Jumat, 16 April 2021

Rahasia Nikmatnya Penderitaan

 

Sumber foto: erinoneillapd.com
sumber foto : erinoneillapd.com

Puasa sudah berjalan hampir seminggu. Ya'opo? Loyo khan?

Puasa itu memang penderitaan. Penderitaan yang perlu kita lakukan agar mempunyai kepekaan, kejernihan, ketangguhan dan banyak lagi. Jadi puasa itu salah satu jalan manusia menjadi mulia. Tapi kalau setelah puasa tetep ndlahom, bisa jadi puasanya salah atau memang ndlahom tulen.

Sebelum agama Islam datang ke negeri ini, bangsa kita sudah biasa melakukan puasa, tirakat. Biasanya dilakukan oleh orang yang sedang mempelajari ilmu tertentu. Tapi kalau puasanya menyalahi fitrah manusia, tanpa sahur dan berbuka, itu nggak bener. Resikonya besar, ingin sakti malah mengong.

Penderitaan itu diperlukan. Syaratnya bahagia itu menderita. Lewat penderitaan itu manusia mendapat berbagai macam hikmah. Jadi lebih bersyukur,  tenang, sabar, loman, tahan banting, dan banyak lagi. Makanya banyak-banyaklah belajar dari penderitaan.

Sayangnya kebanyakan orang lebih suka berada di wilayah aman (termasuk aku). Ada orang yang sebenarnya subur dan ekonominya oke, tapi memilih hanya beranak satu saja. Takut jadi derita. Eman rek. Tapi monggo saja. Yang jelas Tuhan itu Maha Tanggung Jawab. Kalau niatnya baik, pasti dilancarkan segala sesuatunya.

Di kondisi penderitaan tertentu, manusia bisa memunculkan potensi dirinya. Menemukan kelebihan diri yang tidak pernah disangka sebelumnya. Nggak heran kalau ada banyak orang yang dipecat dari perusahaannya malah punya usaha sendiri yang sukses.

Penderitaan itu memancing potensi di dalam diri manusia keluar. Pendekar silat untuk bisa menggunakan tenaga dalamnya harus lewat berbagai latihan yang penuh penderitaan. Artinya tidak didapat secara instan. Makanya nggak ada Pembangkit Listrik Tenaga Dalam.

Tapi ada saat tertentu, secara tidak sengaja, tenaga dalam itu keluar. Ada orang yang sedang judi digerebek polisi tiba-tiba bisa memanjat tembok setinggi lima meter dengan sangat cepat. Padahal dalam keadaan normal nggak sanggup melompatinya.

Karya besar itu juga lahir dari penderitaan. Makanya seorang penyair atau seniman itu suka memelihara penderitaannya. Memelihara penderitaan bisa diidiomkan sebagai puasa. Dan mereka selalu menunda-nunda berhari-raya karena menikmati penderitaan itu.

Jika sedang rindu, mereka berusaha memelihara dan menikmati kerinduan itu. Kerinduan yang sangat itu memang sengsara, tapi indah. Itulah yang melahirkan puisi atau syair yang dahsyat.  Walah butuh kecerdasan estetik untuk menuangkan keindahan itu ke dalam kata-kata.

Nggak heran kalau orang yang sedang jatuh cinta tiba-tiba jadi penyair. Setelah jadian dan menikah malah nggak bisa bikin puisi lagi. Makanya pertahankan, jangan sampai jadian. Lebih bagus lagi kalau ditolak. Pasti puisinya lebih dahsyat.

Btw, puasa menurut pemahaman orang awam itu menahan lapar. Sedangkan puasa dalam artian yang lebih luas adalah menahan diri. Apa itu menahan diri dari makan, bicara, nafsu, banyak lah. Menahan diri untuk tidak sering-sering posting di medsos itu juga puasa. Lha wong postingan isine pamer ae.

Tuhan juga berpuasa. Dia menahan diri untuk tidak ngamuk melihat kelakuan manusia yang semakin keluar jalur. Jadi bertobatlah ya ayyuhal kafirun, jangan tunggu saat Tuhan berbuka puasa.

Begitulah kira-kira rahasia dibalik nikmatnya penderitaan. Tetaplah menderita, tapi jangan lupa bahagia.

Wis koyok ustadz nggak rek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar