Demo tolak Rancangan KUHP dan revisi UU KPK semakin hari semakin massif. Anak STM plus pasukan bodrek pun ikut ambil bagian. Nggak tahu apakah mereka paham yang diperjuangkan atau sekedar having fun. Atau ingin eksis instastory yang ngehit dan kekinian. Tapi lumayan, dengan adanya mereka, demo jadi lebih bernyawa, total crowd.
Ada lagi yang terbaru, menamakan dirinya Mujahid 212 . Kumpulan orang alim ini memanfaatkan betul momen yang epic ini untuk cari panggung. Bendera khilafah dikibarkan tinggi-tinggi. Subhanalloh banget. Jayalah orang alim. Gusti Alloh mboten sare. Opo se rek.
Untuk kelompok demonstran pemuja khilafah ini, saya memohon kepada aparat yang bertugas untuk menggebuk siapa saja yang berani meneriakan negara khilafah. Rontokan giginya. Sisakan taringnya saja. Sampai dia tidak bisa lagi mengeja kata "khilafah" dengan benar.
Sejak demo kemarin, sudah banyak korban yang berjatuhan. Ada yang tewas tertembus peluru tajam, ada yang retak kepala, ada yang memar mukanya kena cium tongkat aparat. Kasihan, wajah yang sudah pas-pasan itu jadi ambyar jaya. Teganya kau aparat, mereka memperjuangkan NKRI bukan demonstran penyusup yang mabuk khilafah.
Konon Jokowi mulai mumet. Dia pun shalat istikharah, " ya awoh..jarene sampeyan rahman rahim, tapi kenek opo urip kulo kok apes terus. Wis mbangun jalan tol tetep dibenci. Gak melok ngobong hutan, kok dipisuhi wong akeh. Terus kulo penake pripun, nopo kulo ganti profesi mawon.....come on god, answer me."
Setelah itu Jokowi tidur. Di dalam tidur doi bermimpi bertemu dengan Ki Gundus Plontol yang mungkin diutus Tuhan untuk menjawab pertanyaan Jokowi. Ki Gundus bilang, "Wi....kamu cocoknya kerja di air."
Towengwengwengwenggggg. Guyon rek.
Gengsi harus dikesampingkan, Jokowi pun akhirnya menimbangkan langkah menerbitkan Perppu KPK. Tentu saja langkah itu ditentang oleh Bambang Pacul, Ketua PDIP Bidang Pemenangan Pemilu sebagai langkah yang merusak citra politik Jokowi.
Citra politik opo Mbang. Kalau semua elemen masyarakat sudah turun ke jalan menolak kebijakan pemimpin negara, itu pertanda lampu merah, bahaya. Kalau nuruti gengsi politik, negara ini ambyar.
Aku yakin Jokowi tidak takut pada gerakan mahasiswa apalagi anak SMA. Doi punya pasukan perang dan pendukung militan yang siap masuk neraka sekalipun. Kemanapun Jokowi pergi mereka siap mengikutinya walaupun masuk ke lubang marmut.
Menerbitkan Perppu KPK adalah langkah yang oke. Diharapkan dengan Perppu tadi bisa meredam atau mencegah terjadinya huru hara di masyarakat karena hasutan atau propaganda kelompok-kelompok yang ingin NKRI jadi negara Khilafah atau Jokowi lengser.
Kalau kita lihat akhir-akhir ini demo sudah mulai melenceng dari jalurnya. Nggak lagi murni menolak Rancangan KUHP dan revisi UU KPK. Sekarang demonya menjadi lengserkan Jokowi. Hastagnya sudah trending di twitter. Terlalu banyak penumpang gelap.
Belajarlah pada nasib Soekarno dan juga Soeharto. Mereka lengser bukan karena demo mahasiswa (walau awalnya memang demo mahasiswa), tapi karena nggak tega hati melihat rakyatnya bertikai, turun ke jalan dan menjarah pusat-pusat perbelanjaan.
Mahasiswa jangan geer. Soeharto lengser bukan karena student power. Tapi karena nggak tega hati melihat rakyatnya menjarah dan saling tikai. Kalau mau, Soeharto dengan mudah melululantakan demonstran dengan tank dan meriam. Sekali perintah langsung musnah. Lha wong disemprot truk tangki sedot WC saja sudah morat marit.
Jadi sebelum ada kelompok gemblung yang menghembuskan api konflik antar etnis Jawa dan etnis Tionghoa, antar muslim dan non muslim, sebelum mall dan pusat perbelanjaan dibakar dan dijarah, sebelum show room motor atau mobil dibobol massa, sebelum rumah-rumah dinas dibumihanguskan, sebelum dollar semakin melangit, harga-harga membumbung tinggi, Jokowi sudah benar mau melakukan langkah menerbitkan Perppu KPK. Ayo Wi!
Sori aku bukan Jokower, aku cuman nggak ingin harga beras seharga emas.
Wis ngene ae.
Jangan dishare, aku sendiri sudah nggak setuju dengan apa yang aku tulis di atas. Ini cuman tulisan ngawur tanpa data.
-Robbi Gandamana-