Jumat, 22 Maret 2019

Satu Hari Satu Skripsi




Aku salut sama orang-orang yang menargetkan sehari satu tulisan, satu hari satu karya, sehari satu hadits (beserta penjelasan lengkap), dan seterusnya. Aku masih belum berani begitu. Uripku gak selonggar dan sealim mereka. Mungkin nanti kalau aku sudah pensiun (tapi Tukang Gambar tidak pensiun), sudah nggak berjuang lagi nguripi anak bojo. 

Aku jenis manusia moody, melakukan sesuatu berdasar mood, kecuali hal yang sifatnya wajib. Aku nggak hobi merepotkan diri. Lha lapo. Rai cepet boros. Umur 35 wis koyok umur 50 taon. Burek jaya.

Target harianku simpel : sehari satu kebaikan atau sehari satu ilmu. Jadi nggak spesifik. Ilmu dan kebaikan itu luas. Ngasih senyuman pada temanmu itu sudah termasuk kebaikan.

Walaupun Tukang Gambar, aku nggak berani menargetkan sehari satu gambar (karya). Nggak mood nggambar, yo gak nggambar. Kecuali kerjaan kantor. 

Gambar kerjaan kantor nggak kuanggap karya. Sangat jarang aku ngaplot kerjaan ilustrasi dari kantor. Bakalan tiap hari kalau diaplot. Awakmu iso mutah-mutah. Mblenger jaya. Kalau terpaksa ngaplot, itu karena kepentingan promosi (di Page).

Berdasar pengamatanku, orang yang menargetkan satu hari satu tulisan itu biasanya nggak nyampai 3 bulan atau paling hebat setahun (ternyata dia wartawan, bendino nulis). Setelah itu kembali seperti sedia kala, mblendes jaya, bahkan malah kehabisan ide nulis. Jadinya malah nggak nulis lagi. Kentekan ilmu. 

Karena idenya kering, akhire bendino cuman tenguk-tenguk karo nyekeli manuk. Uangnya habis untuk nyemir rambut. Karena stress akibat otak diperkosa, uban pun menguasai kepala. Salahe, urip kok digawe abot se Ndes Ndess. 

Kupikir orang itu harusnya bisa mengukur diri, paham kapasitasnya. Nek uripmu longgar nggak masalah kalau bisa sehari satu tulisan. Itu bagus. Atau kalau kamu suka tantangan, harusnya sehari satu skripsi. Biar sekalian cepet mati, kena tipes akut. Kapok...huwehehehe guyon mas.

Ada juga yang masih gelagepan mbaca Qur'an tapi menargetkan sehari membaca Shalawat duaratus kali. Karena ada Ustadz yang ngiming-ngimingi hidup bakalan tentram kalau dia melakukan amalan tadi. Bagus sih, kalau itu tidak menganggu pekerjaan atau uripmu longgar. 

Kalau seorang ulama, santri atau pengangguran bisa dengan mudah melakukan amalan tadi. Tapi kalau cuman buruh pabrik, tentara, pejabat, opo maneh Presiden yang agak repot. 

Aku yakin Rasul lebih senang kita kerja serius mengabdikan diri pada keluarga, masyarakat, atau negara daripada memaksa diri membaca Shalawat duaratus kali. Saat kerja ya kerja, saatnya ngaji ya ngaji. Ojok kerjo disambi ngaji. Nggak fokus Ndes. 

Buat apa membaca sampai dua ratus kali kalau nggak khusyu. Nggak sampai seratus kali sudah lupa, "Iki maeng wis ping piro yo?" Membaca sekali pun bisa lebih baik kalau hati bersungguh-sungguh. Rasul itu mengandalkan cintamu, ketulusanmu. Jadi tidak selalu soal jumlah.

Banyak orang yang salah kaprah memahami kata "amalan". Yang di maksud amalan itu melakukan perbuatan nyata, nggak cuman membaca tok. Membaca Yasin seribu kali kalau tidak diimbangi dengan kerja ya sama saja, awet kere. Bahkan yang jarang membaca Yasin pun bisa sangat kaya raya karena kerja keras dengan benar. 

Jadi ingat cerita Cak Nun yang bertengkar sama Gus Mik saat menangani "pasien" bersama. Cak Nun memprotes Gus Mik yang menyuruh si pasien membaca Yasin 333 kali kalau ingin "penyakitnya" hilang. Lha wong baca Yasin sekali saja belum pernah apalagi 333 kali. Abot Jum.

Cak Nun lebih suka ngasih ayat pendek yang mudah dihafalkan. Dibaca berapa kali tergantung intensitas hatimu. Tuhan yang menentukan. Bisa jadi belum membaca pun sudah dikabulkan karena Tuhan  terharu dengan niat dan kesungguhanmu. 

Disembuhkan atau tidak itu semua tergantung cintamu pada kehidupan, cintamu pada Allah. Juga tergantung kepercayaanmu pada kehendak dan kasih sayangNya. Allah Maha Dermawan, Maha kasih sayang. Jadi tidak tergantung jumlah.

Wistalah, urip pisan ojok digawe repot. Sak madyo ae Ndes. Tuhan saja tidak menagih di luar batas kemampuan hambaNya, lha kok awakmu malah nggolek perkoro. Akhire opname kenek tipes. Zukk marii.

-Robbi Gandamana-

"Lords of Chaos," Kisah Musisi Black Metal yang "Sakit"


Film "Lords of Chaos" (2018) sepertinya hanya cocok untuk para metalhead, khususnya penggemar genre Black Metal. Penggemar Dangdut Koplo pasti mumet ndase nonton film ini. Gedabukanful.
Film berdasar kisah nyata (cerita diadopsi dari buku berjudul sama) ini  terlalu brutal untuk ditonton oleh priyayi, remaja masjid dan sejenisnya. Ada beberapa adegan tak senonoh yang membuat kita zina mata.
Band Black Metal Norwegia memang beda. Mereka benar-benar 'black', Satanis sejati. Bukan band pencitraan yang mencitrakan diri Anti-Christ. Seperti kebanyakan band Metal Amrik, Inggris, atau Jerman yang seolah-olah Satanis tapi ternyata enggak. Bertampang iblis hanya untuk kepentingan entertainment (menarik perhatian), walau ada yang Anti-Christ tulen.
Sebut saja Kiss, Black Sabbath atau Alice Cooper, mereka adalah karakter kartun milik umum. Satanis kartun. Nggak benar-benar memuja setan, mereka entertainer. Semakin kontroversi semakin banyak mendapat perhatian.
Film ini berkisah tentang perjalanan band Mayhem dan para personilnya yang kontroversial. Adalah Oystein "Euronymous" Aarseth ( diperankan Cory Culkin) sang gitaris pendiri band dan Varg "Count Grishnackh" Vikernes (Emory Cohen), bassis. Juga kisah singkat Dead  alias Per Yngve Ohlin  (Jack Kilmer), vokalis pertama Mayhem yang mengabdikan hidupnya untuk kematian.
Dead bunuh diri sesuai saran Euronymous, "Ada jalan keluar jika kau benar-benar depresi. Satu tembakan di kepala, dan semuanya berakhir. Tak ada lagi rasa sakit."
Dead adalah orang yang sangat membenci (pembunuh) kucing. Dia bisa begitu "sakit" karena saat kecil selalu diusik, dibully dan dipukuli hingga begitu parah. Membuatnya selalu depresi. Kadang dia benar-benar mati untuk sesaat.  
Dead mati di saat Mayhem  mulai terkenal di kalangan metalhead Norwegia. Bunuh diri dengan menembakan senapan laras panjang di jidatnya. Serpihan tengkoraknya dijadikan kalung oleh para personil Mayhem. Hanya sang bassis, Jorn 'Necrobutcher' Stubberud,  yang menolak. Keputusan itu membuatnya dipecat dari Mayhem (yang nantinya digantikan oleh Varg Virkenes).
Mayhem memang band orang sinting. Euronymous pernah bilang, "Kami tak punya fans fanatik perempuan. Kau takkan tahu harus bagaimana dengan mereka. Kami tidak menginginkan mencumbu fans wanita. Kami menyukai kehancuran dan penderitaan. Saat orang mendengar musik kami, kami ingin mereka melakukan bunuh diri."

Film ini menyorot soal dekadensi moral musisi maupun fans band Black Metal di Norwegia. Yang paling parah adalah Varg Virkenes. Dia adalah pelaku pembakaran sejumlah gereja di Norwegia. Varg juga seorang Paganisme, kepercayaan yang dianut oleh bangsa Viking sebelum adanya Kristenisasi di Norwegia.
Pembakaran gereja yang dilakukan Varg adalah dendam lama seorang fanatik Viking terhadap Kristen. Dia menginginkan mengenyahkan semua agama langit di Norwegia.
Varg Vikernes adalah seorang kriminal kelas berat. Disamping melakukan pembakaran gereja, dia juga membunuh dengan keji Euronymous karena sakit hati selalu diremehkan plus dikibuli. Tapi Varg menyangkal tuduhan ini dan berdalih bahwa dia terpaksa membunuh karena membela diri.
Varg Virkenes memang manusia kacau. Walau sebenarnya dia musisi jenius. Dia pendiri band Burzum. Semua instrumen dimainkan oleh dia sendiri, dari vokal, gitar, bass, sampai drum.
Varg Virkenes  juga seorang aktivis. Anggota Cymophane (kelompok neo-Nazi). dan juga terlibat dalam Norwegian Heathen Front, sebuah bagian dari kelompok Jerman Heathen Front, sebuah organisasi pagan. Kedua kelompok itu didirikan dan dipimpin oleh Varg sendiri. Tapi di film ini tidak terlalu diekspos.

Musik harusnya jadi sarana pelampisan saja. Nggak terus jadi agama. Bagiku musik metal adalah pelampiasan sisi gelap. Tapi bisa juga melampiaskan sisi kekanakan dan sisi-sisi yang lain. Tergantung genre musiknya. Band Metal banyak jenisnya.
Di Endonesyah kebanyakan Metalheadnya cuman "pencitraan". Mencitrakan diri sangar, tapi sebenarnya pemalu. Seolah-olah Satanis, tapi saat ditagih debt collector, berdoanya khusyu sekali.
Metalhead di sini hanya mengambil kulit luarnya, semangatnya. Saat di konser jingkrak-jingkrak dan misuh-misuh gak karu-karuan. Setelah selesai konser, pulang ke rumah hidup normal seperti biasa : kerja bakti, rapat warga, Jum'atan, ngemong anak, ngliwet, nguras jeding, blonjo tuku tempe. Gak sangar blas.
Anak band Black Metal di sini dengan anak band Black Metal Norwegia itu beda banget. Band Mayhem ini nggak cuman sekedar memainkan musik iblis, tapi juga punya tempat pemujaan setan yang bernama Black Circle. Anggotanya orang sinting beneran dan para psikopat yang terobsesi membunuh orang. Remuk total.
Untuk lebih jelasnya monggo ditonton sendiri filmnya. Capek nulisnya. Enak awakmu moco tok ae.

Robbi Gandamana, 21 Maret 2019


Detail Film :
Sutradara             :  Jonas Akerlund
Produser               :  Kwesi Dickson, Danny Gabai, Jim Czarnecki, Erik Gordon, Jack Arbuthnott, K Mori
Skrip                       :  Dennis Magnusson, Jonas kerlund
Adopsi                    :  Buku "Lords of Chaos" oleh Michael Moynihan and Didrik Sderlind
Pemeran               :  Rory Culkin, Emory Cohen, Jack Kilmer, Sky Ferreira
Musik                     :  Sigur Rs
Cinematorafi      :  Pr M. Ekberg
Editor                     :  Rickard Krantz
Diproduksi          :  Insurgent Media, Scott Free Films, RSA Films, Eleven Arts
Distributor          :  Arrow Films (Inggris)
Tanggal Rilis      :  23 Januari 2018 (Sundance Film Festival), 29 Maret 2019 (Inggris)
Durasi waktu     :  118 menit
Negara                  :  Inggris, Swedia
Bahasa                  :  Inggris
Genre                    :  Biografi, Drama, Horror, Thriller
Skor                       :  6.5/10

(Sumber : Film "Lords of Chaos", IMDb, Wikipedia dan interprestasi pribadi.)

Rabu, 13 Maret 2019

Tahun "Pergantian Pemain"




Ya'opo rek, sedino wingi ping telu ngelayat wong mati. Mati kok janjian. Ada yang meninggal karena memang sudah tua, ada yang kena diabetes akut dan ada yang wafat karena kanker yang membuat hidungnya krowak. Ngeri. 

Aku jerawaten nang isor lambe ae wis misuh-misuh (padahal jadi mirip Rano Karno jaman nom-noman), ndane nek irungku krowak. Dasar aku manusia yang tidak pandai bersyukur. Ya Alloh ojok sampek aku dike'i penyakit koyok ngono yo.  Aamiin. 

Tiga orang yang wafat tadi kok ya timingnya pas --> hari libur, tanggal muda dan hari Kamis (malam Jum'at). Hari libur : nggak perlu ribet ke HRD ijin nggak masuk kerja. Tanggal muda : bisa nyumbang banyak karena uang gaji baru cair. Dan kematian di malam Jum'at adalah saat yang istimewa bagi seorang Muslim. Untuk penjelasannya silakan tanyakan pada Ustadzmu. Aku males njelasno. Nggolek enake tok ae koen iku.

Tahun ini sepertinya tahun "pergantian pemain" . Banyak kelahiran tapi juga banyak kematian. Hampir tiap hari di medsos maupun dunia nyata selalu ada berita kematian juga berita kelahiran seorang teman atau orang terkenal. 

Nek awakmu wis kroso ambekanmu mengkas mengkis, menggak mengguk, wotak watuk, ngisang ngising ae, ototmu moro-moro obah dewe, jidatmu berdenyut terus, wetengmu kroso isis padahal ganok angin..siap-siap ae dijemput malaikat Izrail. Terutama yang umurnya 65 tahun ke atas. Nek watuk untune katut metu. 

Yang memenuhi kriteria ciri-ciri akan mati di atas, mulailah hunting kayu gawe peti mati sing apik. Nggak perlu Jati. Tapi nek iso ojok kayu Randu, opo maneh kayu kum-kuman banyu peceren. Ambune badek Ndes.  Sekalian kain kafan sing SNI. Golek nang Pasar Klewer. 

Tapi sebenarnya mati itu tidak ada hubunganya dengan sakit. Banyak yang sehat nggak ada apa-apa lha kok ndilalah mati. Ada juga yang sakit bertahun-tahun tapi nggak mati-mati. Awet rekoso. Tuhan pancen seneng guyon kok. Bahkan sebenarnya hidup itu juga nggak ada hubungannya dengan mati. Hidup itu tugas manusia, mati itu urusan Tuhan. 

Dan kematian juga tidak didominasi oleh kaum tua. Arek cilik umur 9 tahun sing wis mati yo akeh. Tapi yang mempunyai kans besar dijemput malaikat pencabut nyawa adalah kaum tua renta. Wis wayahe lah. Mosok urip terus. Tapi sebenarnya manusia itu makhluk abadi. Mati itu cuman soal biologis. Masio awakmu diidek-idek nganti penyet, kamu tetap ada. Sejatinya kita nggak mati, cuman ganti alam. 

Konon yang umurnya panjang itu yang telinganya budek. Karena sering nggak dengar saat dipanggil Tuhan. Itu katanya lho. Embuh iku betul opo ora, ojok percoyo. 

Superman, Hulk, Batman juga pasti tua dan mati. Cuman nggak akan diperlihatkan di filmnya. Penonton bakal kecewa. 

Juga jangan dikira kalau yang suka merokok umurnya pasti pendek. Bapakku perokok berat meninggal di umur 76. Tapi meninggal karena diabetes, bukan karena rokok. Kalau bungkus rokok dikasih peringatan : Rokok membunuhmu, harusnya gula juga dikasih peringatan di bungkusnya : Gula membunuhmu. Karena ternyata gula bisa lebih membunuh daripada rokok. 

Oke, menurut pakar kesehatan, diabetes bukan penyebab kematian, tapi diabetes adalah induknya segala penyakit. Penderita diabetes meninggal bukan karena diabetes tapi karena komplikasi yang disebabkan diabetes. Yo podo ae asline, penyebab utamanya adalah diabetes, kadar gula berlebih.

Aku nggak ngerokok rek, tapi nggak begitu setuju fatwa rokok haram. Sehat atau tidak sehat itu tidak ditentukan oleh rokok. Tapi oleh bagaimana caramu merokok. Sebelum merokok kenali tubuhmu dulu. Kalau lidah dan tubuhmu menolak, berhentilah merokok. Paru-parumu jebol engkok. Tiap manusia punya kapasitas atau ketahanan tubuh yang berbeda.

Hanya Allah yang berhak mengharamkan. Kalau ada fatwa yang mengharamkan rokok, itu cuman tafsir ulama. Fatwa Ulama itu tidak mengikat, bebas, dilaksanakan monggo, nggak dilaksanakna sakarepmu kono. Lha wong cuman Ulama, bukan Rasul. Kalau Rasul pasti benar. Beragama itu harus berdaulat, jangan jadi taqlid buta. Ojok koyok arek cilik, diakali manut ae.

Kalau rokok haram, kenapa gula nggak diharamkan sekalian. Karena penyebab kematian terbesar saat ini adalah diabetes, bukan paru-paru atau  kanker mulut. Jangan percaya begitu saja kalau rokok itu pasti membuat orang cepet mati. Bahkan ada seorang dokter di Malang yang menggunakan rokok sebagai terapi penyembuhan. Mumet ndasmu khan. 

Karena propaganda soal rokok membunuhmu itu kerjaan para Kolonialis Global yang dipimpin oleh Amrik yang tujuannya menghancurkan komiditas tembakau kita yang kualitasnya super di seluruh dunia. Nggak cuman tembakau, tapi juga kelapa, garam, dan banyak lagi. Bangsa kita dilarang besar. Biar gampang diadudomba, enak njajahnya bla bla bla sudah aku tulis dulu.

Tenang ae talah, kita ini bangsa Nusantara yang punya teknologi jiwa yang bernama sugesti. Apa saja yang masuk diperutmu yang menurut orang sono nggak sehat, kalahkan dengan sugestimu, kalahkan dengan kekhalifahanmu. Kun fayakun penyakit minggat!

Bayi cuman dikasih tajin dan pisang saja bisa tumbuh besar. Badan kita memang cebol, tapi punya ketahanan yang luar biasa. Tentara Amrik saja heran lihat tentara Indonesia yang kuat (diuji) bertahan hidup di dalam hutan selama sebulan tanpa bekal makanan, atau menyelam di dasar laut yang dalam tanpa peralatan memadai. 

Kembali ke soal mati.

Kita semua sedang menuju kematian. Wis talah kita pasti mati, cuman nggak tahu nomer antriannya. Kematian itu menakutkan, maksudnya kita nggak tahu saat dalam keadaan bagaimana kita mati. Alhamdulillah kalau matinya saat shalat atau ibadah. Lha kalau matinya saat nonton konser dangdut koplo sing penyanyine sempakan tok, opo gak medeni. 

Kalau ada yang bilang "Aku nggak takut mati!" itu dalam rangka menenangkan diri. Tentara sing jarene gagah berani iku ae yo asline wedi mati nek perang. Eling anak bojone, ya'opo carane tetep urip. Ojok percoyo karo Rambo. Gak onok tentara koyok ngono iku. Rambo iku koyok pepatah Jowo "ulo marani gepuk". 

Karena ini tahun "pergantian pemain" maka persiapkan dengan baik kematianmu. Terutama sing wis tuwek-tuwek. Ojok kakean pringisan. Gak usah terlalu serius mbelani Capresmu. Capresmu gak iso nulung pas nyowomu dicabut malaikat Izrail. 

Sip yo, tulisan mbois iki rek. Bukan karena apa, tapi nasehat yang paling baik itu soal kematian.

-Robbi Gandamana-

Sebelum Teriak "Kafir!" Belajarlah Jadi Manusia Dulu


Tulisan ini bisa mencerahkan tapi sekaligus bisa sangat menyesatkan. Tergantung pada kemampuan otak  kalian. Medeni.
Soal fatwa penghapusan sebutan kafir buat Non Muslim oleh NU, bagiku itu oke-oke saja. Malah bagus. Lanjutken!
Nggak cuman tubuh yang ada auratnya, kata pun ada auratnya juga. Nggak semua kata bisa kita ucapkan di depan publik. Seperti juga kata "kafir". Nggak sopan kalau kita terang-terangan di medsos atau di depan umum menyebut orang Non Muslim dengan sebutan kafir.
Maksudnya NU melarang menggunakan istilah kafir buat non muslim itu agar kita tepo seliro. Kata "kafir" itu menyinggung perasaan. Nggak masalah bila menggunakan kata "kafir" di acara intern umat Islam.  Jadi monggo saja cangkemu muni kofar kafir kalau itu di acara pengajianmu.
Semua agama punya sebutan khusus buat pemeluk di luar agamanya. Dan itu jangan sampai diucapkan di depan publik. Lonte pun akan tersinggung kalau dipanggil lonte. Jangankan dengan Non Muslim, antar sesama Muslim pun (beda madzhab) sebenarnya nggak sopan kalau terang-terangan.
Aku pernah lihat pidio yang dibuat oleh Muslim Konservatif yang intinya melarang (bid'ah) salaman setelah shalat. Di pidio tersebut digambarkan seseorang yang setelah shalat jamaah meminta salaman pada jamaah di kanan, kiri dan belakangnya. Wajahnya terlihat pekok banget. Dan yang diajak salaman juga terganggu.
Aku nggak setuju dengan pidio semacam itu. Monggo saja kalau di keyakinanmu salaman itu bid'ah. Tapi membuat pidio seperti itu cuman merusak persaudaraan antar umat Muslim. Nuansa ejekan pada umat yang suka salaman setelah shalat sangat terasa di pidio tadi.
Salaman itu budaya atau kearifan lokal. Bukan akidah dan nggak ada tuntunannya, tapi juga nggak ada larangannya. Itu nggak masalah. lha wong dilakukan setelah shalat, nggak dilakukan di tengah-tengah shalat.
Ada banyak makna yang tersirat (yang tak terucap) di dalam salaman : "Selamat hari ini kita masih punya iman sehingga bisa shalat berjamaah", "Selamat kita diberi kesehatan sehingga kita bisa melakukan ibadah Shalat jamaah", dan banyak lagi...uakeh lah.
Jadi silakan saja setelah shalat kamu salaman, push up, koprol, gulung-gulung. Bebas, mau salaman monggo, nggak salaman juga ora popo. ---Ini sudah aku tulis di cerpenku "Mencari April" di Kompasiana kemarin. Asline  "Mencari April" itu bukan Cerpen, tapi opini yang dibungkus fiksi. Rugi nek gak moco (promosi)---
Ya'opo se arek-arek iku, kearifan lokal bangsanya sendiri ditertawakan. Padahal orang Arab itu kagum dengan kearifan lokal bangsa Nusantara. Beda ras, suku, agama, tapi bisa guyub rukun. Wong Arab iku akeh podoe, raine mirip, tapi gampang perang. Asline BUDAYA Islam yang terbaik itu di Nusantara Ndes. Secara sosial dan budaya di sini jauh lebih bagus dari Arab. Di sana nggak ada Halal bi Halal.
Sekarang ini banyak Ustadz Cangkokan yang hapal dalil tapi nggak paham budaya bangsanya sendiri. Malah mengagungkan budaya Arab. Mereka sangat santun dalam pergaulan sosial. Tapi kalau sudah naik mimbar, ganas men. Teriak-teriak kafir di corong masjid yang terdengar luas di seantero kampung. Ngeriiiii. Mungkin kehidupan seksnya menyebalkan.
Berguru pada Ulama Arab itu bagus, hafalan dalilnya dahsyat. Qur'an, hadits dan kitab yang lain diwolak-walik kayak apa pun tetep apal. Cuman kelemahan mereka adalah nggak ada ikatan batin dengan budaya Nusantara. Nggak paham konsep budaya kita. Tiap ada acara upacara budaya selalu difatwa syirik.
Syirik itu peristiwa sederhana, jika di hatimu ada Tuhan selain Allah. Jadi selama hati bertauhid, nggak masalah melakukan kegiatan budaya apa pun (tentunya jauh dari maksiat). Budaya itu budidaya atau kreatifitas manusia, ibadah muamallah. Jadi itu bukan nambahi, tapi membuat Islam lebih indah. Yang penting ibadah wajib (Rukun Islam) tidak diotak atik atau ditambahi.
Upacara budaya di Nusantara itu konsepnya manembah. Semua ditujukan untuk  Tuhan. Nama Tuhannya sesuai dengan kepercayaan agamanya masing-masing. Apa itu Allah, Alloh, Sang Hyang Widhi, Yehova, sakarepmu kono.
Alam semesta itu seniornya manusia. Sebelum Tuhan menciptakan manusia, Tuhan menciptakan Alam semesta, hewan dan setelah itu baru manusia. Ritual budaya itu penghormatan pada alam di dalam perhomatan pada Tuhan. Seperti kita taat pada pada orang tua, itu sebenarnya dalam rangka taat kepada Tuhan.
Jangan dipikir benda mati itu mati. Belajarlah pada kisah bukit Uhud yang ikut marah ketika Rasul terkena panah di lehernya saat Perang Uhud. Tanaman berbuah pun jika diperlakukan secara "mesra" akan lebih banyak produktifitas buahnya dibandingkan dengan tanaman yang dicueki. Ini sudah ada penelitiannya. Mereka juga punya rasa, tapi tidak bisa mengekspresikannya kayak manusia.
Jangan heran kalau kamu menemui ada orang tua Jawa sepuh di pelosok desa yang slametan jenang merah untuk sapinya. Pecah ndasmu kalau cara berpikirmu masih linear. Nek gak paham konsepnya ojok gampang syirak syirik aeMenengo lambemu.
Juga pada Buku Primbon, nggak usah disyirik-syirikan. Itu hasil ijtihad orang Jawa. Seperti zaman sekolah dulu. Saat pelajaran IPA ada pelajaran yang menyebutkan Komet Halley adalah komet yang terlihat dari bumi setiap 75-76 tahun. Apa itu ramalan? nggak khan. Primbon yo koyok ngono iku, itu semua hasil dari penelitian dan pengamatan yang panjang. Ilmu titen wong Jowo.
Pokok nek soal koyok ngene iki belajarlah pada Anak Maiyah. Aku guduk wong Maiyah rek, ilmuku pas-pasan. Tapi pede nulis soal agama. Jarno ae. Hobiku pancen menyesatkan kok.
Jadi soal pelarangan mengucapkan kafir untuk Non Muslim itu nggak masalah. Itu untuk menjaga persaudaraan antar umat beragama. Membendung kelakuane arek cilik saiki sing tas ngerti agama dengan rileksnya mengkafir-kafirkan non muslim di medsos. Swemproel. Daripada hijrah berhijab panjang tapi menyakiti perasaan manusia, mending jadi muslim yang biasa saja. Belajar jadi manusia dulu.
Aku bukan orang NU, tapi menurutku NU itu penjaga gerbang perdamaian antar umat. Negeri ini akan aman-aman saja kalau NU masih mayoritas. Apa jadinya negeri Nusantara ini kalau Muslimnya mayoritas aliran konservatif. Budaya Nusantara punah. Dikit-dikit bid'ah, syirik, nggak mau menghormati bendera merah putih, dan banyak lagi. Ajur Jum.
Wis ngene ae. Sip. Awas pendangkalan akidah.
-Robbi Gandamana-

Minggu, 03 Maret 2019

Belajar Kehidupan dari Film "Green Book"



Kalau soal film, aku agak pilih-pilih. Film lawas nggak masalah, sing penting mbois. Film drama juga no problem, asal nggak drama Korea. Bukan karena apa, aku sering kali tersinggung kalau lihat film Korea. Nggak ngerti bahasanya. 

Bagiku film yang bagus itu harus mencerdaskan. Film super hero memang seru, tapi isine cuman bak buk bak buk baku hantam sampai nyonyor, nggak ada sesuatu yang bisa di bawah pulang. Sesuatu yang bisa menginspirasi. Menjadikan kita manusia yang lebih baik. 

Aku nggak anti film super hero, tapi film jenis ini bagiku cuman asyik di tontonan. Nggak mencerahkan. Jenis film yang mengajak "onani" berjamaah tapi tanpa orgasme. Kita diajak memasuki dunia imaji yang "wah", absurd  dan naif. 

Terakhir kali aku nonton film super hero, aku merasa ditipu luar dalam. Akhire kuputuskan, nggak super hero-super heroan. Aku nggak mau jadi Hulk. Aku nggak ingin jadi Superman. Nggak sopan, sempaknya dipakai di luar celana. Mending nonton film kartun (animasi). Sekalian naif (khayal) 100%. Menyalurkan sisi kekanakanku. 

Tapi itu semua soal selera, nggak bisa dipaksa sama. Yang aneh lagi itu penggemar film Horror. Kok mau-maunya mbayar untuk ditakuti-takuti. Sampeyan iku ya'opo se. Tapi setidaknya itu yang mengilhami Ozzy Ousborne Cs. menbentuk band rock Black Sabbath. Meramu musik rock dengan konten horror. Cari uang dengan menakut-nakuti orang. 

Banyak film bagus di tahun 2018 kemarin yang lumayan inspiratif. Yang masuk seleraku. Nggak sekedar seru. Sebut saja The Commuter, The Outsider, The Spy Who Damned Me, Red Sparrow, Papillon, Bohemian Rhapsody, Green Book dan banyak lagi. 

Bagiku yang terbaik adalah Green Book. Film ini masih anget. Diproduksi tahun 2018, tapi baru tayang di Indonesia bulan januari 2019 kemarin. Film yang recommended untuk ditonton. Cuma film drama, tapi dijamin tidak membosankan. Banyak pelajaran hidup yang bisa diambil dari kisah di film tersebut. 

Seperti  saat Dr. Don Shirley (Mahershala Ali)  mengkritik Tony Lip (Viggo Mortensen) yang tidak sanggup mengontrol emosi, memukul wajah polisi yang mengejeknya sebagai "separuh negro". Don Shirley yang tidak melakukan apa-apa jadi kena getahnya. Mereka berdua pun mendekam di kamar tahanan polisi. 

"Kau tidak akan pernah menang dengan kekerasan. Kau menang ketika kau menjaga martabatmu. Martabat selalu menang." kata Don pada Tony saat berada di kamar tahanan.  

Tapi untungnya Don Shirley punya kenalan pejabat penting (Robert Francis "Bobby" Kennedy). Mereka berdua pun dibebaskan tanpa syarat setelah Don menelponnya. 

Film ini menyorot rasisme yang terjadi di Amrik tahun 60'an. Dibumbui kisah persahabatan antara Tony Lip sopir yang semau gue dan Dr. Don Shirley seorang pianis khusus musik klasik keturunan Afrika yang  priyayi. Tingkah lakunya Islami. 

---Islami itu suatu sikap atau keadaan yang mencerminkan Islam. Walaupun non Muslim tapi kalau tingkah lakunya bener (sopan, jujur, mau antri, buang sampah pada tempatnya, dan banyak lagi) itu bisa dikategorikan Islami. Dulu pernah ada survei negara yang paling Islami. Ketika yang terpilih Irlandia, Muslim Kagetan pada ngamuk, "Ya'opo se! yang paling Islami yo Arab!" Oala repot mungsu arek cilik, gak paham kata---

Film berdasarkan kisah nyata ini cukup menghibur, karena diselingi dengan guyonan-guyonan elit khas Amrik. Persahabatan antara pianis negro dan sopirnya yang bule keturunan Italia memang aneh di Amrik saat itu. Budaya rasisme masih sangat kuat. 

Ketika berhenti di Lampu Merah, orang-orang melihat mereka dengan tatapan aneh. Karena jarang ada negro yang disopiri bule. Saat radiator mobil bermasalah di perkebunan kapas. Para buruh kapas (negro) banyak yang menghentikan pekerjaannya. Mereka terheran-heran melihat Tony memperbaiki radiator, sementara Don yang negro itu duduk rilek di jok belakang. Di zaman itu nggak ada bule yang jadi bawahannya negro. 

Sama kayak di Endonesyah. Bayangkan saja kalau ada orang Tionghoa jadi jongos dan bossnya wong Jowo. Rasanya kok fals.

Green Book sendiri adalah semacam buku panduan yang berisi daftar tempat penginapan khusus untuk orang negro (kulit berwarna). Seorang negro yang salah masuk hotel atau bar bisa babak belur dihajar oleh para Yankee (bule Amrik).

Walaupun semau gue, sebenarnya Tony Lip adalah pria keren yang bisa diandalkan. Punya tanggung jawab dan dedikasi  yang tinggi pada keluarga dan pekerjaannya. Seperti prinsip hidupnya : "Apa pun yang kau lakukan, lakukan seratus persen. Ketika kau kerja, kerjalah dengan sepenuh hati, ketika kau tertawa, tertawalah sepuasnya. ketika kau makan, makan seperti itu makanan terakhirmu."

Kisah berawal ketika Don Shirley membuka lowongan kerja seorang sopir. Berdasar rekomendasi dari seseorang, Don Shirley secara pribadi menelpon Tony Lip menawari pekerjaan itu. Tony Lip yang kehilangan pekerjaan karena klub malam tempatnya bekerja akan direnovasi, langsung tertarik. Awalnya menolak, tapi karena gajinya oke dan dia sendiri butuh duit, pekerjaannya pun diambil. 

Tony Lip nggak cuman jadi sopir tapi juga asisten pribadi. Tapi dia menolak disuruh-suruh melakukan pekerjaan babu : menyetrika baju, menyemir sepatunya Don Shirley. Dia hanya mau mengantarkan dari titik A ke titik B dan menjamin tidak ada masalah yang menimpa Don Shirley. Karena Tony Lip nggak cuman pinter nyupir, tapi juga bakat gelut.

Don Shirley adalah seorang negro yang beda dengan negro kebanyakan. Segala tindakan dan ucapannya mencerminkan seorang bangsawan, priyayi. Dia punya gelar Doktor pada Psikologi, Musik, dan Seni Liturgis. Lulusan perguruan tinggi ternama. Yang jelas bukan lulusan IKIP. 

Don Shirley belajar piano klasik di Leningrad Conservatory of Music. Khusus memainkan musik klasik dari Brahms, Franz Liszt, Beethoven, Chopin, Addie MS..eh, wong iki gak masuk itungan ding. 

Karena lama bergaul dengan kaum intelek dan priyayi, Don Shirley sampai nggak paham musik kaumnya sendiri (negro) seperti Chubby Checker, Little Richard, Sam Cooke, Aretha Franklin dan banyak lagi, paling awakmu yo gak paham.

Film iki mbois rek. Sangat recommended. Bersih dari adegan tak senonoh seperti kebanyakan film drama Barat. Jadi cocok untuk ditonton oleh remaja masjid. Ajaklah Habibmu nonton film ini. 

Wis ngene ae rek, mending langsung nonton ae

-Robbi Gandamana-


Detail Film : 
Judul: Green Book 
Rilis : 30 Januari 2019 
Pemeran : Viggo Mortensen (Tony Lip), Mahershala Ali (Dr. Don Shirley), Linda Cardellini (istri Tony) 
Sutradara: Peter Farrelly 
Genre: Biografi, Komedi, Drama 
Skor: 8.3/10 

Jangan Sibuk Mencari Kebenaran



"Jangan sibuk mencari kebenaran, sibuklah dalam berbuat kebaikan," sebaris kalimat sakti dari Cak Nun ini membuka pori-pori  kreatifitasku untuk menuliskannya (menjabarkannya lebih mendalam). Soal penafsiranku salah atau betul, aku gak eruh. Makane ojok di-share.
---Aku khan wis ngomong nek aku iki wong ndlahomAku cuman ngembangno (menafsirkan) pemikiran Cak Nun (atau siapa pun) sehingga menjadi tulisan. Dari satu video Cak Nun, aku bisa nulis lima tulisan. Satu kalimat kunci dari Cak Nun tak odot-odot (boso Endonesane opo rek) sampai akhirnya (seolah-olah) jadi tulisan.---
Saat ini (terutama di Medsos) kita terlalu sibuk pamer kebenaran. Kebenaran diadu dengan kebenaran. Orang-orang debat nggak ada capeknya. Sampek ndase umeb nggak akan pernah ada ujungnya. Lha wong sudah tahu beda kok dipaksa sama. Kamu ngefan Bon Jovi, dianya ngefan Bon Cabe. Yo gak nyambung.
Akhirnya banyak orang kehilangan nafsu bermedsos (termasuk aku) karena di sana banyak orang perang kebenaran. Tiap hari eker-ekeran, perdebatan sengit, dan atau saling ejek antar pendukung Capres yang berbeda. Bermedsos itu cari senang kok malah jadi stress. Tai ngasu tenan.
Nggak masalah kamu menyanjung tinggi jagoanmu, pilihan Capres-mu, tapi nggak asyik kalau itu sambil menghujat pilihan orang lain yang berbeda dengan pilihanmu. Akhirnya terseret dalam perdebatan sengit. Pilihan Capres itu soal selera. Selera nggak bisa dipaksa sama. Seleramu lagu "Cinta Terlarang", dia sukanya  lagu "Cinta Termurah". Yo gak ketemu.
Benarmu dengan benarnya dia itu beda. Dan benar itu level dasar untuk menjadikan kebaikan. Benar nggak mesti betul, karena kebenaran itu bukan kebetulan. Bingung khan? Kapok koen.
Selama ini kita menganggap kalau sudah merasa (berbuat) benar merasa sudah berbuat kebaikan. Ingat, berbuat benar itu level dasar untuk menuju kebaikan. Itu bukan prestasi yang sesungguhnya. Kebenaran adalah bahan untuk membuat kebaikan.
Seumpama masak, kebenaran itu bahan mentahnya : kubis, garam, gula, tomat, terasi, bawang dan seterusnya. Kebaikannya adalah bahan-bahan itu semua diracik, diulek, dimasak dijadikan sayur yang enak sehingga membuat banyak orang senang disuguhi hasil racikan (sayur) itu.
Kamu shalat lima waktu itu baik dan benar, tapi itu bukan prestasi. Prestasi itu kalau shalatmu bisa menjadikanmu bermanfaat buat dirimu, orang lain dan atau lingkungan sekitarmu. Puasa senin kemis itu bukan prestasi kalau tidak menjadikanmu manusia yang lebih baik, bermanfaat bagi semuanya.
Ng-Alhamdulillah kalau kamu sudah berjilbab panjang. Tapi itu bukan prestasi walau itu level iman yang oke. Prestasi kalau dengan jilbab panjangmu kamu tetap rendah hati, tidak merasa paling surga, tidak merasa paling berhijrah. Lebih baik jangan pernah merasa sudah hijrah. Biasa ae. Sekelas Nabi saja masih merasa dirinya dzalim.
Jadi lebih baik berlomba-lomba membuat kebaikan, nggak usah berlomba-lomba memperdebatkan kebenaran. Perdebatan cuman menghasilkan permusuhan. Itu pasti! Koncomu entek. Jangankan debat, aku cuman nulis status berbau agama, selalu saja ada yang unfriend. Sepertinya dia lelah.
Jangan salah paham dengan "sebarkanlah ilmu walau satu ayat". Ayat disebar tapi tanpa penjelasan yang cerdas akhirnya malah menyesatkan, ndlahom jaya. Karena kebenaran itu beragam dan bertingkat-tingkat. Sopo mbiyen sing nyebarno hadits soal perintah membunuh cicak rek. Walaupun itu hadits sahih pun aku tidak akan membunuh cicak. Pakai otak dan hati kalian.
Kebenaran tidak untuk diperdebatkan. Cukup dilakoni ae. Makane ono pepatah Jawa "Ilmu kuwi kelakone kanthi laku." Ilmu nggak akan nyampai padamu kalau hanya dari kata-kata atau logika. Atau Ilmu akan percuma kalau cuman teori di atas kertas tanpa pernah diamalkan.
Sip yo, ijin share.

-Robbi Gandamana-