Jujur ae aku rodok bingung. Santri kok diharikan. Menurutku santri sejati itu nggak butuh Hari Santri. Nyantri ae lah, ngaji sampek raimu pucet. Wis gak usah nyumet lilin terus dikeploki bareng.
Endonesa pancen mbingungi kok. Hari Guru ada tapi Hari Pelajar tidak ada (pernah direkomendasi oleh PPI (Pelajar Islam Indonesia) tanggal 4 mei, tapi kok sepi gaungnya. Sido opo ora se). Hari Santri ada tapi Hari Ustadz tidak ada.
Di Endonesa pengertian santri dan pelajar itu beda. Santri itu anak yang belajar di pesantren, menginap, memakai kopyah dan berkain sarung. Tidak seperti umumnya pelajar di sekolah-sekolah umum.
Aku dewe nggak bisa dan nggak cocok jadi santri. Aku bisa bangun pagi dan shalat subuh, tapi kalau bangunku disuruh oleh ustadz dan ada sanksinya, bakalan tak pisuhi ustate. Aku bisa bersih-bersih halaman, tapi kalau di suruh-suruh ya fak yu. Aku nggak mau disuruh-suruh. I'm a rocker man. Nek dadi santri iso gak kenal rokenrol.
Pendidikan santri di pondok pesantren lebih ditekankan pada akhlak atau moralnya. Karena mereka dicetak untuk jadi kyai dan sejenisnya. Beda dengan pelajar. Yang penting nilai ulangan bagus, lulus dan dapat gelar. Makanya gelar sarjana nggak ada hubungannya dengan moral. Kalau ketahuan korupsi gelar sarjananya tidak dicopot. Beda dengan kyai atau ustadz.
Endonesa iku pancen kakean hari peringatan. Hari Ibu, Hari Ayah, Hari Anak, dan seterusnya. Besok-besok mungkin ada Hari Om atau Hari Ponakan. Mbok wis gak usah kakean hari peringatan, dilakoni ae lah.
Hari Santri itu mengenang resolusi jihad yang difatwakan KH Hasyim Asyari pada tanggal 22 oktober 1945. Sebuah seruan kepada semua santri NU untuk berperang melawan Belanda yang membonceng sekutu yang akan kembali menjajah Indonesia. Yang saat itu mendarat di Surabaya.
Para pahlawan yang gugur di pertempuran 10 November 1945 iku kebanyakan kyai-kyai NU dan santri-santrinya. Bung Tomo cuman cuap-cuap di radio, gak melok perang. Dan di zaman itu Indonesia belum punya tentara resmi yang solid. Isinya kebanyakan milisi. Senjatanya seadanya, sak ketemune. Nemune pring, yo wis iku dilincipi digawe senjata.
Kalau ingin tahu isi dari Resolusi Jihad, silakan simak di sini
Resolusi Jihad sendiri tidak ditulis di buku sejarah Indonesia. Aku dewe yo tas ngerti (ojok ngomong sopo-sopo yo). Dulu tidak pernah disinggung atau diajarkan oleh guru sejarah di sekolah. Lha wong di buku sejarah tidak ditulis. Ah iku soal politik, kapan-kapan dibahas.
Hari Santri ditetapkan oleh Jokowi di masjid Istiqlal tanggal 22 Oktober 2015 itu untuk mengenang atau penghormatan pada para santri yang telah berjuang melawan sekutu. Guduk gawe raimu. Ojok geer koen.
Menurutku nama yang cocok itu bukan Hari Santri tapi Hari Peringatan Resolusi Jihad. Kalau Hari Santri, santri yang dimaksud di hari itu adalah santri NU, santri-santrinya KH Hasyim Asyari. Bukan santri secara umum. Tapi ojok ngomong sopo-sopo, serius iki.
Mbuh wis sakarepe presidene. Cuman sing nggarai gelo, tanggale kok gak abang se. Gak prei Ndes.
-Robbi Gandamana-