Rabu, 29 April 2020

Bulan Puasa adalah Bulan Bunuh Diri


Orang yang terbiasa berpikir lurus pasti marah membaca judulnya. Sori Mblo, bulan puasa itu memang bulan bunuh diri. Tentu saja frasa 'bunuh diri' di sini adalah idiom. Maksudnya membunuh diri kita yang lalu untuk menjadi manusia yang baru.
Ini sastra tingkat tinggi. Percuma tak jelasno, paling awakmu yo gak paham. Lha wong kamu memahami ayat dengan sangat harfiahnya begitu. Padahal Al Qur'an itu penuh bahasa sastra. Nggak heran kalau kamu ikut aliran Islam garis 'lutju'.
Di hari Idul Fitri ini kita diharapkan 'bunuh diri', kembali suci seperti bayi yang baru lahir. Kalau puasanya sekedar menahan lapar ya nggak jadi bayi yang suci, tapi bayi rembes.
Tapi puasa yang beneran memang sulit. Aku sendiri juga belum mampu. Ojok ngomong sopo-sopo yo. Maklum bajingan. Kadang aku ngabuburitnya nonton film. Film Barat yang kadang pemerannya cewek sexy, susune dipamer-pamerno. Jahanam.
Makanya aku sungkan berharap Laitul Qadar. Kalau berharap pasti diejek malaikat, "Poso cuman nahan luwih ae njaluk Lailatul Qadar. Gak isin ta Ndes?"
Lagian Lailutul Qadar itu yang ditunggu sudah turun kok. Lailatul Qadar itu khan terjemahan bebasnya malam kemuliaan. Dan di malam yang mulia itu turun Al Qur'an.  Jadi yang turun itu Al Qur'an, bukan lailatul Qadar-nya. Dan Al Qur'an itu sudah turun. Lha terus sing kok enteni iku opo?
Menurut Mbah Nun, Lailatur Qadar itu tergantung engkau. Kapan saja engkau memetik puisi kehidupan, kapan saja engkau memetik keindahan Al Qur'an, masuk ke dalam hatimu dan membuatmu takjub pada kehidupan, maka engkau berada di Lailatul Qadar. Kapan saja.
Embuh wis, mumet. Gak usah dibahas. Tetaplah berharap Lailatul Qadar . Mungkin akan turun Al Qur'an versi extended.
Kembali ke soal Bunuh diri..
Bunuh diri itu nggak harus nunggu bulan puasa.  Kalau bisa terus menerus bunuh diri dan terus menerus terlahir kembali tiap hari.  'Bunuh diri'  idiom lho ya, bukan dalam artian yang sebenarnya. Bunuh diri di sini seperti konsep ruwatan dalam budaya Jawa. Paham nggak? Ala raimu.
Puasa tahun ini benar-benar bunuh diri luar biasa. Sabar berdiam terus di rumah. Sabar dengan penurunan pendapatan bagi yang terdampak Corona. Sabar tidak mudik. Sabar menghadapi berita-berita maling yang membuat waswas. Aku sendiri nggak waswas, karena nggak punya barang berharga. Opo sing kate dimaling.
Kita sedang menghadapi pandemi. Banyak orang lapar karena di-PHK atau pendapatannya menurun drastis. Maling ada dimana-mana. Nggak tahu, ini akibat kebijakan dikeluarkannya ribuan narapidana atau karena banyak orang kelaparan. Kalau belum jelas pelakunya, jangan menuduh pelakunya para mantan napi. Itu fitnah.
Kita saat ini seharusnya mematuhi anjuran pemerintah untuk social distanding. Artinya nggak bisa shalat terawih berjamaah di masjid. Bahkan kemungkinan besar nggak shalat Id, halal bihalal, reuni, atau pul kumpul yang lain.
Yo wis lah. Tidak berjamaah di masjid bukan soal takut atau panik terjangkit Corona, tapi ngajeni sing nggawe aturan. Yang paling penting membuat para tenaga medis tenang. Mereka misuh-misuh melihat kita masih rileks berkerumun, kemana-mana pringas-pringis nggak pakai masker.
Nggak usah galau kalau belum bisa ke masjid. Pada hakikatnya masjid itu bukan bangunan yang ada kubahnya. Di tengah lapang pun jika kamu gelar sajadah, shalat menghadap kiblat dan hatimu tertuju pada Allah, saat itu juga kamu ada di masjid. Masjid temporary.
Berkacalah pada nasib jamaah tabligh akbar di Goa yang  satu-persatu terjangkit Corona. Tapi terserah kalau memang merasa maqamnya sudah oke. Wis sakti, gak mempan virus, monggo terawih berjamaah di masjid. Cuman ingat, Tuhan bersama orang yang taqwa, tidak bersama orang yang bebal.
Ya sudah itu saja, mari kita bunuh diri.
-Robbi Gandmana-

