Rabu, 24 April 2019

"The Dirt", Kisah Band Rock Motley Crue yang "Husnul Khotimah"



Film "Dirt" (2019) memang sesuai dengan judulnya. Film ini dirtbanget alias kotor alias kopros bin nggilani. Brutal, urakan, sedikit porno plus komedi menghiasi film ini. Ada perasaan aneh saat ihat film ini: menghibur dan miris di waktu yang bersamaan.
Film yang menceritakan perjalanan band Motley Crue, band Glam Rock yang terkenal di era 80an ini memang oke dari segi tontonan. Tapi menurutku saru kalau untuk penonton Indonesia. Nggak sesuai dengan adat ketimuran. Nggak sopan.
Seperti kebanyakan film bertema rock star, Film ini menyoal dekadensi moral yang akut para musisi Glam Rock, khususnya Motley Crue, di seputaran Sunset Strip Los Angeles tahun 80-an. Kota pusat band-band Glam Rock yang ngehits di era itu. Yang merias wajahnya kayak cewek. Pakai bedak, lipstik dan celak. Muka Tessy tapi hati Rocky.
Hari-hari penuh dengan narkoba, seks bebas, dan tentu saja rokenrol. Tiga hal yang nggak bisa dipisahkan dari musisi rock di zaman itu. Bejat total.
Saat wabah AIDS melanda, banyak dari mereka yang ketakutan. Klinik penyakit kelamin laris manis. Banyak yang keluar dari klinik langsung sujud syukur. Karena cuma kena sipilis.
Tapi soal penyakit kelamin tidak masuk dalam cerita film. Nggak etis.
Kisah film diadopsi dari buku "The Dirt: Confessions of the World's Most Notorious Rock Band". Sebuah buku autobiografi band Motley Crue yang ditulis oleh para personil Motley Crue dan Neil Strauss.
Kisah diawali dari Nikki Sixx sang pembetot bass. Nikki Sixx bernama asli Frank Carlton Serafino Feranna, Jr. Sesuai dengan nama Ayah kandungnya yang minggat sejak Nikki masih berumur 2 tahun.
Masa kecil Frank Carlton amburadul banget. Kurang kasih sayang dan kerap mendapat perlakuan kasar dari pacar ibunya. Ibunya adalah single parent yang kurang perduli dengan Frank. Dia lebih suka ber"bussiness of love" dengan para lelaki yang mau jadi pacarnya.
Kesabaran ada batasnya. Karena terus-terusan diperlakukan buruk oleh ibu dan pacarnya, Frank Carlton tumbuh menjadi anak bengal. Puncaknya Frank kalap, dia merobek tangannya pakai belati dan memfitnah bahwa ibunya yang menyerang dia. Ibunya pun dipenjara.
Parah. Sudah bengal durhaka pula. Sepertinya kisah masa kecil Nikki Sixx mirip dengan sinetron "Ratapan Anak Bombay".
Masa muda Frank Carlton dihabiskan di Hollywood. Di sana dia memulai karier sebagai musisi rock. Tentu saja jalan menuju ke sana tidaklah semulus pahanya Luna Maya. Berbagai rintangan dan cobaan menimpa Frank . Saat itu dia bangkrut, kelaparan dan tak ada satu orang pun yang bisa dipercaya.
Frank untuk kesekian kali menelpon ayah kandungnya. Sayangnya sang ayah tidak mengakui Frank sebagai anaknya dan menyuruh tidak menelponnya lagi. Frank sadar bahwa dia hanya mengharapkan hantu, seorang ayah yang tidak pernah hadir untuk dirinya. Frank pun memutuskan dengan niat lillahitaala mengganti namanya secara resmi menjadi Nikki Sixx.
Singkat cerita, setelah jatuh bangun membangun kariernya, ndilalah kersaningalah Nikki Sixx ditemukan sama Tommy Lee (drumer) di sebuah cafe. Tommy yang saat itu masih belia diajak Nikki membentuk band. Melalui proses audisi yang unik mereka sepakat memilih Mick Mars (gitaris) dan Vince Neil (vokalis).
Aku pertama kali kenal Motley Crue lewat lagu "Home Sweet Home" saat masih sekolah pakai celana pendek biru. Lagu rock ballad yang oke. Sama sekali tidak membayangkan kalau personil Motley Crue sebejat yang dikisahkan di filmnya.
Motley Crue adalah band yang personilnya luar biasa bejat (di masa-masa awal). Apalagi kehidupan di Sunset Strip sangat permisif dengan segala kenikmatan dunia. Cewek gampangan dan narkoba sangat mudah didapat. Kokain di jual di warung-warung kampung. Nggak ada peringatan "Tamu menginap 1X24 jam wajib lapor RT".
Kehidupan rock star memang sangat mendukung untuk itu. Itulah bahayanya manusia kalau berada di suatu tempat atau kondisi yang bisa dengan mudah melampiaskan diri. Kadang orang berbuat jahat bukan karena dia jahat, tapi karena kondisi yang mendukung. Maka sering-seringlah berada di suatu tempat atau kondisi yang membuatmu menahan diri.
Hanya Mick Mars yang agak mending. Mungkin karena paling tua dari para personil band. Dia menolak seks bebas dan hidup kacau seperti lainnya.  "Aku menghormati diriku dan para wanita di spesies kita. Tidak seperti kalian..binatang." kata Mick pada teman-temannya.
Dari sekian banyak adegan kacau dan tak senonoh, ada sedikit adegan sentimentil saat kematian putri Vince Neil meninggal karena mengidap kanker usus. Vince Neil nangis bombay saat menerima kenyataan itu. Rocker juga manusia.
Atau juga saat kecelakaan mobil yang menimpa Vince Neil dan Nicholas "Razzle" Dingley (drumer band Hanoi Rocks). Yang membuat Razzle tewas. Vince pun dipenjara. Didakwa mengendarai mobil dalam keadaan mabuk dan pembunuhan tidak berencana. Apes Ndes.

Intinya film ini berkisah tentang band rock yang "husnul khotimah". Kita semua pernah muda, pernah melakukan hal-hal yang sangat disesali saat kita menginjak usia dewasa. Bukannya kita bangga dengan itu semua, tapi kita bisa mengambil hikmah dan belajar dari kesalahan masa lalu. Mending mantan bajingan daripada mantan biarawan.
"Entah bagaimana kami belum mati atau tidak dipenjara. Kami bersikap buruk ke banyak orang dan melakukan hal yang disesalkan setiap hari. Entah bagaimana, kami masih bertahan, menjalaninya bersama. Itu takdir. Itu keluarga. Dan itu Motley Crue, " kata Nikki Sixx mengakhiri tulisan, eh film ini.
Aku tidak merekomendasikan film "Dirt" untuk anda tonton. Film ini memang mbois, tapi saru. Aku nonton hanya karena untuk mengenang masa remajaku dulu, nostalgia.
Mending nonton film "De Dirigent" (2018). Film ini bercerita seorang cewek yang berambisi menjadi konduktor (dirigen) orkestra. Tentu saja di era 20-an konduktor cewek sangat tidak diterima. Film ini cocok untuk musisi atau penyuka musik, juga buat feminis, atau buat siapa saja. Wong mbambong yang oleh nonton film iki.
Eh, ini review film "Dirt" apa "De Dirigent" ya?
Mumet khan baca tulisanku. Memang sengaja kubuat anti klimaks, biar pembacanya mumet ndase. Zuukk marii.
-Robbi Gandamana-
***
Detail Film :
Sutradara            : Jeff Tremaine
Produksi              : Allen Kovac, Erik Olsen, Julie Yorn, Rick Yorn
Naskah                 : Rich Wilkes
Diadopsi dari    :  Buku "The Dirt: Confessions of the World's Most Notorious Rock Band"  oleh Neil Strauss, Tommy Lee, Mick Mars, Vince Neil, Nikki Sixx
Pemain                 : Douglas Booth, Colson Baker, Daniel Webber, Iwan Rheon
Musik                    : Paul Haslinger
Cinematografi  : Toby Oliver
Editor                     : Melissa Kent
Produksi               :  10th Street Entertainment, LBI Entertainment
Distributor          : Netflix
Tanggal Rilis      : 18 Maret 2019 (Hollywood), 22 Maret  2019 (Amerika)
Waktu                   : 108 menit
Negara                   : Amerika
Bahasa                   : Inggris.
Genre                     : Biografi, Drama, Komedi,  Musik.
Rating IMDb       : 7.0/10

Jangan Kaitkan Islam dengan Pilpres



Lumayan rek, dapat kiriman buku dari penerbit Noura (group Mizan). Karena kebetulan aku yang nggambar sampulnya...cie ciee.

Buku ini cukup oke. Walau pemikiran KH. Hasyim Muzadi tidak se"radikal" dan serevoluisoner Cak Nun, tapi buku ini sangat layak dibaca (dibeli kalau mampu).

Aku tertarik dengan uraian soal penyebaran Islam yang disebarkan dengan budaya bukan dengan kekuasaan. Sepertinya aktual dengan apa yang terjadi di negeri lucu ini.

Para pembawa Islam di Indonesia itu mengajarkan Islam tidak melalui kekuasaan tetapi melalui budaya. Juga melalui kesejahteraan masyarakat, perdagangan, serta melalui ilmu dan pemikiran.
Sehingga, meskipun kekuasaan silih berganti, umat Islam di akar rumput tidak guncang karena pergantian itu.

Beda dengan Islam di Andalusia yang masuk melalui proses perang. Ketika kekuasaan dipegang umat Islam, Islam woles-woles saja. Tapi ketika kekuasaan berganti, ambyar kabeh.

Menurut KH Hasyim Muzadi, Islam harusnya dikaitkan pada ilmu, pada kesejahteraan rakyat dan pada kebudayaan. Jangan dikaitkan pada Pilpres atau Pilkada. Sebab kalau menang bisa jadi congkak, kalau kalah bisa jadi galak (dan sebar hoax).

Sebab agama itu soal hidup mati. Dan Pilpres sama sekali bukan soal hidup mati. Ada hal yang jauh lebih penting daripada urusan Pilpres.

Para pembawa ajaran Islam itu mempunyai daya tarik yang sangat tinggi karena kesufiannya. Mereka tidak menginginkan apa-apa untuk diri mereka, tetapi diri merekalah yang didedikasikan untuk umat dan Allah. Proses ini melalui proses tasawuf. Berjuang untuk perjuangan, bukan berjuang untuk dirinya sendiri.

Maka berjuanglah di jalan Allah dengan menggunakan hartamu dan dirimu. Di dalam diri kita ada pikiran, ada tekad, ada keberanian, ada persatuan. Setelah kelengkapan diri tadi oke, berjuanglah dengan hartamu.

Yang terjadi sekarang malah terbalik, bukan berjihad di jalan Allah dengan hartanya, tapi berjihad di jalan-Nya untuk mendapatkan harta. Jadi mereka berjuang untuk cari harta, bukan dengan mengorbankan harta.

Ya itulah manusia zaman sekarang. Agama diperlakukan secara ekonomi. Beragama tapi dengan cara pikir yang materialistis.

Dadi rek, kesimpulanku setelah membaca uraian di atas ---> Pilpres iku bukan memilih siapa pemimpin yang lebih Islam. Hanya Tuhan yang pasti tahu keIslaman seseorang. Manusia hanya bisa mengira-ngira.

Jangan dikira yang jidatnya gosong itu lebih Islam dari yang jidatnya mengkilap. Tetanggaku yang shalat lima waktunya selalu berjamaah di masjid (karena dia yang punya masjid), jidatnya normal-normal saja. Sama sekali nggak ada bekas gesekan karpet atau tegel.

Wis talah ojok kecele. Pilihlah yang paling ahli ngurusi negara. Yang dibutuhkan negara ini adalah seseorang yang ahli ndadani kapal yang bernama Indonesia. Bukan yang cuman bisa ngaji. Bagus kalau dia bisa ngaji juga. Itu bonus.

Pilpres itu bukan Perang Salib. Pilpres itu memilih siapa yang paling cakap ngurusi negara. Pelajari track recordnya, seberapa besar prestasi dan totalitasnya pada negara.

Siapa yang terpilih itu tergantung doamu. Dan kalau Capres yang kamu pilih ternyata kalah, itu bukan berarti doamu nggak dikabulkan. Tenang ae talah, siapa presidennya awakmu yo tetep kere. Ala raimu.

Aku kalau ke bengkel motor cari yang pinter soal motor dan punya pengalaman ndadani mesin. Bisa tahu kalau si mekanik pinter karena dapat rekomendasi seseorang yang paham mesin motor juga karena pengalaman pribadi. Nggak nyari mekanik yang paling Islam atau alim.

Mesin motor yang ambrol jaya nggak bakalan iso waras kalau cuman dibacakan Surah Yasin.

Dipikirnya kalau sudah baca Yasin semuanya akan baik-baik saja. Ndasmu. Allah bingung karo wong sing gak kerjo tapi tiap hari kerjanya cuman membaca ayat tertentu ribuan kali, "Enake diapakno yo arek iki.."

Akeh sing salah paham dengan istilah "amalan". Wingi wis tak tulis. Tak ulangi maneh yo. Amalan itu nggak cuman membaca, tapi perbuatan nyata. Bendino moco Yasin ping rongatus sampek lambe njedir iku percuma nek gak diimbangi karo kerjo, usaha.

Kecuali kamu Wali atau Nabi. Maqam mereka beda. Gak koyok raimu. Untuk mencapai maqam seperti mereka itu nggak gampang. Mereka dikasih karamah karena mencapai derajat iman yang dahsyat. Sudah pasca dari hal-hal yang orang awam amalkan.

Para Wali itu mendedikasikan hidupnya untuk umat. Nggak perduli dibayar atau nggak. Tapi malah terpaksa kaya. Mereka nggak mengejar uang tapi malah dikejar uang. Karena memang derajat manusia itu lebih tinggi dari uang. Makane ojok sampek dikalahno duwik.

Duh aku ngomong opo se rek. Malah mblakrak nang endi-endi.

Mbuhlah. Trims buat penerbit Noura. Ditunggu kiriman buku pemikiran Cak Nun dan atau Gus Nadirsyah. Ayee. Kalau dikasih bukunya pasti aku review. Lumayan khan promosi gratis.

- Robbi gandamana -

Antara Cinta, HAM dan Penyembah Naruto




Assalamualaikum...

Gambarku di atas sebenarnya oret-oretan lawas (2002) di buku sketku saat masih jadi seniman (gagal). Yang baru cuma warnanya (22 April kemarin).

Style-nya sangat jauh dari karyaku yang sekarang, karya lukis digital receh. Nggak papa, sekali-kali nggambar bergaya seniman rek. Biasane arek-arek sing pingin diakui sebagai seniman gambare yo koyok ngono iku : ruwet.

Seniman mblendesss.

Gambar tersebut bercerita soal hubungan cinta yang beda agama. Alhamdulillah puji Tuhan berakhir ambyar di tengah jalan, nggak sampai ke level yang serius. Subhanalloh banget.

---Duh..aku merasa wagu mbahas soal cintah. Tapi babah wis---

Aku salut sama pasangan kekasih (atau suami istri) yang beda agama tapi bisa terus bersama dan langgeng sampai jompo. Luar biasa. Kok yo iso.

Nglakoni urip bareng tapi bedo agama iku kudu total sabar. Karena harus sering mengalah. Apalagi kalau sudah punya anak. Bingung, anaknya diikutkan agama ibunya atau bapaknya. Akhire anake nyembah Naruto.

Baguslah kalau sebelum menikah, calon istri ikut agama suami atau sebaliknya.  Kalau nggak,  bakal mumet ndase. Ada seorang suami (agama Budha) yang sebelum meninggal ikut agama istrinya (Islam). Bukan karena hidayah atau apa, tapi karena biaya pemakamannya lebih murah. #%!??? towengwengwengggg.

Banyak pasangan beda agama yang di awal pernikahan sesumbar bakal langgeng tapi akhirnya ambyar juga. Jamal Mirdad dan Lydia Kandou yang 27 tahun menikah pun akhirnya kandas. Bahkan Katon Gagapswara yang menggembor-gemborkan "cinta datang menolak perbedaan" pun akhirnya juga cerai sama Ira Wibowo. Oala Ton Tonnn.

Ada seorang yang kukenal setelah pulang Umroh langsung menggugat cerai suaminya yang agamanya beda. Mereka sudah puluhan tahun menikah. Sebagai teman sesama muslim, bingung mau ngomong apa, mengucapkan "selamat" atau "ikut berduka". Karena menikah dengan pasangan lain agama memang nggak sah. Kentune nggak sah, sembarange nggak sah.

Nek gak percoyo takoko ustadzmu.

Cinta memang soal hati. Siapa pun bisa atau pasti pernah jatuh cinta. Cinta tidak memandang tua, muda atau pun strata sosial. Nggak perduli kamu kere atau parlente. Nggak ngaruh kamu masih bocah atau sudah tua. Nggak ada urusan kamu pengangguran atau juragan. Nggak perduli untumu krowak kabeh atau merongos.

Tapi bagiku, agama harusnya diletakan di atas cinta.  Karena aku tidak beragama cinta, tapi agamaku mengagungkan cinta kasih. Cinta itu alat. Bisa sangat mendamaikan atau bisa juga jadi petaka, karena salah menempatkan.

Jangankan nikah beda agama, beda madzhab saja susah. Aku belum menemukan perkawinan antara pemuda NU dengan perempuan LDII atau sebaliknya. Pasti rame, tiap hari perang dalil.

Dalam konteks percintaan antara dua manusia, aku tidak meyakini isapan jempol "cinta datang menolak perbedaan". Cinta kita pada manusia harusnya di dalam cinta kita pada Tuhan. Cinta itu suci dan menolak ketentuan yang digariskan agama akan mencemari kesuciannya. (Kemeruh yo?)

Kalau seorang sekuler atau ateis sih nggak perduli, gak ngurus. Mereka oke saja menikah dengan yang beda agama, sesama jenis, bahkan dengan binatang dengan mengatasnamakan Hak Asasi Manusia, bukan atas nama Tuhan.

So, HAM is my ass!

Manusia tidak punya hak, manusia hanya punya kewajiban. Hanya Tuhan yang punya hak. Jadi Hak Asasi Manusia itu salah, yang  betul Wajib Asasi Manusia.

Satu-satunya hak manusia cuma memilih pemimpin (itupun ternyata dipilihkan oleh partai politik). Seandainya manusia punya hak, itu karena punya saham : bayar pajak, bayar iuran, punya kontribusi di masyarakat. Golput pun boleh menuntut hak selama dia berkontribusi pada negara.

Makanya kalau tidak mau bayar pajak, males bayar iuran, tidak pernah berkontribusi apa pun pada negara, jangan menuntut hakmu. Hak opo, hak ndasmu.

Kembali ke soal cinta..

Kita mengabdi pada Tuhan, tidak mengabdi pada cinta. Walau cinta adalah hal pertama yang ditawarkan Tuhan pada hambaNya.  Tapi monggo saja, sakarepmu, sing penting rukun.....aku guduk bapakmu.

****
Tulisan yang aneh...tahu apa aku soal cinta.