Jujur aku 'ngeri' kalau ada khatib jum'at ceramah dengan berapi-api menuding-nuding agama lain dan atau suatu tradisi nenek moyang yang dianggapnya musyrik. Yang suaranya terdengar jelas sampai jauh keluar dari areal masjid.
Padahal di lingkungan sekitar masjid tidak semuanya muslim. Buanyaak orang nasrani, Islam Jowo, Islam rileks, Islam angin-anginan, Islam insidental (shalat cuman pas ono gerhana matahari) dan keyakinan yang lain.
Menurutku kok nggak etis kalau kita bicara blak-blakan tentang keburukan atau kekeliruan keyakinan orang lain (menurut agama kita) tapi umat yang kita bicarakan mendengarnya dengan jelas. *__*
Untungnya di negeri ini mayoritas muslim. Kalau minoritas, the khatib tadi pasti sudah digeruduk sama umat lain yang merasa tersinggung, tersindir oleh kata-kata yang menohok.
Coba saja bayangken kalau umat agama lain yang bicara tentang keburukan dan kesalahan keyakinan kita dengan pengeras suara. Dan kita mendengarnya dengan jelas, apa kita nggak gondok? Dijamin pasti ngelu ndasmu. Jiancokk!!
Makanya dari dulu aku lebih suka kalau ceramah di masjid saat jum'atan, kotbahnya tidak terdengar sampai jauh di luar areal masjid (lingkungan sekitar). Cukup adzan dan iqamah yang suaranya terdengar kemana-mana. Njagani nek ono ustadz 'kaku' koyok ngono iku maeng. Ilmune duwur malah gak iso guyon, kudu ngamuk ae. Soale kepingene wong liyo kudu podo karo keyakinane.
Memang kita diharuskan berani berkata benar walau itu pahit. Tapi ya tetep dengan cara yang elok, maknyus, selowww, tepo seliro. Gak medeni bocah koyok ngono iku maeng.
Bukannya takut bicara kebenaran tapi takut menyakiti perasaan. Apalagi soal keyakinan, rawan sekali, agama tidak bisa disebarkan pada orang yang sudah beragama. Manusia tidak bisa memberikan hidayah. Tugas manusia cuma mengingatkan, setelah itu bukan urusan kita, urusane dewe karo keluargane...gak ngurus.
Lha wong Nabi Muhammad saja tidak bisa meng-Islam-kan pamannya sendiri dan malah ditegur Allah, “Woii Mad, sak temene koen iku gak iso ngeke'i hidayah nang wong sing kok cintai."
Nabi Nuh juga tidak sanggup mengajak anaknya untuk ikut ke dalam ajaranNya. Istri nabi Luth juga benjut jaya, durhaka dan pro LGBT.
Sekaliber nabi saja nggk mampu membelokan keyakinan seseorang, kok raimu malah nggaya mekso wong podo karo agamamu.Hidayah agar seseorang bisa melakukan ketaatan adalah kuasa Allah. Sedangkan kita sebagai manusia hanya bisa memberikan penjelasan pada kebenaran.
Jadi nggak usah nuding-nuding, teriak-teriak kafir apalagi main pentungan. Yang sudah 'menemukan' kebenaran nggak usah sok-sokan, hormati mereka dalam proses menemukan. Mikir positif ae yo..babah wis.
Bagiku ayat “Agama yang diterima di sisi Allah hanyalah Islam” adalah ayat godaan. Tentu saja aku nggak nolak ayat itu. Aku yakin 1000 % dengan ayat itu. Cuma lihat saja berapa banyak orang yang jadi sombong, merendahkan dan menuding-nuding umat agama lain karena salah menyikapi ayat tadi.
Pasti semua agama meyakini bahwa agamanya paling benar dan diterima di sisi Tuhan. Konyol kalau tidak meyakini itu. Gendeng ta..
Ah, embuh wis...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar