Minggu, 11 November 2018

Karena Agama Tidak Perlu Diperlihat-lihatkan

Muslim kagetan se-Endonesyah Rayah pada ngamuk. Gara -gara ada yang membakar bendera milik Ormas pengkhianat bangsa, Anti-Pancasila. Yang kebetulan di bendera tersebut ada tulisan Arab yang kata Ustadz Prayit itu kalimat tauhid.

Jadi sekarang kalau kamu mau jadi pembunuh sadis, perampok besar atau bajingan yang paling kakap perlu mentato tubuhmu dengan kalimat tauhid. Ditulis di jidat. Jika nanti tertangkap basah, massa atau aparat tidak bisa menghajarmu, apalagi sampai membunuh dan membakarmu. Sip wis, ijin share Ndes.

Bagiku, tindakan seseorang yang membakar bendera Ormas yang apa namanya itu adalah refleksi kemarahan pada pengkhianat negara. Disebut pengkianat karena Ormas yang apa namanya itu akan memberangus Pancasila dan menggantinya dengan sistem khilafah (khilafah menurut pemahaman mereka).

Jadi kesimpulan sementara (besok bisa berubah) yang dibakar itu bendera pengkhianat, bukan kalimat tauhid. Kalimat tauhid di bendera tersebut batal. Karena pengkhianat adalah racun (sampah) yang harus diberangus dari bumi NKRI. Kalimat tauhid tidak bisa disandingkan dengan sampah. Sori.

Seandainya Pancasila itu ditulis dalam bahasa Arab, bisa jadi Ormas yang apa namanya itu akan sadar bahwa Pancasila itu sangat khilafah. Sila pertama sama substansinya dengan ayat "Katakan, Tuhan itu satu..". Sila kedua sampai terakhir juga begitu, adat ayatnya di Al Qur'an (golekono dewe, golek enake tok ae kon iku) . Karena Pancasila sumbernya dari Al Qur'an juga.
Pancasila itu sangat islami (walau NKRI bukan negara Islam), jadi bagaimana mungkin mereka bisa Anti-Pancasila. Itu aneh bin khattab.
Menurut Mbah Nun khilafah itu bukan barang jadi, khilafah itu benih. Ada yang ditanam jadi kerajaan, ada yang disemai jadi republik. Di negeri ini dikembangbiakan menjadi NKRI. Jadi NKRI itu sudah termasuk negara khilafah. Tapi bukan Negara Khilafah Republik Indonesia.
Untung saja Ormas yang apa namanya itu tidak berkoar-koar "Pancasila itu thogut!" di zaman Orba. Kemungkinan besar Soeharto akan perintahken anak buahnya : "Kill 'em all!"
Jangan salah, aku bukan pengagum Soeharto. Itu cuma secuil sisi positif rezim Orba. But still Orba is my ass! Aman, tapi terbelenggu. Serba murah tapi tak terbeli. Rezim dimana para priyayi berjaya, kere awet merana. Taek.
Jadi ngAlhamdulillah cuman dibubarkan, nggak dibantai habis kayak PKI di tahun 60'an. Ormas dibubarkan itu wajar kalau tidak sejalan dengan pemerintah, yang penting Islam tidak dibubarkan. Ormas itu cuman alat, tujuannya untuk berIslam yang lebih baik. Biasa ae pakde. Ormas dibubarkan saja mewek, sampeyan iku membela Ormas atau membela Islam?
Salah sendiri merencanakan makar kok terang-terangan, deklarasi Anti-Pancasila di stadion, wilayah publik. Seharusnya gerakan bawah tanah. Bergerak diam-diam, semua bidang sisusupi. Seperti metode yang diterapkan PKI dulu. Tapi percuma juga. Pancasila terbukti sakti, hanya Tuhan yang bisa menghancurkannya. Pengalaman sudah membuktikan.
Sekarang yang asyik itu jadi orang Islam yang merdeka, nggak pakai Ormas-Ormasan, nggak pakai atribut dan simbol-simbolan. Juga nggak pakai 'makelar'. Karena aku nggak mau difatwa 'makelar' untuk memilih Capres ini atau itu. Kalau soal politik sikapku tegas : I don't trust in no one but myself!
Aku lebih suka pada orang yang bisa menyembunyikan Islamnya. Bukan karena minder. Karena agama tidak perlu diperlihat-lihatkan, yang penting sebisa mungkin bermanfaat bagi orang lain dan menyebarkan kebaikan dengan cara yang mereka bisa. Islam itu soal tabiat bukan soal tongkrongan, atribut, bendera, ­­lambang, atau simbol.
Baguslah kalau kamu bersarung, berkopyah, bergamis, kalau itu menjadikanmu lebih mencintai Islam, bangga terhadapnya dan memperkuat imanmu. Tapi kalau itu menjadikanmu merasa lebih tinggi dari orang lain, lebih baik pakai pakaian berbahan karung tepung terigu cap Segitiga Biru.
Bagiku yang asyik itu melakukan kebaikan atas nama manusia, bukan atas nama agama. Makanya aku lebih suka lihat sukarelawan di daerah bencana yang mengatasnamakan organisasi sosial atau personal, nggak pakai bendera atau atribut agama. Pokoknya menolong saja tanpa perlu orang tahu agamanya.
Karena ada sebuah Ormas yang hobi ngurusi moral umat dengan cara yang brutal, pentung sana pentung sini, tapi ketika caranya yang radikal itu dikecam, mereka menunjuk-nunjukan rekaman kebaikannya, "Ini lho kami menolong korban bencana bla bla bla.." Asli menyebalkan.
Makane talah, ojok sok Islam. Bendera ditulisi kalimat tauhid. Saat demo, hidung meler, benderanya buat ngusap umbel. Orang kalau Islamnya sudah di level cinta nggak perlu menulis kalimat tauhid di bendera, di kaos, di topi, di sempak..karena sudah tertato di hatinya. Tiap kali takjub dengan kebesaranNya, secara reflek akan terucap kalimat tauhid.
Wis rek, embuh. Tolong jangan di-share apalagi di-copy paste. Juga dilarang keras di-screenshot, diedit dan disebarkan. Nek tetep nekad, iso kualat---> ngising gak mandek-mandek.
Oret-oretan ini hanya khusus untuk mereka yang berpikiran luas dan merdeka, gak gampang "masuk angin" dan nggak gampang digiring koyok kebo, dijak demo ngalor ngidul dibayar sego boengkoes iwak kont..eh tongkol. Sing kolot ojok moco. Dan dilarang keras berdebat!
Uwis.
--Robbi Gandamana--

Tidak ada komentar:

Posting Komentar