Rabu, 14 Oktober 2020

Kok Nggak Tahu Sih, UU Cipta Kerja Sudah Dipraktekan Sejak Dulu!

 


sumber : kompas.com
sumber foto : kompas.com


Selama ini aku sengaja mengkuperkan diri, jarang main medsos dan sedikit membaca berita. Hanya berita besar saja yang aku baca, seperti berita soal UU Cipta Kerja yang bikin gaduh suasana.

Jujur saja aku nggak begitu paham soal begituan. Kalau soal undang-undang, untuk kasus di Endonesyah --> kadang lebih baik nggak tahu (daripada nyesel, nggak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan). Kalau memang harus tahu, jangan terlalu dimasukan di hati.

Aku juga nggak paham apa itu omnibus fucking law. Apa itu semacam perkumpulan kenek bus or something?

Kalau undang-undang soal ketenagakerjaan, aku nggak terlalu perduli. Berdasar pengalaman temannya temanku yang jadi buruh, banyak pengusaha yang nggak perduli dengan UU tenaga kerja. Banyak karyawan yang dikeluarkan dengan seenaknya, nggak ada pesangon bahkan tali asih. Yang ada tali asu. Isine kudu misuh ae.

Karyawan mendapatkan haknya dengan layak itu tergantung niat baik para pengusaha atau petinggi perusahaan. Buku panduan soal UU tenaga kerja itu tempatnya di rak atau di laci. Buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kalau bosmu asyik, nasibmu baik. Kalau bosmu bajingan, jangan terlalu berangan-angan. Kalau masih buruh nggak bisa mengejar mimpi, karena buruh itu mewujudkan mimpi bosnya.

Dan buruh itu selalu kalah, karena bos itu raja (bahkan ada yang  bergaya Tuhan). Kakean polah malah dipecat, jadi pahlawan kesiangan. Kapok koen. Wis pokoke saiki kerjo sing mempeng dan berharap Tuhan mengubah nasibmu. Jangan berharap pada isapan jempol UU pemerintah. Bullshit.

Yang masih patuh pada UU tenaga kerja itu perusahaan besar yang sehat dan tersohor. Kalau perusahaan kumuh kacangan kayak tempatmu bekerja itu ya jangan berharap. Gaji nggak telat saja itu sudah bagus.

Di negeri +62 ini, undang-undang atau hukum kebanyakan nggak terlalu ditaati. Karena rakyat terbiasa tidak dilindungi negara. Aparatnya lebih banyak mengancam daripada melindungi. Hukum ditaati hanya saat ada razia.

Beda dengan negara-negara mapan yang negaranya sangat melindungi rakyatnya. Mereka sangat taat hukum. Semua urusan diserahkan pada hukum. Mereka sangat percaya pada hukum. Tapi sisi negatifnya mereka jadi ngalem dan manja, dikit-dikit lapor polisi. Cemen.

Kalau di sini, hanya orang bodoh yang menyerahkan segala urusan kepada undang-undang (hukum) yang dibuat oleh para elit yang isinya lebih menguntungkan kaum elit. Dan juga karena hukum itu level yang paling rendah. Di atasnya lagi masih ada akhlak.

Ketika  kamu tahu ada orang terjatuh dari motor dan kamu tidak menolongnya, itu nggak masalah menurut hukum, tapi salah menurut akhlak.

Undang-undang itu cuman pedoman atau alat kontrol. Terciptanya kehidupan yang harmoni itu tergantung pada akhlak manusianya. Bukan pada hukum atau undang-undang.

Seorang hakim ngasih putusan hukuman pada terdakwa itu berdasarkan rasa keadilan. KUHP itu cuman buku pedoman yang tempatnya di laci. Hukumannya bisa lebih ringan dari yang ditulis di KUHP atau bahkan bisa lebih berat.

Begitu juga dengan pengusaha. Kalau si pengusaha akhlaknya bener, karyawannya akan diberlakukan dengan layak. Tanpa ada undang-undang atau menunggu instruksi dari pemerintah.

Jadi, orang yang tidak mengenal hukum pun hidupnya bisa beres selama akhlaknya bener. Sementara banyak orang yang paham hukum dan undang-undang malah menipu rakyat yang lugu.

Makane pendidikan agama iku penting. Gak kudu dadi wong alim. Minimal tidak menyakiti manusia itu sudah oke. Terlalu alim yo percuma nek hobine ngafirno wong liyo.

Bahkan sebenarnya tanpa agama pun manusia itu bisa hidup harmoni. Karena manusia itu sebenarnya punya kecenderungan menyukai perbuatan baik. Kalau kita amati suku-suku terasing yang sama sekali tidak kenal agama, mereka bisa hidup rukun, damai, sentosa manunggal jaya. Tapi tentu saja aku nggak merekomendasikan hidup kayak mereka.

Intinya nggak usah terlalu baper dengan undang-undang yang ada. Mau demo monggo saja, tapi jangan kisruh. Anarkisme tidak menyelesaikan masalah tapi malah menambah masalah. Fak yu.

Hai mahasiswa, sebenarnya sudah sejak doeloe kala  poin-poin yang ada di UU Cipta Karya dipraktekan oleh banyak perusahaan di negeri ini. Jadi nanti kalau perjuanganmu berhasil, UU Cipta Kerja dihapus, jangan kaget kalau suatu ketika kau memasuki dunia kerja ternyata diperlakukan seperti apa yang tercantum di omnibus fucking law. "Too bad you're fucked up, " kata Axl Rose.

Jadi poinya --->  buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang yang ada, tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kiro-kiro ngono lah. Ojok percoyo.