Saat mendekati hari raya, biasanya banyak orang yang ngelu ndase. Dapat THR tapi ngelu ndase, bingung membelanjakannya: lihat diskon gila-gilaan di mal, ngiler lihat teman ganti hape canggih , ngelu ndase lihat tetangganya renovasi rumah atau ngredit mobil baru.
Yang nggak dapat THR ngelu ndase, iri sama yang dapat THR. Yang dapat THR tapi nominalnya sedikit (habis buat bayar utang) ngelu ndase, membayangkan dapat THR gede, nelongso memaki-maki nasibnya.
Begitulah kita, sukanya membandingkan hidup orang lain dengan diri kita (dalam konteks materi). Akhirnya ngelu ndase. Orang jadi ngelu ndase karena punya hasut, dengki, cemburu lihat harta orang lain lebih banyak darinya, mobil orang lain lebih bagus dari mobilnya, hp orang lain lebih canggih dari hp-nya.
Lihat teman-temanya pada punya mobil baru, gengsi, nekad ikutan kredit mobil, padahal gaji pas-pasan. Walhasil tiap awal bulan ngelu ndase. Untuk menghibur diri, ngomong ke teman, "Gak kroso rek, kredit mobilku wis berjalan setahun..".
Gak kroso raimu, yang tak terasa itu waktu yang cepat berlalu, tapi saat gajimu kepotong untuk nyicil, terasa bianget. Gaji 3 juta dipotong 1.5 juta. Ente pun misuh-misuh dalam hati, ngelu ndase..
"Lha ya'opo, nek gak nekat gak duwe mobil anyar e mas.." Itu boleh juga, tapi itu bisa menenggelamkan otak manusia. Lha ente nuruti gengsi ae. Berlagak parlente tapi sebenarnya kere. Gaji senin kemis berlagak artis. Akhire ngelu ndase diuber-uber debt collector. Stres, wajah jadi boros, ketok tuweekk. Umur 30 tahun koyok 50 tahun. Kerut di wajah jelas bianget koyok diorek-orek karo spidol.
Manusia memang materialistis, tak pandai bersyukur. Dapat uang sejuta membayangkan uang 10 juta. Makan tempe membayangkan sea food. Akhire ngelu ndase, sudah sea food-nya cuman angan, makan tempenya jadi nggak nikmat. Bercita-cita dapat uang 10 juta itu bagus, tapi saat dapat uang sejuta jangan bercita-cita, cita-cita ditunda dulu.
Makanya jangan sering ikut seminar-seminar rejeki yang punya andil besar menciptakan kapitalis-kapitalis yang ngelu ndase itu. Pandai memanfaatkan peluang untuk mendapatkan uang tapi nuraninya kering. Yang ada di otak cuman Itung-itungan, laba rugi laba rugi laba rugi laba rugi laba rugi laba rugi...
Akhirnya ibadah pun niatnya biar sukses (secara materi). Shalat biar jadi PNS, naik haji agar tokonya laris, dan seterusnya..
Ibadah itu dalam rangka bersyukur, tidak untuk mencari rejeki. Rejeki itu efek, bonus. Shalat is shalat, dalam rangka menyembah Tuhan. Malah sebenarnya sungkan kalau minta imbalan. Tuhan sudah menganugerahkan kehidupan, kok masih minta imbalan.
Dan shalat nggak ada hubungannya dengan kesuksesan materi (ada sih kalau dihubung-hubungkan). Buanyak orang yang tak pernah shalat tapi kaya raya. Jadi..ojok salah niat rek.
Nggak masalah anda rajin ke seminar rejeki, MLM atau sejenisnya selama bisa menjaga kesejatianmu, kemurnianmu, tidak jadi materialisme. Gak pikirane duwik tok ae. Sedekah tapi ngincer kembalian berlipat. Niatnya jadi rusak, ente sedekah apa dagang?
Saya pernah diprospek sama anak MLM. Semangatnya luar biasa, bicara berapi-api seraya mengepalkan tangan, ludahnya muncrat-muncrat, seperti akan jihad ke Palestina: "Ayo!! ..ini uang mas!! Uang!! Semangat!!" Aku bingung, ono opo iki?..ngelu ndasku.
Semangat seperti itu sebenarnya bagus kalau diterapkan ke hal lain, misalnya shalat. "Ayo shalat! ..ini surga mas!! Surga!! Semangat!!" Akhirnya shalat tahajjud tiap malam. Tapi kayaknya semangat seperti hanya berlaku di wilayah materi atau sesuatu yang berhubungan dengan uang. Ora popo, manusiawi..
Bukannya saya nggak butuh uang, tetep butuh banget. Cuman derajat manusia itu lebih tinggi daripada uang. Jadikan uang itu anak buahmu, bukan malah jadi budaknya. Uang bukan satu-satunya hal yang membuat orang bahagia.
Dipikirnya kenikmatan yang utama itu adalah materi . Materi memang memberi kenikmatan. Tapi sesungguhnya bukan itu yang nomer satu. Yang paling primer adalah kemampuan kita menikmati (betapa indahnya) apa saja yang diberikan Tuhan kepada kita.
Bercita-cita jadi orang kaya itu bagus kalau itu akan memudahkanmu beribadah (walau manusia itu sudah kaya sejak lahir karena dikaruniai akal pikiran dan panca indera). Lebih baik jangan kaya kalau akan menjauhkanmu dari Tuhan.
Kaya itu banyak jenisnya. Ada jenis orang kaya yang sebenarnya bukan orang kaya tapi saat membutuhkan uang, eh ndilalah kok dapat uang. Ada yang kaya, omah magrong magrong pinggir embong, tapi saat menepi berdua, curhat..buanyak tanggungan utang, kredit...ngelu ndase.
Maka lebih baik bercita-cita jadi orang bahagia daripada jadi orang kaya. Kaya nggak menjamin orang jadi bahagia. Orang miskin yang nggak bahagia itu gampang obatnya, dikasih uang..hilang sedihnya, tapi kalau sudah kaya..nggak juga bahagia....ngelu ndase.
Saya nggak anti MLM atau sejenisnya. Dan kalau diprospek MLM atau apa saja, saya tidak me-reject-nya. Bisa jadi suatu hari mungkin itu penting. Dan orang yang punya kans besar mendapatkan hidayah adalah yang mau mendengarkan omongan orang. Nggak masalah yang ngasih advice atau motivasi itu orang kere, orang sukses atau siapa saja.
Kalau ente pikir seorang motivator itu harus orang yang sukses (secara materi), ente termasuk orang yang ngelu ndase.
Saya pribadi nggak butuh motivasi tapi kalau ada orang yang memovitasi dengan kata-kata bijak akan saya dengarkan atau baca, walau kadang bikin ngelu ndase.
Motivasi itu lebih kepada soal vitamin jiwa, tidak semata-mata untuk kesuksesan materi (mungkin ente terbiasa menghadiri seminar-seminar rejeki itu. Pikiran ente teracuni dengan hal-hal yang berbau materialistis, kapitalis). Tujuannya agar tidak kesasar saat berjalan menuju Tuhan.
Jadi bukan masalah siapa yang ngasih motivasi (kaya atau miskin, sukses atau tidak).
Di Indonesia buanyak orang yang falsafah hidupnya mateng. Tukang becak pun banyak yang filosofi hidupnya jos gandos. Makanya negara ini lebih tenang menghadapi berbagai krisis yang menimpa.
Menurutku bagus orang berani mengutarakan pendapatnya, opininya, quotes-nya. Soal itu salah atau benar, relatif. Tiap orang punya masa dan massa-nya sendiri. Mungkin 10 tahun ke depan saya malu baca tulisanku : "Duh, aku kok sok ngustadz, sok bijak se rekk.." Tapi untuk sekarang aku nggak perduli, aku menulis apa yang ingin aku tulis, daripada ngelu ndase.
Wis ah cukup..ngelu ndasku.
***
Kalau tulisan ini menyinggung anggaplah sebuah kritikan, kalau menghibur semoga menjadi semangat, kalau inspiratif semoga menjadi ide untuk berkarya. Mohon maaf lahir batin. Trims.
*ngelu ndase = pusing kepalanya = kepala cenut-cenut = headache
--------
*Pertama kali dipublish di Kompasiana