Jumat, 22 Januari 2016

Ada Apa dengan Surat Undangan Berbahasa Mandarin untuk Jokowi?


Saat asyik masyuk ber-fesbuk ria, tak sengaja saya baca postingan seorang teman soal surat undangan peresmian ground breaking proyek KA Cepat yang dilayangkan oleh delegasi China. isinya meminta Presiden RI Joko Widodo melakukan peletakan batu pertama mega proyek High Speed Rail (HSR) atau kereta cepat Jakarta-Bandung di Walini, Bandung Barat.

Postingan itu laku keras, karena isi suratnya menggunakan bahasa Mandarin (yang nggak umum bagi kita). Pasukan bodrek pun berduyun-duyun pada nge-share, like dan juga komen sinis. Bahkan menuduhnya sebagai Chinanisasi. Terakhir saya lihat postingan tersebut dishare lebih dari 250 orang. Subhanalloh..

Oalaa pakde..

Itulah kebanyakan orang kita, kagetan dan nggumunan. Lihat surat berbahasa Mandarin saja langsung heran, uring-uringan, negative thinking. Lha wong yang bikin surat orang China kok..mau bahasa Mandarin, prokem, alay, atau bahasa rumput.. terserah mereka.

Sebelum suudzon atau menuduh yang tidak-tidak mending kita teliti dulu. Jangan menilai sesuatu cuman dilihat dari yang tersurat tapi teliti apa yang tersirat, ada apa dibalik semua itu.

Rupanya banyak yang belum kenal dengan karakteristik bangsa China. Rakyat China sangat mencintai adat dan budayanya. Nasionalisme mereka sangat tinggi. Orang China tidak akan pernah mau menganggap bahasa Inggris (atau bahasa lain) lebih hebat dari bahasa Mandarin.

Selain huruf dan pelafalan yang otentik, orang China sangat bangga atau percaya diri bahwa mereka adalah bangsa yang kuat (hebat). Mereka akan memaksa orang asing yang berhubungan dengan mereka berbahasa Mandarin, bukan mereka yang berbicara Indonesia atau Inggris.

Walaupun mungkin bisa sedikit-sedikit bahasa Inggris, tapi mereka tak mau berlama-lama berbahasa Inggris. Jadi kita mutlak harus bisa Mandarin untuk berhubungan dengan orang China asli. Maaf, China yang saya maksud bukan Warga keturunan Tionghoa yang oleh para Rasis di Indonesia disebut sebagai Cina itu.

Nggak cuman bangsa China yang nasionalismenya sangat tinggi. Korea dan Jepang karakteristiknya juga seperti itu. Walaupun sudah modern dan maju tapi orang yang bisa berbahasa Inggris (lancar) bisa dihitung dengan jari. Lihat saja boy band atau boy girl dari Korea, sedikit bahkan tidak ada yang bisa bahasa Inggris. Bisanya cuman 'oh yes', 'oh no' dan 'oh my God'.

Kita saja yang minder dengan bahasa kita. Bangga sekali kalau bisa bahasa Inggris atau asing. Orang China, Korea atau Jepang lebih bangga dengan bahasanya sendiri. Di sana jarang ada nama orang yang pakai nama kebarat-baratan. Sedang di sini malu pakai nama asli Indonesia. Bahkan untuk menyatakan cinta pada bangsanya pun pakai bahasa Inggris, 'I Love Indonesia'. Kenapa nggak 'Aku Cinta Indonesia'.

Anak kelahiran era milennium jarang sekali bahkan tidak ada yang bernama Wagimun, Dalijo, Tukiran atau nama asli Indonesia lainnya. (Soal nama-nama klasik Indonesia kapan-kapan saya bahas..tolong jangan didahului yaaa.. Plisss.) Karena pikiran kita telah terseret oleh pikiran orang Barat. Standar nilai dalam banyak hal juga ngikut standar orang sono.

Kejadian ini membuktikan bahwa kita gampang sekali menuduh atau mempermasalahkan hal yang sama sekali nggak perlu dipermasalahkan. Cepat sekali panas, emosi, berprasangka yang tidak-tidak tanpa fakta, bukti, investigas yang cermat. Digiring oleh kebencian yang amat sangat pada Jokowi. Pikiran burek, cupet bin mbundet.

Saya memang nggak pernah ke China, Korea atau Jepang. Pengetahuan saya tentang budaya mereka sangat terbatas (makanya nulisnya pendek saja Mblo..takut kelihatan kupernya). Tapi, percaya atau tidak silahkan tanyakan pada orang China (yang asli bukan KW).

Wis ah..Percoyo karepmu gak percoyo urusanmu, trims.


-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar