sumber : deviantart.com |
Bergaya itu oke-oke saja. Tapi ya lihat-lihat sikon. Nek gak pantes ojok dipekso pantes. Ono koncoku sing bodine lemu pol, kulite ireng, ndase diuntel-untel kain (udeng) yang sudah kumal. Maksudnya tampil keren tapi malah koyok gentong ditutup gombal.
Ada juga yang korban trend. Kalau punya bokong dan kaki besar kayak kaki gajah bengkak, jangan nekad pakai celana strit. Kalau nongkrong bersandar di pojokan, kayak Singa Laut terdampar.
Itulah kebanyakan manusia, tampil gaul dan trendy karena takut nggak diterima di pergaulan sosial. Mengesampingkan soal cocok atau tidak buat dirinya.
Dulu saat booming rebonding, banyak kaum Sukri (suku bangsa keriting) yang ramai-ramai meluruskan rambutnya. Ada yang pantes, tapi banyak juga yang mbuwak byuk.
Untung Ahmad Albar nggak ikut-ikutan. Godbless bisa jadi Gondess. Ahmad Albar nek rambute direbonding ya'opo yo. Gak iso mbayangno aku. Lucu nek wong Arab rambute lurus. Sama kayak orang Cina yang berambut kribo.
Harusnya orang itu paham atau sadar dengan keadaan dirinya. Raimu iku sopo. Yang paling ngerti awakmu iku yo raimu dewe. Tuhan menciptakan kamu itu istimewa, tidak ada duanya. Tiap manusia punya keunikannya sendiri. Dan kita diperintah menjadi diri kita. Kalau kamu terlahir Jawa, jangan jadi Korea. Kalau cabe jangan jadi bawang bombay.
Di zaman modern ini banyak orang yang lari dari dirinya. Nggak bisa selesai dengan dirinya. Merasa kurang terus. Disamping karena terseret arus trend juga karena korban iklan. Ada iklan pemutih langsung terpancing. Wajah nggak jadi putih tapi malah mangkak, putih tua. Raine putih, tapi tangane ireng mbesisik. Kakean adus nang kali.
Hidup kalau tidak jadi diri sendiri itu melelahkan. Harus tampil berdasarkan maunya trend. Tidak datang dari hati. Sakit.
Ganti henpon bukan karena sudah rusak, tapi karena ingin yang paling canggih. Kalau kaya, oke saja. Kalau kere, mumet jaya. Akhire ngirit total. Demi untuk beli henpon canggih. Makan siang di kantor direwangi mbontot. Bawa kotak makan bergambar Sponge Bob.
Buruh pabrik memaksakan diri berhenpon canggih. Dipikirnya lambang kesuksesan itu henpon canggih. Padahal puncak kesuksesan manusia itu sejatinya adalah hati yang puas. Henpon canggih mungkin memuaskanmu. Tapi tidak lama. Karena sebentar lagi keluar yang lebih canggih. Nek dituruti iso pecah ndasmu.
Begitu juga soal jilbab. Banyak perempuan yang berjilbab bukan karena keinginan hati, tapi karena sungkan pada lingkungan sosialnya (perempuannya pada berjilbab). Kalau menghadiri acara kumpul-kumpul resmi di kampung, atau dimanapun, mereka berjilbab. Tapi saat nongkrong di buk depan rumah sambil ndulang mangan anake cuman pakai daster yang tipissss. Oughh O_O.
Trend nggak cuma soal fashion, tapi juga kuliner. Di tiap sudut kota ada saja warung atau cafe baru menawarkan hidangan yang unik. Nggak di kantor, nggak di rumah sama saja, badokan ae. Semua orang bernafsu ingin jualan makanan. Dimana-mana "perang" branding. Warung-warung aneh bermunculan : "Tungkak Bakar Mbok Su", "Nasi Godok Ijo", dan lain-lain.
Tapi memang rekreasi (pelipur lara) paling murah adalah badokan. Nongkrong di wedangan mangan sego kucing sudah lupa segalanya. Persetan iuran BPJS naik. Persetan Pertamax, Pertalite, Pertelek naik..gak ngurus. Fak yu.
Ngomong soal badokan memang nggak ada habisnya. Dan gara-gara badokan, ekonomi rakyat jadi hidup. Jadi mari kita bangun negeri ini dengan badokan.
Iki tulisan opo se rek. Embuh gak eruh...
Intinya jadilah diri sendiri. Bahagia dengan apa yang ada di dirimu. Come as you are. Biar miskin asal sombong. Kata Kurt Cobain, "They laugh at me because I'm different; I laugh at them because they're all the same." Jangan memaksakan sama dengan yang lainnya, justru karena kamu beda dari lainnya itulah kamu jadi keren. So, fuck trend.
- Robbi Gandamana-