Zaman sekarang ini susah mencari film Barat yang bersih dari adegan tidak senonoh. Apa itu french kiss atau adegan ranjang. Bukannya sok alim, tapi ini bulan puasa Mblo. Ndelok koyok ngono iku langsung kepingin pratikum.
Tapi selalu ada film yang bersih dari adegan pemacu gairah. Salah satunya adalah film Heidi (2015). Film yang bergenre family ini diadopsi dari novel klasik berjudul sama karya Johanna Spyri, terbit tahun 1881 (zaman sepur lempung). Recomended untuk ditonton bersama keluarga.
Film ini berkisah tentang anak yatim piatu pecinta alam bebas. Seorang gadis kecil yang lebih bahagia hidup di pelosok pegunungan daripada di rumah mewah tapi penuh dengan aturan kaku layaknya pegawai negeri eh, bangsawan. Semua tersedia tapi terpenjara ya apa asyiknya.
Kisah berawal ketika Heidi dibawa bibinya, Dete, untuk dititipkan ke kakeknya, Alpohi namanya, yang rumahnya di pelosok pegunungan Alpen, mungkin masuk wilayah kecamatan Ndibal. Dete yang sejak kecil merawat Heidi terpaksa melakukan itu karena dapat kerjaan di luar kota. Mungkin jadi pramusaji di warung seafood Lamongan.
---Pemeran Kakek Alpohi adalah Bruno Ganz yang sempat memerankan Hitler di film Downfall atau judul aslinya Der Untergang (2004). Dia sudah almarhum, meninggal 16 Februari 2019---
Kakek Alpohi yang hobi menyendiri itu awalnya menolak keras. Dia ngamuk dan mengusir Heidi yang ditinggal paksa oleh Dete. Sempat satu malam Heidi tidur di kandang kambing karena si kakek menutup pintu rumahnya. Tapi akhirnya si kakek kasihan juga dan membukakan pintu rumahnya untuk Heidi. Sambil menggerutu dalam hati, "Misuh!".
Heidi sangat bahagia hidup bersama kakeknya walau tidur di kasur beralas jerami. Dibandingkan hidup di rumah Bibi Dete yang melewati hari hanya dengan duduk-duduk di rumah tanpa melakukan apa-apa koyok tonggoku mbiyen sing kenek stroke. Plonga plongo gak iso opo-opo. Kepingin nguyuh tinggal currr.
Di gunung, tiap hari Heidi bermain sambil menggembalakan kambing bersama Peter, panglima penggembala kambing setempat yang jadi sahabatnya. Seorang anak lelaki ndlahom yang hanya tahu soal kambing bin wedus.
Suatu kali saat di kelas, gurunya tanya cita-cita. Satu persatu murid di kelas berdiri mengutarakan cita-citanya. Ada yang ingin jadi petani, pandai besi, penjahit, dan banyak lagi. Ketika giliran Peter, dia menjawab dengan lantang, "Aku ingin jadi pengembala kambing!" Kwakwakwakwak, semua temannya tertawa.
Cita-cita kok angon wedus. Adza adza ajza dwech ach.
Btw, yang casting memang hebat. Quirin Agrippi sangat cocok menggambarkan karakter Peter di film ini yang ndlahom, mbeling dan rakus. Ya Peter itu rakus. Tiap hari dia makan separuh jatah makan Heidi disamping makan jatahnya sendiri. Bahkan roti jatah neneknya yang giginya ompong pun disikat.
Lanjut..
Suatu hari Bibi Dete datang. Dia meminta Kakek Alpohi agar Heidi ikut bersamanya ke kota. Kakeknya yang sudah akrab dengan Heidi tentu saja melarang keras. Sampai-sampai Dete diusir, diancam pakai pemotong rumput. Dete pun ngibrit.
Dete tidak menyerah, dia mendatangi tempat di mana Heidi menggembala kambing. Dengan bujuk rayu dan tipu daya, akhirnya dia berhasil membawa Heidi minggat hanya dengan memakai baju dan celana lusuh seragam angon wedus, tanpa alas kaki.
Rupanya di kota Heidi disewakan oleh Bibi Dete untuk menemani Klara, anak seorang aristokrat cacat (tidak bisa berjalan) dan kesepian. Bapaknya Klara adalah bangsawan sibuk yang jarang di rumah. Sedangkan ibunya sudah almarhum. Keseharian Klara hanya digunakan untuk belajar pada guru privat. Dari soal baca tulis sampai tata krama.
Klara tentu saja senang punya teman baru yang bisa dicurhati kapan saja. Tapi tidak dengan Heidi, dia nggak tahan diatur-atur sampai mendetail. Bagaimana caranya duduk, megang sendok, memotong roti, dan cara-cara yang lain khas bangsawan. Celana menutupi mata kaki dibakar di neraka. Ohmaigot.
Heidi ingin secepatnya kembali ke gunung bersama kakeknya dan kembali bermain dengan Peter si pekok.
Setelah seringnya Heidi berjalan sambil tidur di tengah malam dan membuka gerbang (karena rindu rumah kakeknya). Dokter pribadi Klara menyimpulkan bahwa Heidi nggak bisa terus hidup bersama Klara, dia harus dipulangkan. Kalau tidak dia akan mengong, stress berat.
Bagian inti film ini sepertinya saat Heidi hidup bersama keluarga Tuan Takur. Semua tersedia, tapi hidup terkekang. Sama kayak burung peliharaanmu. Kamu kasih makan enak tiap hari, tapi nggak boleh kemana-mana. Kasihan. Jadi lepaskan sekarang juga. Demi hak asasi hewan yang kalian perjuangan.
Kemewahan sejati adalah hidup serumah bersama saudara sendiri yang saling mengasihi.
Akhirnya Heidi pun kembali pulang ke rumah kakek Hitler eh, Alpohi. Dan dia kembali bermain di gunung bersama Peter dan pasukan kambingnya. Sampai akhirnya Klara datang menjenguk Heidi yang membuat Peter cemburu karena merasa dicampakan Heidi. Heidi hanya sibuk bermain dengan Klara.
Karena terbawa emosi, di pagi hari saat semua masih terlelap, Peter diam-diam mendorong kursi roda Klara ke jurang hingga hancur berantakan. Ini salah satu bukti kebodohan Peter. Kenapa nggak dijual ke tukang rongsok saja sih!? Tolol, khan bisa jadi uang.
Terus bagaimana nasib Klara yang telah kehilangan kursi roda. Apakah dia akan pulang mberangkang menuju rumahnya? Atau turun ke jurang mengambil kepingan kursi roda yang hancur untuk dijual ke pengusaha jual beli besi tua milik orang Madura?
Tonton sendiri filmnya. Nggolek enake tok ae kon iku. Kesel nulise rek.
****
Detail Film :
Judul : Heidi
Tanggal rilis : 10 Desember 2015 (Jerman)
Pemeran : Anuk Steffen (Heidi), Bruno Ganz (kakek Heidi), Quirin Agrippi (Peter), Isabelle Ottmann (Klara Sesemann), Katharina Schttler (Frulein Rottenmeier, pengasuh Klara), Hannelore Hoger (nenek Klara), Maxim Mehmet (Herr Sesemann, ayah Klara), Anna Schinz (Dete, bibi Heidi)
Sutradara : Alain Gsponer
Ditulis oleh : Petra Biondina Volpe
Diadaptasi dari buku : Heidi
Cerita oleh : Johanna Spyri
Musik digubah oleh : Niki Reiser
Distributor : StudioCanal
Negara : Swiss/Jerman
Genre : Family
Skor : 7,5 / 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar