Selasa, 05 Februari 2019

Film "Tenggelamnya Kapal van der Wijk" dan Deja Vu Bangsa Melayu Malaysia


Model gambar di atas saya ambil dari salah satu adegan Hayati (Pevita Pearce) di film"Tenggelamnya Kapal van der Wijck" (2013). Apik yo huwehehe...awas nek wani ngomong elek. Di tahun politik ini aku ingin menyuguhkan yang indah-indah saja (khususnya di medsos). Ojok ngomong politik nek gak paham betul, bahaya, sekaligus ngisin-ngisini.
Wis tau nonton pilem "Tenggelamnya Kapal van der Wijck" nggak rek? Nek durung, nontono disik, aku males (nggak bisa) nulis review-nya.
Film yang diadopsi dari novel berjudul sama karya Buya Hamka ini memang oke. Memang banyak kesedihan, keharuan di film ini tapi tidak terus terjebak pada kecengengan. Cinta sejati kadang memang "asu", menyakitkan. "Love you so much makes me sick" kata Kurt Cobain yang sangat mencintai Tobi Vail (mantan pacarnya sebelum dengan Courtney Love).
Bekgron pemandangan alam yang menakjubkan di Film ini membuat banyak orang Malaysia keturunan Melayu merasa deja vu. Mereka seperti menemukan dirinya di film tersebut. Keindahan alam yang digambarkan di adegan film seperti nggak asing bagi mereka, seperti pernah hidup di sana di suatu masa.
Itu bisa terjadi karena nenek moyang orang melayu Malaysia itu dari Minang. Raja-raja Malaysia kebanyakan dari sana. Buya Hamka sangat hafal nama raja-rajanya beserta gelarnya yang panjang. Buya Hamka sendiri sering diundang ceramah di sana. Di zaman itu Malaysia masih banyak berguru pada orang Indonesia. Embuk nek saiki.
Buya Hamka bukan hanya milik orang Indonesia, orang Melayu Malaysia juga merasa ikut memiliki beliau. Orang Melayu Malaysia punya semacam ikatan batin yang kuat dengan Buya Hamka. Buya Hamka dianggap sebagai sesepuh, orang yang dituakan oleh orang melayu.
Karya-karya beliau sepertinya lebih diterima di Malaysia, karena bahasa yang dipakai bahasa Melayu, setting tempatnya juga kebanyakan di tanah Minang tempat leluhur orang Melayu. Buya Hamka adalah jembatan bagi orang Malaysia untuk mengenal leluhurnya.
Diam-diam bangsa Malaysia (terutama yang keturunan Melayu) itu mencintai Bangsa Indonesia. Ojok ngomong sopo-sopo. Mereka nggak cuman sekedar Negeri Jiran, tapi saudara. Bangsa-bangsa Eropa lah yang sukses memecah belah bangsa-bangsa Nusantara.
Mereka kagum dengan keanekaragaman budaya kita. Anak mudanya banyak yang  tergila-gila dengan band atau penyanyi Indonesia. Seperti kita yang kagum dengan Siti Nurhaliza. Mereka lebih memlih melihat film Indonesia daripada film produksi Malaysia.
Kita menyangka orang Malaysia itu bajingan semua karena baca komen-komen mereka di medsos. Termasuk aku mbiyen. Padahal TKI kita di sana baik-baik saja. Malah TKI di Arab yang sering bermasalah. Pulang-pulang wetenge mblendung, meteng. Ditumpaki juragane. Atau malah nggak pulang sama sekali. Mati di tiang pancung.
Kalau mereka mencaplok pulau terluar negara kita atau mengklaim budaya kita, itu bukan sepenuhnya kesalahan mereka. Kita juga punya andil atas itu. Kita itu bangsa yang hobi bertengkar dengan sesama saudara sebangsa. Kita terlalu sibuk mengadu kebenaran dengan kebenaran, akhirnya jadi lupa bernegara, lupa berbudaya dan lupa-lupa yang lain.
Bisa jadi kalau kita di posisi Malaysia, kita pasti melakukan hal yang sama.
Bla bla bla......begitulah kira-kira, jangan percaya begitu saja dengan tulisan ini. Ini cuman opini dari seorang yang merindukan kejayaan bangsa Nusantara tempo doeloe. That's all.
-Robbi Gandamana-

