Senin, 24 Februari 2020

Nggak Cuman Sehat, Sakit pun Rezeki


Alhamdulillah dapat kiriman buku dari penerbit Noura, group Mizan. Kebetulan aku yang nggambar covernya (ciee cieee). Thanks mbak Noura (eh iki lak bojone bosku mbiyen).
Sebenarnya aku sungkan nulis soal Cak Nun. Karena sudah jutaan kali aku nulis pemikiran Cak Nun. Bahkan di tulisan yang tidak membahas Cak Nun pun diam-diam aku selalu sisipkan quotes beliau. Ojok ngomong sopo-sopo yo.
Buku ini seperti dua buku pemikiran Cak Nun sebelumnya yang diterbitkan Noura ("Hidup Itu Harus Pintar Ngegas dan Ngerem",  dan "Allah Tidak Cerewet Seperti Kita"), lebih gampang dicerna otakku yang tumpul. Karena tidak ditulis langsung oleh Cak Nun sendiri. Pasti bahannya didapat dari rekaman video pengajian Maiyah. Ayo ngaku saja.
Salah satu ciri khas Cak Nun adalah mengajak kita untuk selalu bersyukur. Karena agama itu kabar gembira. Makanya kalau pengajian harusnya mengajak jamaah bahagia. Ojok metutut ae. Iku pengajian opo latihan tentara.
Orang sekarang itu untuk bahagia saja harus tergantung dengan apa yang ada di luar dirinya. Harus dapat uang banyak dulu baru bisa gembira. Ndase mumet saat uangnya pas-pasan. Misuh-misuh saat dagangan nggak laku. Padahal nggak laku itu juga salah satu bentuk rezeki. Pikiren dewe.
Jangan dipikir miskin itu bukan rezeki. Kalau kamu sudah berusaha keras tapi masih saja miskin, bisa jadi Tuhan sedang melindungimu. Karena kalau kamu kaya sedikit saja langsung lupa Tuhan. Tiap hari berburu kuliner, ngoleksi selingkuhan, foya-foya terus sampai mampus.
Kaya itu bagus kalau semakin mendekatkanmu dengan Tuhan. Tapi kalau itu membuatmu jadi bajingan, mending kamu jadi gelandangan.
Bahkan sakit pun sebenarnya rezeki. Karena sakit adalah penyembuhan rohani. Setelah sakit orang jadi punya kesadaran dan kesabaran. Jadi ingat Tuhan. Makanya kalau sakit bersyukur saja. Syukurrrrr.
Itulah kenapa kebanyakan orang yang akan mati dikasih sakit dulu. Rohaninya disembuhkan, dosanya dikurangi. Tapi nek iso yo ojok gering. Ngrepoti wong akeh. Apalagi sekarang nggak semua dicover BPJS. Pemerintahe kere, nggolek bati ae.
Makanya bergembiralah. Masio gak duwe duwik tetep hepi, tetep bersyukur. Karena kegembiraan yang sejati itu adalah rasa syukur. Jangan dipikir keuntungan itu laba yang berupa uang, atau materi yang lain. Keuntungan terbesar di dunia adalah bersyukur.
Rasa syukur itulah yang menerbitkan kegembiraan murni yang sejati. Kalau gembiramu karena uang, itu belum kebahagiaan yang sesungguhnya. Uang habis langsung raine burek. Jangan sampai uang menghalangimu untuk gembira. Maka carilah hal yang membuatmu bersyukur.
Cak Nun itu tidak berharap, tapi selalu bersyukur dan bersungguh-sungguh dalam berbuat kebaikan.
Standar hidupnya rendah, tidak berharap terlalu tinggi. Melihat orang cuman shalat sekali dalam sehari pun beliau sudah bersyukur. Lumayanlah masih ingat Tuhan.
Beda dengan anak-anak alay di medsos yang baru hijrah (tobat ; istilah muslim kagetan). Begitu usilnya ngurusi keyakinan orang. Mengukur-ukur pahala dan dosa orang lain. Selalu ada komen tolol di medsos, "Mbaknya baik sekali...tapi sayang nggak pakai jilbab...nggak bisa masuk surga.." Taek.
Yang berhak ngasih rapor kehidupan itu Tuhan, guduk raimu. Manusia tidak berhak ngasih rapor. Jadi fokuslah pada kebaikannya, jangan pada orangnya. Berjilbab atau tidak, biarlah itu jadi urusan pribadi dia dengan Tuhannya. Carilah kebaikannya dan doakan masuk surga. Jangan mencari-cari kesalahannya dan dineraka-nerakakan.
Sementara ini saja. Aku nek mulai mbahas muslim alay, dadi pingin misuh ae. Wingi ae sempat misuh pas moco komen di YouTube "Kalau pakai logika, belajarlah matematika!"  di sebuah postingan agama. Dia menanggapi seorang yang yang berpendapat memahami ayat agama harus menggunakan logika.
Tolol sekali orang yang memutuskan memilih suatu agama tapi sama sekali tidak pakai logika.
Wis ah. Yang jelas buku ini recomended sekali. Yang kujabarkan ini adalah hasil pengembangan 2 paragraf  yang kuanggap menarik. Aku sendiri belum membacanya sampai tuntas. Masih bab 1. Masih beratus-ratus pemikiran Cak Nun yang membuka pori-pori kecerdasan di buku ini. Yang perlu dibaca agar tidak terjerumus ke dalam aliran alay.
-Robbi Gandamana-
*Sori aku lebih banyak menggunakan kata "Tuhan" daripada "Allah". Biar universal, bisa diterima oleh semua agama. Oke Ndes.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar