Belakangan ini dunia maya banjir berita yang menyatakan bahwa berita soal si Iron Man Tawan adalah hoax. Saya pribadi nggak perduli jika berita soal Tawan itu hoax atau bukan. Nggak penting. Yang penting adalah Tawan sudah berusaha keras untuk mewujudkan mimpinya (membuat tangan robot), that's all!
Jika toh tangan robot itu ternyata nggak bisa digunakan (karena diduga hoax) kenapa para pakar teknik mesin atau siapapun yang tahu soal robot, tidak memperbaiki atau kasih solusi sekedar menunjukan empati pada Tawan atas kerja kerasnya mengatasi tangannya yang lumpuh.
Seharusnya yang dinilai itu usahanya bukan hasilnya. Tuhan sendiri tidak menuntut manusia untuk berhasil (sukses). Manusia hanya diperintah untuk selalu berjalan di jalan yang lurus sesuai dengan jalanNya. Mau jadi tukang las, profesor, bakul akik atau juragan gembus..Tuhan nggak perduli. Setidaknya itu kata seorang Kyai.
Guru matematika pun seharusnya menilai-nilai anak itu dari usaha si anak, paham urutan cara mengerjakan soal. Kalau hasil akhirnya salah, itu adalah human error. Yang penting hapal rumus dan cara mengerjakan soal. Jadi nggak melulu menilai dari hasil akhir.
Dan dalam kasus Tawan, saya tidak ikutan sinis pada si pembuat berita (hoax). Why? karena ada (banyak) sisi positifnya : Menumbuhkan semangat anak muda untuk berkarya, merubah pandangan dan mental anak bangsa bahwa bangsa Indonesia mampu, memompa semangat kaum proletar yang tak mampu sekolah tinggi bahwa dengan perangkat yang sederhana bisa tercipta karya yang luar biasa dan lain-lain.
Kalau anda pernah nonton film 'Enemy Of The Gates' (2001), anda akan paham bagaimana pentingnya sebuah propaganda di jaman perang. Propaganda itu nggak jauh beda dengan menyebarkan berita hoax. Tapi tentu saja hanya dilakukan dalam waktu dan keadaan tertentu yang memang harus dilakukan (final solution).
Dikisahkan di film itu rakyat Stalinrad begitu putus asa menghadapi pasukan Jerman yang lebih terlatih dan lebih canggih alat perangnya. Di tengah ke-putus asa-an itulah ada seorang perwira Rusia, Commisar Danilov, yang punya ide brilian. Commisar Danilov adalah kepala devisi propaganda. Do'i menyebarkan selebaran yang isinya
propaganda untuk menumbuhkan semangat juang rakyat Stalinrad.
Lewat selebaran tersebut, Commisar Danilov berhasil menciptakan seorang tokoh sniper, Vassili Zaitsev, yang gagah berani berperang dengan caranya sendiri melawan pasukan Jerman. Vassili Zaitsev berhasil membunuh banyak perwira Jerman. Dalam selebaran tersebut dicantumkan pula foto kalung plat bertuliskan para perwira Jerman yang berhasil dibunuh oleh si Sniper. ’One Shoot, One Kill’, begitu motto Vassili Zaitsev.
Tak urung propaganda itu benar-benar membuat para rakyat Stalinrad terbakar semangat juangnya.
Sedang di pihak Jerman terjadi demoralisasi, penurunan mental juang pada prajuritnya. Sang komandan ngelu ndase, do'i sampai menugaskan Mayor Konig, seorang sniper handal yang didatangkan khusus dari Jerman untuk mengatasinya. Dan Mayor Konig bukan sembarang sniper, do'i adalah kepala sekolah dari sekolah sniper di Jerman. Subhanalloh..
Lho kok malah jadi review film ya? Oke, balik ke soal Tawan..
Robot si Tawan ini memang bikin geger dunia sains. Para pakar (asli maupun instan) yang ngeh soal robot pada turun gunung. Mereka terbangun dari pertapaan panjangnya di medsos atau di kampus yang damai dan sejuk bergelimang uang, gaji yang diambil dari uang rakyat. Oh yesss..Oh Nooo...
Sepertinya para manusia cerdas (dan yang merasa cerdas) tadi nggak rela kalau disalip sama orang yang nggak mengenyam bangku kuliah. Seolah-olah mereka kena tampar dengan keras di pipinya : 'Woii bangunn!! jangan cuman berteori dan baca buku bertumpuk-tumpuk di Perpus. Buatlah karya nyata untuk negara!'.
Well, dalam kasus tertentu, ternyata hoax itu nggak selalu howeekk (muntahan) tapi kalau ada cara yang lebih baik, jangan lakukan itu. Seperti juga halnya dengan berdusta. Walaupun tercela tapi ada kalanya kita harus (terpaksa) berdusta. Jadi jangan artikan saya melegalkan berita hoax atau dusta..gundulmu!
Cobalah sekali-sekali untuk tidak berpikir linear. Biar hidup lebih berwarna. Kadang kenakalan berpikir itu penting. Trims.
-Robbi Gandamana-
pertama kali di publish di Kompasiana
Tidak ada komentar:
Posting Komentar