Salah satu kehebatan (bisa juga disebut kelemahan) manusia Jawa adalah menjaga ucapan. Artinya mereka tidak bisa benar-benar jujur, terbuka, blak-blakan membicarakan kelemahan, keburukan atau kekurangan orang lain walaupun itu bisa sangat mengganggu hubungan di lingkungan sosial.
Pernah aku kost sekamar dengan seorang penderita bau keringat akut luar biasa. Bau keringatnya bisa tercium dalam radius 100 meter. Apalagi dia orang lapangan yang tiap hari kepanasan, mobilitas tinggi, banyak mengeluarkan keringat. Kalau pulang kerja baunya nggak ketulungan. Jadilah dia kayak terasi berjalan.
Punya teman sekamar yang bermasalah dengan bau keringat memang bikin mati gaya. Selama berbulan-bulan lamanya bisaku hanya tahan nafas. Baru bisa ngomong terang-terangan ke doi saat sudah akrab banget : "Aku seneng koncoan karo awakmu Ndes, cuman sayange keringetmu mambu." Dan besoknya dia beli parfum. Walau itu pun nggak terlalu ngefek.
Sebenarnya kasihan sama penderita seperti itu. Kalau diomongkan gimana kalau nggak diomongkan juga gimana. Bingung, ya'opo enake. Kita nggak bisa terang-terangan ngasih tahu ke orangnya. Nggak mungkin kita pasang poster di kantor :
"Berikut ini yang keringatnya sangat bau : Maisaroh, Cempluk, Gendon, Sueb, Atim....Diharapkan dengan sangat untuk memakai wangi-wangian sebelum masuk kantor. Agar tercipta suasana harmonis dan konduksif di kantor."
Pernah aku di warung saat maksi bersebelahan dengan anak produksi yang kerjanya memang okol banget. Keringat bercucuran dimana-mana dan baunya sungguh jahanam, merusak selera makanku. Aku sebagai orang Jawa tentu nggak bisa blak-blakan. Aku tepuk pundaknya, "Alhamdulillah yo arek produksi nek lembur sampek bengi dike'i susu (milk)--Saat itu banyak orderan dari KPU, nyetak Surat Suara--. Tapi sayange gak onok Tunjangan Parfum."
Orang yang keringatnya bau juga nggak sadar kalau keringatnya bau. Dia rileks saja nimbrung ke sana kemari tanpa sadar kalau orang lain perutnya pada mules karena baunya. Dia juga nanya, "Opo'o kok wetengmu mules, kakean mangan sambel yo!?" Sambel Ndasmu.
Saat keluar dari toilet pun bau keringatnya tertinggal di sana. Swemprul jaya. Baru bisa hilang setelah pintu dibuka dan dikibas-kibaskan selama beberapa menit. Aku nggak paham kenapa bisa sampai seperti itu. Aku males dan nggak layak membahas itu. Tanyakan saja pada para SPG sebuah produk Deodoran.
Ada Muslimah yang sadar kalau keringatnya bau tapi karena takut dengan hadits yang menyatakan wanita yang berjalan memakai wangi-wangian tidak akan mencium bau surga, akhirnya nggak pakai parfum. Ini konyol, aturan itu kondisional. Kalau keringatmu bau, mengganggu kehidupan sosialmu, menurutku sebaiknya menyamarkan bau itu dengan parfum.
Bau keringat memang bisa merusak suasana, bad mood, bahkan bisa merusak persahabatan. Kita sebagai teman seorang pengidap bau badan stadium lanjut yang dibutuhkan hanya keberanian untuk jujur mengatakan, "Ndes, keringetmu mambu." Dan semuanya akan baik-baik saja (atau malah berantakan). Coba saja.
Eh, jangan-jangan keringetku mambu badek pisan..
-Robbi Gandamana-