Sebelum membahas lebih jauh
ngalor ngidul nganti ngulon, ada baiknya kita kenali dulu macam tulisan yang umum di tulis media: berita, artikel dan esai. Berita adalah laporan tercepat mengenai kejadian yang sifatnya sementara sedangkan artikel adalah karya tulis faktual yang berupa ilmu pengetahuan sifatnya tetap (nggak sementara).
Esai adalah tulisan yang membahas tentang sebuah masalah secara sepintas dari sudut pandang pribadi penulisnya. Isinya adalah opini penulis dengan sebuah masalah, dan subyek masalah tersebut diberikan nilai si penulis. Begitu kata seorang dosen di Institut Google Indonesia.
Di era digital yang serba cepat dan instan ini, bukan kita yang mencari berita tapi berita yang mencari kita. Situs-situs berita berlomba-lomba menjaring pembaca dengan judul yang bikin penasaran, kreatif, bombastis juga kontroversi. Agar rating terdongkrak naik. Berharap diserbu iklan. Tapi malah dapat teguran dari KPI.
Nggak cuman situs berita atau media massa mainstream yang membuat berita, semua orang bisa menulis berita. Nggak peduli kamu bakul akik, sales kaos kaki maupun tukang ketik kelurahan. Semua punya potensi menulis berita, selama dia punya akun medsos.
Masalahnya nggak semua berita itu valid, ada buanyak sekali berita ilusi yang berdasar asumsi tanpa bukti. Yang berpotensi menimbulkan kegaduhan, polemik di masyarakat. Atau juga membuat rakyat kehilangan kepercayaan dan simpati pada pemerintah.
Saya sebut sebagai berita ilusi karena ditulis tanpa fakta, bukti dan logikanya payah (istilah orang pinter: logical fallacy). Ditulis dengan bahasa tinggi bak seorang profesor. Benar-benar meyakinkan, seolah-olah seorang pakar di bidangnya. Buktinya banyak yang langsung terpikat dan nge-share : 'emejing!..ijin share Mblo!'.
Dan ketika berita ilusi tersebut dipersoalkan fakta dan buktinya, mereka selalu punya pembenaran yang luar biasa, singkat, padat dan..salah. Ada benarnya juga perkataan seorang kyai yang bilang bahwa Tuhan itu maha menyesatkan, bagi mereka yang pantas disesatkan (karena kebencian atau kecintaan yang amat sangat pada sesuatu atau seseorang).
Tapi ada juga yang bahasanya sinis, emosi yang meledak-ledak dan kesimpulan yang tergesa-gesa. Biasanya yang begini adalah pengamat kagetan. Ketika ada komen yang bernuansa debat, langsung melarikan diri atau si komentator diblokir...beress, aman terkendali.
Berita ilusi paling gres adalah berita soal teror Sarinah yang dipelintir sebagai pengalihan isu perpanjangan kontrak Freeport, pengalihan isu korupsi Setyo Novanto, pengalihan isu mbahmu yang belum sunat dan sebagainya.
Padahal yang dituliskan si penulis tersebut hanya berdasarkan asumsi yang tak berdasar. Isinya nggak lebih dari 'menurut saya'. Kont..eh konyolnya tulisan 'menurut saya' tersebut dijadikan berita oleh sebuah situs berita dengan judul provokatif. Seakan-akan berita tersebut hasil dari investigasi bertahun-tahun, padahal cuman cocoklogi.
Ada juga berita ilusi soal pengalihan isu lainnya yang dihimpun dari kumpulan status dari Facebook, Twitter dan Chirpstory. Hanya karena status-status tersebut jadi viral di Medsos (di-like dan di-share banyak orang). Dengan harapan bisa mendongkrak rating atau popularitas. Tanpa perduli akibat yang ditimbulkan: kegaduhan dan hilangnya simpati pada aparat yang sudah berkorban maupun yang jadi korban.
Sebagai orang awam, saya nggak pernah tahu yang sesungguhnya, apakah kejadian teror Sarinah adalah rekayasa atau bukan. Saya hanya tahu berita tersebut dari media mainstream atau situs-situs berita yang kredibel. Jadi saya nggak akan percaya sama sekali dengan kasak kusuk para netizen antah berantah atau berita dari situs nggak jelas.
Yang cukup bikin saya herman....bagaimana bisa status atau tulisan oleh orang yang sama sekali tidak berkompeten di bidangnya bisa dipercaya dan di-share begitu saja oleh gemblunger all over the medsos. Subhanalloh..
Sepertinya masyarakat kita buanyakk yang belum bisa move on total. Benih benih perseteruan dari Pilpres kemarin masih belum sepenuhnya padam. Karena berita ilusi di atas (kebanyakan) adalah berita negatif yang menyudutkan pejabat, aparat pemerintah dan presidennya saat ini.
Kedua kubu ini berlomba-lomba membuat berita ilusi untuk menjatuhkan mental lawan. Tulisan soal pengalihan isu teror Sarinah ditulis oleh Jokowi Haters. Tulisan soal Fachri Hamsah Vs. KPK kebanyakan ditulis oleh Jokowi Lovers. Saya sebagai Golput menikmati pertunjukan itu dengan rileks di sela-sela kesibukan kerja. Ayo Mblo..kamu bisaaaaaa!
Saya pribadi tak pernah percaya (masuk hati) berita yang nggak jelas juntrungannya, lebih baik menunggu berita resmi atau berita dari situs berita yang kredibel. Boleh sih..dan halal baca berita ilusi asal tidak dimasukkan di hati, sekadar hiburan semata. Jika berita tersebut 'miring' , kita tak terpancing untuk emosi yang berujung pada debat yang tak berujung.
Berita ilusi bernuansa politik dan sejenisnya kebanyakan berdasar atas kedengkian antar kubu yang berseteru saat Pilpres 2014. Jadi lebih baik bacalah dengan hati yang terbuka, netral, jangan dimasukan di hati dan pikiran. Kalau terlalu serius mbacanya jadi ikut terjerumus ke lembah gemblung.
Kebencian yang amat sangat itulah yang menjadikan hati dan pikiran mereka burek, nggak bisa berpikir jernih. Sehingga mereka langsung meng-iya-kan berita apa pun yang mewakili kebenciannya. Akhirnya plonggg!, 'Alhamdulillah Ya Rabb..'
(Sori saya Golput, tak ada urusan dengan hater, lover atau gemblunger. I don't want to be a part of this sick society!)
Dengan kata lain, kebencian itulah yang menyeret hati untuk selalu curiga, berprasangka, ber-ilusi yang ujungnya dituangkan dalam bentuk tulisan. Jrengg..dan disebarkan ke sesama kaum pendendam. Jadilah viral di dunia maya. Oh yessss...lanjut!
Jika bukan orang yang berkompeten di bidangnya, jangan gegagah sok nulis berita teror Sarinah jika nggak
punya fakta, bukti kuat dan meyakinkan. Itu bisa jadi fitnah, bila berita tersebut menyudutkan seseorang atau lembaga tertentu. Di-share wong sak endonesah mas bro.
Lebih baik nulis artikel picisan daripada menulis berita tapi tanpa fakta dan bukti yang kuat. Karena berita ilusi berpotensi menimbulkan perpecahan, kegaduhan, polemik, kebencian antar umat. Terutama 2 kubu yang masih saja bertikai itu.
So, jika tidak berani bertanggung jawab dengan artikel dan berita yang ente tulis....bikinlah puisi cinta saja...aman.
**
Nggak cuman berita ilusi yang bikin sensi tapi juga berita yang menertawakan tragedi. Memang setiap kejadian pasti ada sisi lucunya tapi ente jangan terang-terangan mengumbarnya. Menjadikannya meme dan atau tulisan humor dari sebuah kejadian tragis.
Saya jadi ingat dulu ketika ada acara berdoa bersama antar umat beragama di gedung DKM Malang. Ketika itu Harry Rusli cerita berapi-api bagaimana dulu saat mudanya demo ditangkap polisi. Di kantor polisi diinterogasi, dipukuli dan.. dikencingi ramai-ramai oleh Polisi. Semua yang mendengar bergidik ngeri, trenyuh, marah plus jijik. Tapi saya malah ngakak sendirian...karena membayangkan yang mengencingi adalah Polwan. *__*
Kejadian setragis apa pun selalu ada sisi lucunya. Cuman kita harus jaga diri, agar tidak mengekspresikannya di depan korban. Nggak mungkin kita mendatangi orang yang meninggal dengan tertawa terbahak-bahak sebab meninggalnya karena ditabrak becak.
Ingat juga dulu tragedi jatuhnya pesawat Sukhoi yang menabrak gunung Salak. Buanyakk orang yang menjadikannya guyonan. 'Salak segede gunung, kok nggak tahu ya..gile loe ndro!', begitu salah satu guyonan netizen yang kurang ajar.
Apalagi postingan berita tersebut menampilkan gambar korban atau pelaku yang berdarah-darah tanpa di-blur atau sensor. Kemarin di Facebook ada postingan foto kemaluan pelaku teror Sarinah yang copot dari raga (akibat bom bunuh diri). Semprulll....!
Wis ah...lama-lama kok jadi ngelantur nggak karu-karuan. Trims.
-Robbi Gandamana-