Rabu, 08 April 2020

Jhon Rembes



Karikaturku ini tentu saja tidak ada maksud menertawakan kemalangan Amerika yang babak belur oleh Corona. Tapi untuk menunjukan bahwa manusia itu makhluk yang lemah. Ganok gunane raimu sangar, ototmu pating pecotot, pinter silat, sakti, iso miber, iso ngilang (gak iso mbalik). Kalau sudah pandemi Corona, mending topo nang omah.
Negara adikuasa yang memiliki senjata paling mutakhir pun ampun-ampun menghadapi pandemi ini. Dan sekarang malah jadi negara dengan pasien Corona terbanyak mengalahkan Itali. Rambo mana Rambo. Ayo Mbo kamu bisaaa!
Rambo bisa lolos dengan mudah oleh tentara Vietkong atau siapapun yang jadi musuhnya. Tapi kalau melawan Corona, mana berani dia. Wis Mbo, turu ae, ojok keluyuran. Engkok nek awakmu melbu rumah sakit jarene sulapan. Rambo kok mengguk.
Musuh kasat mata ini memang cukup membuat kita mati gaya. Untung saja senjata biologis sangat dilarang digunakan dalam perang.  Kalau tidak, nggak cuman tentara yang mati, tapi mati kabeh sak endok-endoke. Raimu mati, wedusmu mati, tonggo-tonggomu mati, kabeh mati. Sing urip mek aku tok. Lho kok iso? iso ae, aku lakone kok.  
Hanya pengecut yang menggunakan senjata biologis. Tapi perang era modern itu memang perang model pengecut. Beraninya lempar bom dari jauh. Kalau berani ya bertatap muka, satu lawan satu. Minimal kayak tawuran anak STM.
Dulu Jepang di pagi buta, nggak ada angin nggak ada hujan, tiba-tiba membombardir pangkalan militer Pearl Harbor, Hawaii, tanpa ampun. Dibalas oleh Amrik dengan serangan pengecut, menjatuhkan bom atom di Heroshima dan Nagasaki. Tentu saja yang tewas kebanyakan warga sipil. Bajingan Mboel.
Itu masa lalu. Sekarang semua negara di dunia bersatu melawan Corona. Lupakan masa lalu. Negara sedang sekarat masih saja belum move on dari urusan pilpres. Pecah ndasmu. Woeee tangi heee!
Orang Endonesyah memang susah diatur. Di wilayahku saja masih banyak perusahaan yang belum menerapkan kebijakan Work From Home. Padahal masuk Zona Merah. Perusahaan-perusahaan di Solo memang beda. Jangankan Corona, seandainya kiamat diumumkan tanggalnya, tetep disuruh masuk. Dihitung lembur.
Tapi Solo sudah berangsur konduksif. Sudah nggak ada lagi pasien positif Corona (resminya sih). Walau begitu masih ada kampung yang menerapkan lockdown swasta (inisiatif sendiri). Soalnya pada takut sama yang mau mudik dari kota-kota besar dan luar negeri (Timor Leste).
Ya sudahlah, semoga Corona nggak lama nyetrap kita semua yang terlalu lama hidup dalam kesombongan, Aamiin. Aku sudah mulai bosan baca berita media, isinya Corona tok. Boring, you know.
Mungkin untuk membunuh kebosanan karena kerja di rumah, kamu bisa donlot film Rambo. Tapi ojok percoyo film iku. Nggak ada orang yang kayak Rambo. Aku yakin Rambo kalau diadu satu lawan satu sama prajurit Kopassus pasti KO dia. Taruhannya :  yang kalah harus pulang pakai sempak. Aku yakin dia pulang ke Amrik hanya pakai sempak. Sempaknya ada tulisan : "Taek..kalah!"
- Robbi Gandamana -