Membudayakan Jatuh Cinta



Sepertinya aku sepaham dengan Prie GS (budayawan yang agak terkenal) dalam soal cinta. Ayeee. Pokoknya Jangan pernah berhenti jatuh cinta. Kalau ingin hidupmu lebih hidup. Hidup di dalam pelukan keindahan.
Orang yang jatuh cinta itu hidupnya indah. Jangankan diterima, ditolak saja indah. Karena jatuh cinta nggak ada hubungannya dengan ditolak atau diterima.
Jatuh cinta itu bukan milik para jomblo. Yang sudah menikah pun boleh jatuh cinta. Nggak masalah, sing penting nggak ditindaklanjuti. Kalau sudah punya pasangan yang sah ya Lebih baik nggak usah diucapkan. Bahaya. Diam dan nikmati saja.
Orang yang sedang jatuh cinta itu hawanya ingin berdandan terus, Ngoca-ngoco ae, padahal merongose tetep. Jatuh cinta itu dramatik banget. Kalau kamu jatuh cinta, kamu merasa berada di titik tertampanmu. Tomingse lewat. Betapa keramatnya orang yang jatuh cinta.
Jangankan dikasih senyuman, dicueki saja kamu tetep cinta. Cinta bisa jadi nggak ada hubungannya dengan dicueki atau dikasih senyuman. Cuma melihat sekilas orang yang kau cintai, iku wis nggawe atimu ayem. Lha wong lihat genteng rumahnya saja bisa membuat hatimu berbunga-bunga.
Membudayakan mencintai itu penting. Proto tipe pertama yang paling mudah itu mencintai perempuan-perempuan cantik. Seorang seniman, pekerja seni atau yang pecinta seni itu lebih gampang mencintai (jatuh cinta). Karena mereka peka terhadap keindahan.
Tapi seorang seniman itu yang dicintai pastilah cewek cantik. Walaupun sadar pasti ditolak. Belum "nembak" sudah "tertembak" duluan. Tapi itu nggak masalah, wis tau. Lebih baik siap ditolak daripada siap diterima. Ditolak cewek cantik itu sepadan. Kalau ditolak cewek jelek itu sakitnya dua kali, bahkan lebih. Oughh, bla bla bla.
Maka perbanyaklah cinta. Jangan memperbanyak selingkuhan. Jatuh cinta boleh, selingkuh jangan. Ojok salah yo.
Lagu "Too Much Love Will Kill You" milik Queen yang ditulis Brian May untuk Freddie Mercury itu sebenarnya "Too Much Sex Will Kill You". Karena Freddie Mercury mampus bukan karena banyak cinta, tapi karena kebanyakan seks (gonta-ganti pasangan).
Makna  "Love" dengan "cinta" itu kadang berbeda. Di dunia Barat "love" itu biasanya digandengkan dengan seks. "Make love " itu maksudnya melakukan seks bukan sekedar bercinta. 
Kalau bercinta itu sebuah interaksi sosial dua manusia atau lebih yang melibatkan cinta. Walaupun cuma ngobrol kalau itu dilakukan dengan cinta, itu sudah bercinta.
Apakah jatuh cinta itu dosa? Gak eruh, aku guduk Tuhan. Tapi menurutku kalau cuman rasa (atau niat) yang masih di dalam hati itu nggak masalah. Selama tidak berbuah perselingkuhan (zina). Jangankan jatuh cinta, niat membunuh orang pun itu belum dihisab. Baru dihisab ketika sudah dilakukan.
Kalau masih niat (buruk) di dalam hati, itu tidak dihisab. Hanya niat baik yang sudah dihisab, walaupun belum dilakukan. Seperti orang yang berniat infaq ke masjid. Tapi saat akan infaq lupa bawa dompet, akhirnya nggak jadi infaq. Itu sudah dapat pahala. Itulah bukti kedahsyatan kasih sayang Alloh.
Menurut Prie GS, untuk sampai ke keindahan jatuh cinta maka harus dikonversi dengan banyak membaca. Memperbanyak wawasan. Memperluas cakrawala berpikir. Seandainya patah hati, patah hatinya puitis, indah. Nggak lari ke oplosan, opo maneh sampek bunuh diri.
Jadi, membaca adalah modal dasar kalau ingin jatuh cintanya indah. Kalau "gagal membaca buku" jatuh cintanya pasti buruk.
Kalau sudah terbudaya dengan mencintai, untuk membunuh serangga yang sebenarnya "public enemy" pun nggak tega. Cintanya mendahului murkanya. Seperti cerita Prie GS saat lihat kecoa. Dia nggak tega membunuhnya, terjadi konflik di dalam hati. Karena kecoa itu juga hamba Alloh.
Menurut Prie GS, kecoa itu punya kelemahan anatomis. Jika dia terbalik, nggak bisa bangun lagi sampai mati. Jadi kecoa termasuk hewan yang teraniaya, hamba Alloh yang sedang sakaratul maut. Jadi, layak untuk ditolong. ?????? Mumet ndase.
Dalam segala aspek, cinta (dalam arti yang luas) memang perlu ditumbuhkan. Melakukan apa pun tanpa cinta itu berat. Bahkan sengsara. 
Berangkat ke kantor tapi sama sekali tidak menemukan cinta di sana, itu sengsara. Tidak cinta dengan kerjaannya, kantornya, boss-nya, teman-temannya dan banyak lagi. Sengsara bingits. Bunuh diri ae le.
Jatuh cinta harus dibudayakan. Nggak cuman soal  cewek dengan cowok, tapi pada seluruh aspek. Dunia saat ini kacau karena sudah terpolusi kebencian sedemikian akutnya. 
Apalagi di tahun politik sekarang ini. Dimana-mana kita menemui kebencian. Yang paling parah itu di Medsos, wong podo nggambleh pating pecotot gak karu-karuan. Medsos sudah jadi agen kebencian.
Sebenarnya nggak masalah nyetatus atau posting soal peli eh politik, tapi bagaimana caranya harus simpatik.  Menurutku, kalau kamu nggak pandai merangkai kata, jangan ikutan bicara. Kadang bencana tercipta karena salah memilih kata.
Jadi sekarang, untuk menetralisir kebencian di tahun politik ini mari kita budayakan jatuh cinta. Karena cinta adalah kunci untuk menuju kehidupan yang harmoni.
Wis ngene ae, tulung nek salah dikoreksi.
-Robbi Gandamana-