Kamis, 29 September 2016

Tak Ada Maksud Merekayasa Kesan

Ini sudah aku tulis di Kompasiana tapi perlu tak tulis maneh buat mereka yg mengira aku ini pinter..
Sejak aku sering nulis di medsos, bergaya counterculture, banyak orang mengira aku berotak encer (saking encernya sampai keluar lewat telinga--> kopok). Padahal soal begituan gampang dipelajari, pokok gelem mikir titik ae.
Itulah yang aku takutkan : dianggap pinter. Padahal disebut bodoh saja aku belum memenuhi syarat.
Awakmu lak ngerti, dunyo tambah suwe tambah benjut. Banyak orang reseh soal perbedaan. Beda berarti musuh. Menyombongkan diri sebagai yang paling unggul, paling benar, paling berkuasa, paling berjasa, sok yes.
Padahal Tuhan sengaja ngasih sudut pandang yang berbeda pada tiap manusia. Pada hakikatnya orang yang menganut agama yang bermacam-macam itu, bukan karena kehendaknya sendiri, tapi ada campur tangan Tuhan.
Makanya aku herman kalau ada orang yang menganggap orang lain itu najis, kotor, rendah, mbladus gak tau adus koyok wedus. Kalau pada dirinya merasa paling suci. Ndasmu..
Hidup adalah karunia. Jangankan dilahirkan jadi idiot, dilahirkan sebagai anjing pun itu sudah bagus. Semua punya peran dalam kehidupan. Jadi, aku tak mau merendahkan orang lain.
Untung aku dilahirno dadi wong Islam (tengkyu Tuhan). Bagaimana jadinya jika aku dilahirkan sebagai Nasrani, Cino, kaum minoritas yang sering dituding-tuding, dibatasi, diteriaki kafir oleh para pengapling surga. Opo gak pecah ndase ngono iku.
Padahal manusia tak bisa menolak jika terlahir sebagai kulit hitam, kulit kuning, bule, bermata sipit, Yahudi, idiot, SLB, ndlahom. Takdir itu pasti, bersyukur itu pilihan.
Karena Tuhan yang menganugerahkan kehidupan pada manusia, maka sebenarnya lucu kalau beribadah mengharapkan imbalan. Ibadah itu dalam rangka bersyukur, jika dapat imbalan, itu kuanggap bonus. Tuhan jelas-jelas berjasa pada manusia, kok tidak diakui.
Malah sekarang lagi trend sedekah 'ajaib'. Sedekah yang ngincer kembalian berlipatttt. Janji Tuhan dijanjikan oleh ustadzzzz. Sedekah Avanza berharap dapat Alphardddd. Oala Mat Mat.
Tapi jarno wis, sing penting gak maling, case close! Aku nggak akan nulis soal itu lagi walaupun akan jadi tulisan yang kickass!, di-share banyak orang (suombong raimu!).
Kau tahu, aku cuman begundal yang sedang bergaya. Awakmu ae sing ngawur menganggap aku adalah orang yang paham. Kalau aku nulis agama, dipikirnya aku paham agama.
Itu cuman entertainment Mblo! Tujuanku nulis adalah menghibur orang, syukur-syukur kalau menginspirasi (mungkin maqamku adalah penghibur). Kalau tulisanku disukai itu bukan berarti tulisanku bagus, tapi pas lagi untung ae.
Akeh wong sing cerdas tapi tulisannya nggak dilirik orang. Soale gaya tulisane serius banget, koyok surat gaden. Opo maneh tulisane dowo biangettt..sing moco sampek nangis, kesel mocone.
Dipikirnya kalau orang nulis soal agama itu pasti ustadzzz, nulis soal politik itu ahli politik, nulis puisi itu pasti pujangga. Uasuwok..
Orang yang menulis di medsos kebanyakan adalah orang yang 'merasa bisa'. Kalau orang yang bisa beneran, nggak akan nulis di sana. Orang berilmu tinggi malah sungkan nulis begituan. Kebanyakan malah nggak punya akun medsos.
Orang yang berilmu tinggi menggunakan medsos sebatas untuk kepentingan sosial. Bahkan banyak dari mereka yang menyesal punya akun medsos. Karena medsos berpotensi jadi media pamer, apa pun bisa dipamerkan. Dan juga bisa jadi ajang merekayasa kesan.
Banyak orang yang menulis di medsos menggunakan 'bahasa profesor' sebenarnya ingin terkesan cerdas dan intelek. Menggunakan banyak istilah asing yang sulit dipahami oleh gemblunger sepertiku.
***
Itulah ketakutanku dari dulu, dengan menulis aku jadi terkesan seolah-olah orang baik, bijak dan cerdas. Padahal aku bajingan asu yang belum bisa membedakan benar dan betul, karena kebenaran bukan kebetulan.
Aku hanya menulis yang aku tahu dari ilmuku yang sangat dangkal. Tak ada maksud merekayasa kesan....
Wis ngono ae...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar