Ternyata masih banyak orang yang belum luas hatinya. Lihat saja ketika ditemukan terompet bersampul tulisan Arab yang biasa termuat di Al Quran, mereka gusar bukan main. Kertas-kertas tadi adalah barang sortiran atau produk gagal yang akan dijadikan Al Quran. Dengan kata lain kertas tersebut belum jadi Al Quran atau belum bisa disebut Al Quran.
Jika masih belum bisa disebut sebagai Al Quran, kenapa kita mempermasalahkan itu. Oke, di sana memang ada kata 'Alloh'. Tapi itu cuman tulisan, kata, simbol..Tuhan tahu apa yang ada di hati manusia, niat dan tujuannnya si pembuat terompet.
Orang kita masih sensitif pada huruf dan bahasa Arab. Makanya nggak heran kalau ada orang Arab ceramah langsung di-Amin-i, dikira sedang berdoa. Bisa jadi nanti jika ada makanan yang dibungkus kertas huruf Arab, ramai lagi. Dipikirnya dari Al Quran padahal buku dari Arab.
Kita tahu, banyak undangan pernikahan yang memuat ayat suci (yang tentu saja menyebut nama Tuhan). Nggak cuman di undangan resepsi, di buku, koran maupun majalah (muslim) ada yang memuat ayat-ayat suci. Dan banyak dari kertas-kertas tadi yang dijadikan bungkus makanan atau lainnya. So, apa bedanya?
Kalau kita nggak terima ada kertas yang memuat ayat suci dijadikan bungkus terompet, berarti kita jangan menuliskan ayat suci di surat undangan, buku, majalah, koran atau apapun. Karena kita nggak bakalan tahu, setelah barang tersebut nggak dipakai akan dijadikan apa. Apakah seperti itu?
Lagian kertas itu milik mereka sendiri. Dibeli dengan uangnya sendiri. Jadi terserah kertas tadi akan dijadikan apa..itu hak mereka. Gitu aja kok repot...Jangan gampang terprovokasi angkat pedang atau pentung untuk membela (simbol) Tuhan. Lagian kok ente dengan pede-nya membela Tuhan. Seolah-olah Tuhan itu mahkluk lemah yang butuh bantuan.
**
"Tuhan nggak perlu dibela..!", begitu kata Gus Dur suatu kali (yang sekaligus jadi judul buku beliau). Tuhan punya bala tentara sendiri atau bahkan tanpa bala tentara pun Tuhan akan dengan mudah menghancurkan musuhnya atau siapa pun yang membangkang. Dengan sekali tunjuk para pembangkang bisa berubah jadi Sponge Bob.
"Tuhan nggak perlu dibela..!", begitu kata Gus Dur suatu kali (yang sekaligus jadi judul buku beliau). Tuhan punya bala tentara sendiri atau bahkan tanpa bala tentara pun Tuhan akan dengan mudah menghancurkan musuhnya atau siapa pun yang membangkang. Dengan sekali tunjuk para pembangkang bisa berubah jadi Sponge Bob.
Gus Mus, salah seorang sahabat Gus Dur, menambahkan, “Tuhan itu sebenarnya nggak butuh kita. Kalau se-Indonesia ini mau jadi kafir semua, Tuhan juga nggak akan bermasalah." Tuhan ngasih demokrasi pada umatnya. Mau alim silahkan, mau kafir monggo. Tugas manusia cuman mengajak, tidak memaksa. Nggak kayak sekarang, sudah tahu kesasar kok nggak ditunjukan jalan yang benar..malah dipentung ndase.
Quotes Gus Dur di atas sama sekali tidak melemahkan jihad. Jihad dilakukan jika ada intervensi dan tindakan
dekstruktif pada umat Islam. Pengertian jihad itu luas, nggak cuma soal perang melawan mereka yang terang-terangan memusuhi Islam. Seorang suami mencari nafkah untuk keluarga itu juga jihad. Apapun itu yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk menegakan agama itu adalah jihad.
Tapi quotes Gus Dur tadi nggak berlaku bagi mereka yang sampai sekarang masih nguotottt membela Tuhan. Alih-alih membela agama padahal yang sebenarnya terjadi adalah membela golongannya, tafsirnya atau madzhabnya. Akibat salah kaprah Ustadzzz masa kini yang datang mengenalkan tafsir sebagai agama. Apalagi jamaahnya gampang sekali diprovokasi...komplit wis! Pentung-pentungan terus. Sumbunya pendek, gampang emosi.
Kembali ke soal terompet yang di dibungkus kertas (bakal calon) Al Qur'an. Masyarakat muslim langsung geger. Karena di kertas tadi ada lafal Alloh?. Oalaaa bukannya saya meremehkan Tuhan (yang tertulis di kertas tadi), tapi hanya Tuhanlah yang tahu apa yang ada di dalam hati manusia (niat). Kita tidak bisa serta merta menuduh itu penistaan.
Apalagi bungkus terompet tadi adalah kertas bekas, sortiran, yang nggak layak jual dari sebuah penerbitan buku. Artinya kertas-kertas tadi di-recycle untuk sesuatu yang bermanfaat. Lumayan menghidupkan ekonomi rakyat.
Pengrajin terompet juga orang awam tak berpendidikan yang butuh penghasilan untuk makan. Mereka bukan kaum agamis yang tahu betul tata cara agama, bagaimana seharusnya Al Qur'an diperlakukan : jika sudah rusak (tak terpakai) dibakar atau dipendam di dalam tanah.
Apalagi ini bukan Al Quran, hanya kertas bekas (bakal calon Al Quran) yang berisi ayat-ayat suci. Sama seperti undangan resepsi, buku agama, majalah, koran atau apa pun yang di dalamnya memuat ayat suci.
Jangankan dijadikan terompet, seandainya diinjak-injakpun..silahkan saja, kalau berani menanggung akibatnya. Tenang saja..Al Quran akan tetap ada dan abadi sampai akhir jaman, tanpa berubah isinya sedikit pun. Dijamin!
Ya'opo se rek, memanfaatkan barang bekas kok disebut penistaan agama. Tuhan nggak akan galau. Kecuali kertas tadi diambil dari Al Quran yang masih baik untuk dipakai. Seandainya masih bagus pun kalau ada yang berani menjadikannya terompet silakan, urusannya langsung dengan Sang Pencipta Quran...Tuhan.
Hakikatnya Al Quran adalah milik Tuhan, barang siapa yang merusaknya dengan sengaja akan berurusan langsung dengan pembuatnya. Monggo, nek wani nglawan sing kuoso...dadi mendol koen. Tapi Tuhan sendiri nggak bakalan rugi jika semua Al Quran dinistakan. Walaupun sakral, itu cuman simbol belaka.
Soal terompet dihubung-hubungkan dengan tradisi orang Yahudi....come on gaess, jangan sempitkan pikiranmu. Terompet sama dengan benda yang lain, tak ada agamanya. Kecuali kalian main terompet saat ibadah di dalam masjid. Iso disepak ndasmu karo wong sak masjid.
Jadi jangan gampang terprovokasi. Luaskan hati, hidup itu luas dimensinya. Dan orang sekarang ngomong agama tidak dengan dimensi budaya, dimensi sosial dan lainnya. Makanya pikirannya sempit gampang diprovokasi..raine burek terus. Tapi dengan kejadian ini kita bisa jadi mengkaji soal agama lagi..ya semacam ngaji via terompet.
Wis ah, trims.
-Robbi Gandmana-
*pertamakali dipublish di Kompasiana
Indonesia gitu lho mas...kalo nggak rame nggak seru. hehhehe
BalasHapus