What!? Europe konser di Boyolali!? Enelan?"
Bagaimana nggak suprise, Boyolali yang dikenal sebagai sentra payudara eh susu sapi ini sebelumnya belum pernah diselenggarakan pertunjukan rock level internasional, paling banter konser dangdut koplo atau campursari. Kalau ingin nonton konser rock larinya ke Solo, Jogja atau Semarang. Jarang ada konser rock di Ngemplak, Nogosari atau Simo. Edan ya'e.
Europe dikenal di sini berkat kesuksesan album "Final Countdown" (1986). Semua lagu di album ini layak jadi hits, tapi orang awam musik rock tahunya cuma "Final Countdown",  paling banter "Carrie" atau "Rock The Night". Jarang yang kenal "Time Has Come""Cherokee""Love Chaser" atau "Heart Of Stone".
Lagu "Final Countdown" memang legend. Swejuk di kuping dengan riff keyboard yang megah nan klasik. Nggak cuman rocker yang suka lagu ini, anak TK pun suka.
Kalau ada istilah Internet Masuk Desa, mungkin konser Europe ini adalah Rock Masuk Desa. Boyolali memang bukan desa, tapi di sana masih menerapkan kearifan khas desa. Masih ada gotong royong, guyub,  rasa sosial yang tinggi, ramah, dan banyak lagi. Desa bukan berarti ndesoolrait Ndes?
Musik boleh keras tapi hati tetap dangdut eh, lembut. Sugeng rawuh Europe.
-Robbi Gandamana, 15 Maret 2018 -
(dari berbagai sumber dan interprestasi pribadi)



Rabu, 07 Maret 2018

Kafir Budiman




"Aku tidak bisa menuduh orang lain itu kafir atau muslim. Bahkan Aku menyebut diriku muslim saja tidak berani, karena itu hak prerogatif Allah untuk menilai aku ini muslim atau bukan, " kata Cak Nun suatu kali.
Statement di atas adalah bentuk kesadaran manusia yang biso rumongso, kesadaran untuk rendah hati di hadapan manusia dan Allah. Kesadaran dari seseorang yang merasa ibadahnya masih belum apa-apa dibandingkan Nabi, sehingga sungkan menyebut dirinya muslim di hadapan Allah.
Tentu saja itu bukan bentuk rasa minder menjadi muslim. Pahami konteks dan nuansanya.
Di negeri ini nggak cuman krisis kesempitan dan kedangkalan berpikir, tapi juga krisis rendah hati. Banyak orang yang hapal Al Qur'an dan ngajinya fasih (wong Arab kalah fasih) tapi malah menjadikannya tinggi hati, merasa paling alim, paling benar, yang lain masuk neraka. Surgone dipek dewe.
Kemarin ada Ulama yang menganggap statement Cak Nun di atas bertentangan dengan doa yang diajarkan Nabi (doa iftitah : " Wa ana minal muslimin (aku dari golongan orang muslim.."). Yo wis jarno ae, kita hormati pendapatnya. Aku gak seneng ngedu Cak Nun dengan ulama lain. Semua punya peran dan kontribusi dalam memajukan Islam.
Yang kutahu doa itu harapan, kalimat di doa iftitah itu lebih pada berharap (dijadikan golongan orang muslim). Soal kita termasuk (lulus jadi) orang muslim atau tidak, hanya Allah yang tahu pasti. Manusia hanya bisa berharap dan mengira-ngira.
Banyak orang (di luar jamaah Maiyah (istilah untuk jamaahnya Cak Nun)) yang memahami omongan Cak Nun dengan apa adanya. Tidak dipahami konteksnya dan nuansanya, juga tidak jernih sampai ke akarnya. Cak Nun berdakwah pun diejek mirip agama sebelah, karena diselingi musik di jedah dakwahnya. Musik itu cuman kendaraan, nggak ada agamanya. Nggak masalah kalau dijadikan kendaraan menuju Allah.
Beliau meneladani cara dakwah Sunan Kalijaga yang berdakwah dengan pendekatan kultural. Cara dakwah yang nyaris tanpa simbol Islam, tanpa teriakan "Allahu Akbar!", tapi secara subtansi sangat Islam, sangat rahmatan lil alamin, tanpa perlu merendahkan orang lain untuk meninggikan diri. Sunan Kalijaga adalah contoh ulama yang paling sukses berdakwah dengan cara yang sangat Jawa, sama sekali tanpa kostum Arab.
Buat apa sih bergamis tapi hobinya bikin status di medsos yang berpotensi polemik, menonjol-nonjolkan diri, terlihat benar dengan cara menyalahkan orang. Terkenal dengan cara yang nggilani. Apalagi dia bergelar Ulama. Itu bukan teladan Nabi, tapi teladan Wak Di.
Jangan bercita-cita terkenal, tapi bercita-citalah jadi orang yang bermanfaat bagi orang banyak, dengan begitu otomatis akan terkenal dan terpaksa kaya. Itu yang dilakukan Cak Nun. Dengan stamina yang luar biasa di usia senja hampir tiap hari mengisi berbagai acara dimana-mana. Tidak pernah berhenti membesarkan hati rakyat.
Kuperlah orang yang mengatakan Cak Nun sebagai Ustadz yang nggak laku, omdo, tanpa bergerak. Yang ngomong begitu biasanya mereka-mereka yang menganggap Ustadz yang top itu yang sering tampil di layar tipi nasional. Cak Nun sendiri menolak tampil di tipi nasional, karena di sana penuh kepalsuan.
Cak Nun tidak memakai kostum Islam (gamis dan sejenisnya) itu dalam rangka menyembunyikan ke-Ulama-annya, juga karena lebih menghargai dan mencintai budaya sendiri. Orang Jawa kok berbusana Arab. Gamis itu bukan baju karangan Nabi, Nabi berbusana begitu karena menghargai budaya Arab.
Menurutku maksud yang tersirat dari statement Cak Nun di atas adalah nggak usah ngurusi kafirnya orang lain, urusi kafirmu sendiri. Sibuklah memperbaiki kesalahan diri, nggak usah membesar-besarkan kesalahan orang lain sampai lupa kebaikannya. Juga jangan menertawakan kebodohan orang lain, pandai-pandailah menertawakan kebodohan sendiri.
Intine sesama ndlahom gak usah kakean taek. Ngafir-ngafirno uwong liyo, opo Islammu wis bener Ndes?
Istilah 'kafir' di Arab sana awalnya adalah istilah untuk pertanian yang artinya menutupi benih dengan tanah. Islam mengadopsi istilah itu bagi orang yang menutupi (menolak) kebenaran (Islam). Jadi orang yang menutupi kebenaran Islam adalah kafir. Tapi itu untuk pemahaman intern orang Islam yang bertujuan untuk meneguhkan iman. Bukan untuk dijadikan hujatan pada non muslim.
Kafir banyak jenisnya. Aku sendiri nggak paham dan nggak mau menambah file di kepalaku soal penggolongan orang kafir. Mau kafir miskin, kafir budiman, sakarepmu kono, aku gak ngurus. Pokoke gak nyenggol aku ae. Saiki sing penting sebisa-bisa mungkin meniru akhlaknya Nabi. Nek luput yo gak nemen-nemen. Tuhan tidak menagih di luar batas kemampuan hambanya. Sak kuat-kuatmu.
Kata 'kafir' juga diadopsi dalam bahasa Inggris : "cover", artinya menutupi. Jadi kalau Cover Bed artinya menutupi kasur. lha kalau Cover Boy iku menutupi opo rek?
Embuh wis, cukup sakmene ae.

-Robbi Gandamana-