Kamis, 19 Mei 2016

Negeri Pengidap "Palu Arit Phobia" Akut


Dalam konteks kebebasan berekspresi, kupikir di era Reformasi ini pemerintah lebih rileks (baca : cerdas). Ternyata masih idem dengan Orba : 'Palu Arit Phobia'. Ada anak pakai kaos bergambar palu arit langsung dihancurken, dituduh melakuken tindaken yang buken-buken (Harto mode on). "Enak jamanku to?"..enak gundulmu!

Bandingkan dengan negara yang pernah dihinggapi komunis. Rusia menjadikan lambang komunis plus tokohnya sebagai suvenir, gantungan kunci dan sejenisnya. Di Jerman, Kreator salah satu band thrash metal favoritku, menyematkan lambang 'palu arit' di salah satu albumnya : "At The Pulse Of Kapitulation - Live In East Berlin" (1990). Untuk mengenang bercokolnya komunis di Jerman Timur (1949-1990).

Don't try to take our dreams away from us / We will never be like you/ Love us or hate us, it doesn't matter to me/ We don't want to be a part of this sick society!!!! Sori, nulis tak sambi karo nyanyi.."Love Us Or Hate Us" dari Kreator. Mille Petrozza rules! \m/.

Kalau ente pernah nonton konser musik metal gedabukan (underground), ente pasti menjumpai buanyak Metalhead (anak metal) yang pakai kaos yang sangat 'ngeri' jika dipahami secara linear. Kalau cuma 'palu arit' mah..ndeso!

Di sana, jangan kaget kalau menjumpai kaos band black metal Cradle Of Filth yang bertuliskan 'Jesus is a Cunt' atau band Marduk dengan tulisan 'Fuck me Jesus'. Dan banyak lagi kaos dengan  menampilkan tulisan 666 (lambang setan) atau gambar pentagram (Anti-Christ). Sangar yo..metal pakde.

Tapi tunggu dulu, jangan buru-buru nuduh kalau makai kaos lambang pentagram adalah Anti-Christ atau penyembah setan, makai kaos Che Guevara pasti menganut paham Marxisme (cikal bakal komunisme), makai kaos gambar 'palu arit' pasti kader PKI.

Sebenarnya mereka (yang pakai kaos payah itu) cuman mengambil kulitnya doang.  Hanya untuk sekedar sangar-sangaran, gaya-gayaan, keren-kerenan, seru-seruan dan lucu-lucuan belaka. Suatu yang jamak terjadi saat  kita menginjak usia 17 - 25 tahun. Wis tau..

Si pemakai kaos banyak yang nggak ngerti paham-paham begituan, yang penting nggaya biar dibilang gaul (biasanya pemakai kaos bergambar Che Guevara yang ada kaos plesetannya : Cewek Gue Parah). Jangankan paham Marxisme, Che Guevara itu siapa, nggak tahu kok.

Ada orang yang senang pakai kaos bergambar siluet wajah Charles Manson (penjahat legendaris Amrik) tapi sama sekali nggak pernah bercita-cita jadi pembunuh. Ada juga yang suka sekali pakai kostum bajak laut tapi sama sekali tak ingin jadi bajak laut. Jangankan naik kapal laut, naik angkot aja mabuk.  

Cuman pakai kaos 'palu arit' saja sudah babak belur, itu belum mengibarkan benderanya. 

Ingat dulu saat Piala Dunia (bola), banyak orang terbawa euphoria mengibarkan bendera tim pujaannya. Yang menjagokan Belanda mengibarkan bendera Belanda, ngefan tim Brazil mengibarkan bendera Brazil. Ndilalah dulu nggak ada yang ngefan tim Rusia yang berbendera 'palu arit' (atau China, kalau sekarang).

Apalagi stigma yang beredar di masyarakat bahwa komunis itu ateis, membuat mereka semakin buenci komunis, terutama kaum kolot . Kalau ente meyakini komunis itu pasti ateis berarti ente termakan oleh propaganda Orba. Ndeso! Orba sialan itu benar-benar berhasil membuat rakyat mengalami trauma yang mendalam pada apa pun yang berbau komunis.

Ingat dulu saat masih SD (80an) diwajibkan nonton pilem "Pengkhianatan G30S PKI" di gedung bioskop yang tak ada AC-nya, puanasss (itu gedung bioskop apa Spa). Nonton bersama bu guru, pak guru, pakde, bude, kakak, om...lho tantenya mana?..angon wedus om.

Orba begitu spartan melakukan propaganda, doktrin akan bahaya laten komunisme (PKI). Sehingga begitu kuat tertanam di otak paling pojok rakyat Indonesia. Lihat gambar 'palu arit' langsung 'adem panas', gulung-gulung..epilepsi.

Bagi saya komunis itu nggak masalah, selama jadi ideologi pribadi. Karena sebenarnya komunisme datang untuk menolak kapitalisme. Perduli pada nasib kaum proletar yang dieksploitir kaum kapitalis untuk keuntungan pribadi. Tak heran jika pemimpin besar PKI dulu sebenarnya muslim yang taat : Musso, DN Aidit dan lainnya (ojok ngomong sopo-sopo yo).

Jika ente punya band, nggak masalah memberlakukan sistem komunis : Tak ada kepemilikan pribadi, semua milik bersama (jika berhubungan erat dengan band) dan hasil keberuntungan band dibagi rata. Tapi jangan pernah bercita-cita bikin negara komunis, walau hanya dalam mimpi, tak kaplok ndasmu! huwehehe guyon mas..

Banyak orang salah kaprah  membedakan komunis dan PKI. Komunisme adalah paham yang menolak kepemilikan barang pribadi, semua barang produksi menjadi milik bersama. Sedangkan PKI adalah partai politik yang berideologi komunis. Partai yang dilarang keras di Indonesia. Catet!

Jangankan komunis, agama pun kalau dijadikan partai akan jadi 'busuk'. Banyak orang alim begitu berpolitik terseret jadi munafik. Walaupun tidak semua politikus seperti itu. Cuman ingat. satu orang munafik lebih berbahaya dari seratus orang kafir.

Semua gerakan yang menggulingkan pemerintah tentu saja akan membunuh jika dihalang-halangi. Apa pun paham yang dianut oleh gerakan itu. Mau PKI, DI TII atau yang lain, pasti akan membantai habis siapapun yang dianggap musuh (menghalangi). Kill 'em all! No Remorse! Seek and Destroy!

PKI memakai lambang 'palu arit', sedang DI/TII memakai 'bulan bintang'. Kalau gambar 'Palu arit' dilarang, seharusnya 'bulan bintang' juga dong.  Jadi kenapa meributkan sebuah gambar, toh mereka (yang pakai kaos 'palu arit') tidak melakukan tindakan teror.  Mending disangka komunis (padahal tidak) daripada agamis tapi sebenarnya teroris.

Bukan gambar atau lambang yang harus ditakuti. 'Palu arit' bukan hanya milik PKI, 'bulan bintang' juga bukan cuma milik DI/TII. Jadi yang perlu ditakuti adalah gerakan nyata radikalisme yg berkedok agama, ekstrimis, teroris, organisasi massa, partai politik yang melakukan tindakan dekstrutif dan mengintimidasi orang lain agar sepaham dengannya.

Saiki tenangno pikirmu, Pancasila sudah terbukti sakti. Nggak perlu takut dengan aliran-aliran brengsek yang akan menghancurkan Pancasila. Mereka cuma anak PAUD yang sedang berebut permen.

Repot kalau cara berpikirnya sempit : Gambar 'Palu arit' pasti PKI, lambang 'swastika' adalah Nazi,  'bulan bintang' itu pasti DI/TII (mungkin itu alasan kenapa Partai Bulan Bintang berganti nama, takut dikira Neo DI/TII) . Lama-lama anak sekolah dilarang menggambar pelangi, karena akan dianggap pro LGBT.

PKI sudah jauh berlalu, zuukkk mari kita move on! Pancasila never die!
Wis ah..

dokumentasi pribadi
dokumentasi pribadi

(Robbi Gandamana, Mei 2016)

*pertama kali dipublish di Kompasiana

Rabu, 18 Mei 2016

Sudahlah Jangan lebay, MSG Bukan Racun!



ilustrasi

Sebelum lebih jauh membahas soal penyedap rasa atau istilah kerennya MSG, saya kasih tahu bahwa saya bukan karyawan BPOM atau ahli gizi. Paham saya soal MSG sama sekali nggak mendalam. Lagian buat apa mempelajarinya sampai detail, saya nggak sedang membuat skripsi.

Karena itu saya nggak terlalu mengulas MSG-nya, tapi lebih condong pada konsumennya yang terperosok ke dalam mitos yang nggak jelas tentang MSG. Soal aman atau tidak, itu tergantung dari kapasitas tubuh ente.  Apa pun yang dikomsumsi berlebihan akan jadi penyakit. Nasi pun kalau dikomsumsi berlebihan bisa bikin diabetes.

MSG Itu Baik!
MSG berawal dari penelitian Prof. Kikunae Ikeda (1908) dan diproduksi secara komersil oleh Zusuki bersaudara di Jepang dengan merk Ajinomoto (1909).  Masyarakat kita mengenal MSG sebagai Micin atau Vetsin walaupun merknya Ajinomoto, Sasa atau Miwon. Maklum wong Jowo.

Sejak jaman sepur klutuk, MSG dipakai masyarakat kita sebagai penyedap rasa. Dan selama itu MSG aman-aman saja. Kalau MSG itu bikin gemuk ya wajar saja, karena makanan jadi tambah enak, akhirnya makannya berlebih. Jadi bukan MSG-nya tapi karena orangnya yang nggak kontrol. Rakus sihh..

Ada juga mitos yang menyatakan bahwa MSG adalah biang kerok dari kebodohan anak. Bahwa anak yang kebanyakan mengomsumsi Vetsin jadi gemblung permanen. Oalaa, pusat MSG di Jepang, tapi yang jadi gemblung kok orang Indonesia? Ini yang salah MSG-nya atau orangnya?

Pada dasarnya MSG diciptakan untuk membantu penyerapan nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh. Badan-badan kesehatan dunia atau Amerika, Komunitas Kesehatan Eropa, dan BPOM pun mengamini. Jadi kalau ente gemblung itu bukan karena vetsin tapi mergo utekmu metel!

Vetsin juga dituduh penyebab orang tak berumur panjang. What a stupid!  Umur panjang atau tidak itu urusan Tuhan, bukan karena Vetsin atau MSG.

Kalau orang pelosok desa jadul bisa berumur panjang, bukan karena tak pernah mengomsumsi MSG. Banyak faktor yang menentukan. Salah satunya karena pikiran mereka lebih fresh, nggak mikir berat-berat. Nggak terikat oleh kekakuan-kekakuan dalam rutinitas sehari-hari.

Bandingkan dengan orang kota yang tiap hari stress terjebak macet, kerjaan numpuk, cicilan motor nunggak, selingkuhan hamil, mikir harus ganti gadget yang terbaru dan sebagainya.

Kalau pikiran fresh dijamin akan sehat wal afiat. Sumber segala penyakit ada di dalam pikiran yang burek. Kalau pikiran sudah salah, maka perintah yang datang dari otak (pusat pikiran) ke jantung, lambung, paru-paru dan organ tubuh lainnya jadi nggak beres. Maka timbulah jerawat, udun, sakit jantung, stroke..opname.

Bagaimana pikiran bisa benar? Ya belajar tiap hari. Sadar atau tidak sadar, setiap orang melakukan penelitian. Maka jadikan belajar sebagai kebutuhan. Ojok belajar cuman pas onok THB tok ae.

Kata Kyai, manusia adalah Khalifah, sebagai wakil Tuhan di Bumi : memelihara dan mengolah Bumi untuk kehidupan makhlukNya. Jadi manusia dikasih hak sedikit persen untuk 'memerintah' apa yang ada di Bumi. Maka jadikan apa yang ada di dirimu dan luar dirimu anak buah.

Pada tanganmu, kakimu, matamu, organ tubuhmu, uang, gadget, mobil, benda materi lainnya..jadikan mereka anak buahmu, bukan malah jadi budaknya.

Jadi sama MSG, jadikan dia anak buahmu. Kalahkan dia dengan niat dan sugestimu.

Kalau ente meyakini MSG itu baik, maka dia akan jadi baik beneran. Begitu juga pada makanan yang lain, kecuali yang jelas-jelas racun atau yang diharamkan agama.  Kalau ente meyakini MSG itu buruk, jangan kaget kalau setelah makan MSG jantungmu ambrol.

Jangan Mudah Percaya
Jangan mudah percaya dengan ilmu-ilmu kesehatan yang nggak jelas. Apalagi yang dihembuskan oleh orang Barat. Mereka itu gen lemah. Percayalah bahwa orang Nusantara adalah manusia hibrida plus. Cuman makan tajin dan pisang, bayi bisa tumbuh besar. Jadi nggak usah terlalu serius ngomong gizi...gizi gundulmu!

Banyak mitos keliru yang diyakini masyarakat kita. Misal minum air putih minimal 6-8 gelas sehari yang ternyata cuma propaganda perusahaan air minum. Bahkan jargon '4 sehat 5 sempurna' yang dulu digembar-gemborkan, sekarang nggak dipakai. Itu karena terlalu percaya ilmu kesehatan dari Barat.

Rakyat kita juga banyak yang belum sadar bahwa negeri ini masih dijajah oleh persekutuan kolonialis global. Persekutuan bangsa Barat yang mengerdilkan negeri ini sampai sekerdil-kerdilnya, lebih kerdil dari kaum Hobbit.

Banyak mitos kesehatan telah diciptakan.  Dilegalisasi oleh WHO, UNICEF bahkan IMF. Semuanya bukan dalam kerangka kejujuran ilmiah, melainkan atas nama kepentingan, persaingan dagang dan penghancuran budaya lokal.

Bagaimana dulu di negeri ini kopra pernah berjaya dengan minyak kelapanya. Sampai akhirnya terpuruk karena kita ditakut-takuti oleh Barat akan bahaya kolesterol yang terkandung di minyak kelapa. Akibatnya kita lari ke minyak kedelai atau Canoli yang banyak diproduksi oleh orang sono.

Begitu juga dengan garam. Dengan garis pantai terpanjang kedua dunia, garam Indonesia pernah jadi primadona. Sampai akhirnya remuk jaya karena mulai dikampanyekan garam beryodium oleh Akzo Nobel yang memproduksi garam beryodium sejak 1918.

Tembakau juga cengkeh (industri kretek) tak kalah remuk nasibnya. Bagaimana industri kretek kita dikebiri oleh rokok putih (asing). Bahaya tembakau dibesar-besarkan bla bla bla bla bla....kapan-kapan saya teruskan, ini lagi sibuk.

****
Intinya semua makanan itu baik (kecuali racun dan yang diharamkan) tergantung bagaimana atau cara ente mengkomsusinya. Semua makanan bisa membunuhmu jika anda berlebihan atau salah dalam mengkomsumsinya.

Wis ah..

-Robbi Gandamana-

Referensi :

Jumat, 13 Mei 2016

Sistem Pendidikan yang Membentuk Siswa Jadi Burung Beo itu Ndeso

Dokumentasi pribadi
Hardiknas (bukan Hari Menghardik Nasional; akronim yang konyol) sudah berlalu. Tapi kalau ngomong soal pendidikan, saya jadi ingat sebuah film ciamik yang nyindir institusi pendidikan yang masih makai sistem kolot. Film itu adalah "3 Idiots".

Film Bollywood terbaik yang dirilis tahun 2009 ini memang oyee. Sunnah muakkad untuk ditonton oleh para pendidik yang kolot, lulusan IKIP, FKIP, PGSD, siapapun yang ingin jadi pengajar dan yang diajar. Saya sendiri mempelajari film ini, nggak sekedar nonton.

Kalau ente bilang, "Film India!?? Gengsi ah, nehiii!" Gemblung! Jangan terpenjara dengan padatan-padatan: India, Korea, Amrik, Arab, Mbantul, Mbeji. Film is film. Selama itu menghibur, bermanfaat  dan menginspirasi, why not? Oke, Bollywood memang selalu ada joget yang wagu. Skip aja yang itu. Beresss.

sumber : www.india.com

Mencintai Fotografi Menikah dengan Mesin
Dikisahkan ada 3 orang pemuda dengan karakter dan latar belakang berbeda, kuliah di ICE (The Institution of Civil Engineers). Sebuah kampus favorit yang mencetak ahli mesin yang handal.

Ketiga orang tersebut adalah Rancho (Aamir Khan), Farhan (R. Madhavan) dan Raju (Sharman Joshi). Rancho adalah seorang pemuda yang anti-mainstream. Pola pikirnya nggak umum. Doi selalu bikin takjub Farhan dan Raju atas tindakan dan pemikirannya yang kickass!

Rancho bagaikan burung yang merdeka yang hidup di 'sarang' diktator. Yang selalu menantang dunia dalam setiap langkahnya.

Rancho kuliah di jurusan mesin karena doi  memang cinta mati pada mesin. Beda dengan Farhan dan Raju yang harus kuliah karena desakan orang tua agar bisa mendongkrak ekonomi keluarga.

Farhan sendiri nggak terlalu tertarik pada mesin, doi lebih mencintai fotografi dan punya obsesi menjadi fotografer profesional. Tapi karena 'sungkan' sama ayahnya, Farhan pun rela 'menikah' dengan mesin.

Persis seperti orang kita yang menuntut anaknya kuliah ekonomi padahal anaknya sangat berbakat dan mencintai seni. Memperkosa hati nurani anak demi nuruti egoisme orang tua. Tapi nggak papalah manut orang tua...biar masuk surga. T:T

Tapi pada akhirnya Farhan nekat 'menggugat' orang tuanya setelah dikompor-kompori oleh Rancho. Dan juga karena kalah dalam sebuah pertaruhan dengannya.

"Aku tidak ingin menjadi insinyur, Ayah. Aku tidak menyenangi Ilmu Mesin. Meski bisa, aku akan menjadi insinyur yang buruk! Rancho berpesan, buat obsesimu menjadi profesimu sehingga bekerja akan serasa bermain!" jelas Farhan serius.

"Memang hanya gaji kecil yang kudapat. Tapi yang penting aku bahagia. Dan aku akan belajar banyak 5 tahun dari sekarang. Hidup sebagai insinyur hanya akan membuatku frustasi lalu akan mengutukmu ayah! Mengutuk karena memberiku kehidupan bla bla bla bla, " tambah Farhan yang membuat ayahnya luluh dan mengikhlaskannya jadi fotografer.

Jangan Kayak Burung Beo!
Rancho, mahasiswa yang kontra sistem pendidikan populer, yang mementingkan menghafal daripada memahami. Mewajibkan murid hafal persis  teks yang ada di buku tanpa pemahaman, penghayatan yang mendalam. Sistem pendidikan yang menitik beratkan pada nilai ujian, tidak pada kreatifitas siswa.

Jika jawaban murid tidak sama dengan yang tertulis di buku (atau yang dikatakan guru) akan di-reject. Padahal secara garis besar jawaban tersebut benar.

Rancho selalu menjawab pertanyaan dosennya dengan bahasa sederhana. Yang berbeda dengan yang tertulis di buku. Padahal dosennya menuntut mahasiswanya menjawab dengan jawaban rinci, sama persis yang ada di buku. Akibatnya Rancho sering diusir dari kelas.

Suatu kali saat diusir dari kelas, buku Rancho tertinggal. Doi pun kembali ke kelas. Si dosen dengan mata mendelik bertanya kenapa Ranco kembali. Rancho menjawab dengan bahasa yang sangat rinci untuk mendefinisikan kata 'buku':

"Instrumen yang merekam, menganalisa, meringkas, mengorganisir, memperdebatkan dan menjelaskan informasi yang digambarkan, dan tak digambarkan dengan sampul tebal, sampul tipis, tersampul dan tak tersampul. Dengan prakata, pengenalan, daftar tabel, daftar isi yang bertujuan untuk memberi penerangan dan pemahaman. Mengayak, meningkatkan, dan mendidik otak manusia untuk mencapai visi, atau setidaknya mendekati."

Mendengar jawaban yang rinci itu, Dosen pun ndlahom. Doi bertanya kenapa tidak menggunakan bahasa sederhana. Rancho nyahut, "Saya khan sudah lakukan sebelumnya, tapi Anda tidak suka bahasa yang sederhana (sukanya bahasa yang rinci)."

Towengwengwenggg..

Kisah Rancho di atas buanyak terjadi di dunia pendidikan kita. Bagaimana kita selama di sekolah dulu dipaksa menghafal persis berdasar yang ada di buku. Apalagi ujian pun lebih banyak soal pilihan daripada esai. Jadi kita dibiasakan untuk tidak kreatif dalam mengembangkan bahasa.

Dari dulu tujuan utama kita sekolah adalah untuk mengejar nilai ujian yang bagus (pasti dicap lugu kalau tujuannya cari ilmu). Nilai ujian yang diabadikan di ijazah. Dengan ijazah, kita mudah dapat kerja. Bisa juga untuk mencalonkan diri jadi lurah. Akhirnya ijazah palsu pun merajalela.

Kalau sudah jadi peradaban begitu, terus mau ngomong apa....susah dirubah. Terusno ae..babah wis.

Ngomong  soal hafal menghafal, otak langsung nyambung pada para Hafidz (hafal Qur'an). Dipikirnya kalau sudah hafidz itu sudah pasti paham Al Qur'an. Hafidz itu baik, tapi apa gunanya kalau cuman hafal, tapi tanpa pemahaman. Akhirnya kayak burung Beo yang bisa menirukan persis ucapan orang tapi sama sekali tak paham apa yang diucapkan.

Apalagi yang Hafidz Qur'an itu anak Arab, yo gak kaget. Lha wong bahasanya sendiri. Baru hebat kalau hafids Qur'an itu wong jowo, omahe pelosok ndeso, cengah cengoh,  ibuke rondo, anake songo, uripe soro,  mangane telo, kerjone luru boto, warisan ora ono....

Al Qur'an dihafal-hafal persis seperti yang tertulis pada terjemahan Depag yang mirip Google Translate itu. Jika tidak sama persis dengan hafalannya dicap sesat. Padahal maksud dan esensinya sama. Oyeeee..pasukan bodrek siaap!!

Menjalankan Sekolah Bak Sebuah Perusahaan Akan Menghasilkan 'Keledai'
Di film ini Kampus ICE digambarkan bagaikan sarang diktator. Diktator tersebut adalah Viru Sastrabudi (mahasiswanya menjulukinya Virus), seorang direktur yang menjalankan sekolah bak perusahaan, industri pendidikan.

Di kampus itu mereka tidak membicarakan penemuan atau gagasan baru, mereka hanya berbicara peringkat, peluang kerja, atau paling banter kerja di AS (luar negeri). Mereka hanya mengajari bagaimana cara memperoleh nilai yang bagus. Mereka bahkan tak mengajari mahasiswanya menjadi insinyur yang handal.

Kebanyakan mahasiswa hanya jadi robot bagi profesor Virus. Maka jangan heran jika kampus yang seperti itu banyak menghasilkan 'keledai'. Duh aku tersindir Mblo...sarjana keledai!

Tiap menyambut mahasiswa baru, Profesor Virus selalu berkhotbah dengan kata yang sama dengan tahun-tahun sebelumnya. Sampai-sampai seorang OB di kampus tersebut hafal di luar kepala isi ceramahnya :

"Burung Koel tidak pernah membuat sarangnya sendiri. Mereka menaruh telur-telurnya di sarang burung lain. Dan ketika anak mereka menetas, apa yang mereka lakukan pertama kali? Mereka menendang telur-telur lain keluar dari sarang. Kompetisi berakhir!

"Hidup dimulai dengan 'membunuh'. Itulah alam, Bersaing atau mati. Kalian semua bagaikan burung Koel dan mereka semua adalah telur-telur  yang kalian singkirkan untuk diterima di ICE."

Tapi Virus tak selamanya salah. Doi mengingatkan mahasiswanya bahwa hidup ibarat sebuah perlombaan. Jika kau tidak cepat, seseorang akan mengalahkanmu dan melaju kencang meninggalkanmu. Dan Jangan pernah jadi nomer dua. Tak ada yang perduli dengan yang kedua. Seperti kata Virus:

"Neil Armstrong adalah orang pertama yang menginjakan kaki di bulan. Tapi siapakah yang kedua? Jangan sia-siakan waktumu (untuk mencari tahu jawabannya), karena itu tidak penting! Tak akan ada orang yang mencoba mengingat 'Orang kedua'!"

Suatu kali Rancho ditantang (dipaksa) Virus untuk memberikan perkuliahan yang benar di depan kelas. Karena Virus tersinggung dengan ucapan Rancho yang menuduh Virus menekan Joy Lobo  (salah satu mahasiswa yang sepaham dengan Rancho) yang mengakibatkan Joy Lobo bunuh diri.

Saat di depan kelas Rancho hanya menuliskan dua kata 'Farhanitrate' dan 'Prerajulation'. Setelah itu menyuruh mahasiswa di dalam kelas (termasuk Virus) mencari tahu arti kata tersebut dalam waktu hanya 30 detik.

Saat itu juga semua mahasiswa kalut dan berlomba mencari jawaban. Tapi sampai batas waktu yang ditentukan, tak ada yang bisa menemukan jawaban. Padahal kata 'Farhanitrate' dan 'Prerajulation' itu sama sekali bukan kata yang berarti. Itu adalah nama dua teman Rancho : Farhan dan Raju.

"Ketika kulontarkan pertanyaan tadi, apakah kalian antusias? Kalian temukan suatu pengetahuan baru? Tidak. kalian semua hanya kalut dan berlomba. Apa gunanya metode seperti ini, sekali pun kamu yang duluan apakah pengetahuanmu meningkat? Tidak, hanya ada tekanan.  Ini adalah Universitas, bukan panci bertekanan," kata Rancho.

"Bahkan singa sirkus pun belajar untuk duduk di kursi, hanya karena takut dicambuk. Tapi kalian boleh menyebut singa ini terlatih, bukan terdidik," tambah Rancho.

Tapi ada satu mahasiwa yang sangat cocok dengan sistem kolot yang dipakai Virus, yaitu Chatur (Omi Vaidya). Chatur dalam menjawab pertanyaan dosen selalu sama persis yang ada di buku. Sehingga doi jadi mahasiswa kesayangan si Virus. Tapi sayang doi selalu stres karena rangkingnya selalu di bawah Rancho.

Chatur punya pikiran licik. Doi percaya bahwa ada dua cara menjadi juara: 'Tingkatkan nilaimu, atau turunkan nilai orang lain!' Pada malam sebelum ujian, doi mengacaukan konsentrasi siswa lain, salah satunya: meminjami mereka majalah porno. O_O

****
Bagian paling konyol adalah saat Rancho mengubah isi naskah ceramah yang akan dibacakan Chatur di Hari Guru. Kata 'chamathkaar' (ajaib) diubah menjadi 'balathkaar' (cabul) oleh Rancho. Chatur sendiri tidak paham bahasa India asli, karena doi lahir dan sempat hidup di Uganda.

Berikut isi ceramahnya:

Yang terhormat Bapak Direktur, Bapak Menteri Pendidikan, Shri RD Tripati Ji, Para dosen dan teman-teman tercinta.

Hari ini jika ICE menggapai langit tertinggi..itu adalah jasa satu orang, tak lain tak bukan..Shri Viru Sahastrabuddhi.. tepuk tangan untuk beliau!

Beliau adalah orang hebat. Selama 32 tahun Beliau senantiasa memperjuangkan kampus terus menciptakan cabul demi cabul (yang dimaksud sebenarnya adalah keajaiban demi keajaiban).

Semoga beliau akan terus melanjutkannya. Kami sangat terkesima, bagaimana bisa pria seusianya, sepanjang hidupnya melakukan begitu banyak pencabulan. Dengan kedisiplinan tinggi beliau mampu melatih staminanya.

Menghabiskan tiap-tiap detik hidupnya hanya untuk pencabulan, itulah beliau salut atas metode beliau.
Esok kita mahasiswa akan menyebar ke seluruh penjuru dunia. Ke mana pun kita pergi, kita berjanji untuk cabul seperti beliau. Kita akan kibarkan bendera cabul pada seluruh dunia

Kita tunjukan pada dunia, kemampuan kita dalam pencabulan yang tak mampu ditunjukkan mahasiswa mana pun diatas muka bumi ini.
Bapak Menteri yang terhormat. Anda telah banyak memberi pada kampus ini, apa yang sangat dibutuhkan: Uang dan Payudara (maksudnya 'dana'; sengaja diganti Rancho).

Semua orang mempunyai payudara, tapi kebanyakan malah dikantongi. Tak seorang pun mau berbagi. Anda sudi memberikan payudara anda untuk kampus cabul yang malang ini. Sekarang lihat bagaimana beliau membuat itu tumbuh.

Dalam perayaan Hari guru ini, saya persembahkan puisi:

Uthamam dadadatu paadham
(kentut dengan nyaring, paling utama)
Madyam paadam..... tuchuk tuchuk
(kentut setengah nyaring, bisa ditolerir)
Kanishtam thud thudiya paadam
(kentut yang dibuang secara halus, mengerikan)
Sur suriiee.. praana kadaka
(meracuni orang-orang dalam keheningan)."

Semua yang hadir di acara tersebut ngakak total. Hanya Virus yang stress berat. Saat itu Rancho berbisik kepada Farhan dan Raju, "Perhatikan, beginilah hasilnya bila menghafal tanpa memahami. Dengan menghafal, kau menghemat 4 tahunmu di kampus. Tapi itu akan meremukkanmu dalam 40 tahun ke depan!"

Woii Pakde Mbokde, Jangan Bebani Anak dengan Obsesimu!
Ketakutan, tekanan, desakan orang tua tak baik dalam pendidikan. Seperti yang dialami Raju yang ditekan orang tuanya harus jadi insinyur agar bisa merubah ekonomi keluarganya yang super pas-pasan, kere!

Karena ditekan itulah nilai ujian Raju selalu buruk. Dulu Raju adalah anak yang brilian. Orang tuanya sangat berharap Raju akan mengakhiri kemiskinan keluarganya. Dan itu yang membuatnya takut gagal. Di kampus, Raju melihat banyak persaingan. Tak ada yang mau mengenalmu jika kau bukan mahasiswa top. Ketakutannya pun semakin menjadi.

Raju akhirnya lari (berharap) ke cincin (jimat). Minta dikasihani Dewa, minta ini, minta itu. Membuat Raju stres, nekat melakukan percobaan bunuh diri. 16 Tulangku patah, 2 bulan lumpuh membuatnya berpikir dan merefleksi diri. Akhirnya pikirannya terbuka:

"Jika kau terlalu takut akan hari esok, bagaimana kau akan hidup hari ini? Bagaimana kau akan fokus belajar?"

Jadi saat wawancara kerja, hati dan pikiran Raju sudah 'merdeka'. Doi ngomong dengan santainya, "Pak, hari ini saya tidak meminta pada Dewa untuk memberikanku pekerjaan ini. Hanya bersyukur atas kehidupan yang diberikan-Nya untuk saya. Jika hari ini anda menolak saya, saya takkan menyesal sedikit pun. Saya akan tetap melakukan sesuatu yang bermanfaat dalam hidup saya."

****
Film ini sarat dengan nilai-nilai kehidupan, kebenaran yang universal. Banyak memuat quotes inspirarif. Yaa walau quotes standar Mario Teguh tapi okelah:

"Seberapa pun besarnya masalahmu, katakan pada hatimu, 'All is well' (semuanya baik-baik saja). Apa dengan demikian permasalahan terselesaikan? Tidak, namun kau punya keberanian menghadapinya."

"Belajar serius dari hati, bukan untuk lulus belaka. Jangan belajar untuk menjadi sukses, tapi untuk mencari ilmu. Jangan mengejar kesuksesan, kejarlah keunggulan maka kesuksesan menghampirimu."

"Semestinya hasil ujian bukanlah sebuah pengumuman. Mengapa kita memperlihatkan kelemahan orang di muka umum? Jika haemoglobin di darah anda ternyata rendah, apakah dokter memberimu obat atau melaporkannya di TV?"

"Salah satu tingkah laku manusia yang mendasar adalah jika temanmu  gagal, kau akan merasa sedih! Tapi jika temanmu menjadi yang terbaik..Kau akan lebih sedih!"

"Ikuti talenta yang kau punya. Jika saja bapaknya Michael Jackson menyuruh dia jadi petinju dan bapaknya Mohammad Ali memaksakan dia menjadi penyanyi. Bayangkan bencana apa itu? kalau mencintai Fotografi,  jangan menikahi mesin!"

Dan masih banyak lagi quotes yang lain, nonton saja  filmnya. Nggolek enake tok ae koen ikuWis ah, kepanjangan ya? Sori kalau menyita waktu ente. Have a nice day beibeh! Tengkyu.


-Robbi Gandamana-

*Pertama kali dipublish di Kompasiana

Pahlawan Wanita Bukan Kontes Ratu-Ratuan




Rupanya banyak orang bingung di jaman ini. Kurang kerjaan, membandingkan Kartini dengan Cut Nyak Dien, Dewi Sartika, Mama Hengki, Yu Sri, Bu Ratna.. embuh sopo ikuLapo se rek, kok pikir iku kontes ratu-ratuan ngono ta?..raimu.

Kasihan Kartini, sudah jelas berjuang, masih saja dicari-cari kesalahannya. Begitulah masyarakat kita sekarang, sukanya mencari-cari kesalahan. Orang yang sudah shalat pun masih saja disalahkan. Dulu Nabi mencari-cari kebaikan orang dan didoakan agar masuk surga. Sekarang malah sebaliknya.

Orang sekarang sibuk ngurusi hal yang nggak prinsip. Hanya karena berbeda sedikit saja di teknis ibadah langsung musuhan. Seperti beda gerakan saat akan sujud, kaum yang satu  mendahulukan telapak tangan dan kaum yang lain mendahulukan lutut. Itu jadi pertengkaran dan perdebatan yang nggak ada ujungnya.

Padahal itu madzhab bukan agama. Agama itu ibarat kayu, madzhab itu kursi, meja, lemari dan semua benda yang terbuat dari kayu.  Banyak ustadz sekarang yang datang mengenalkan madzhab sebagai agama. Akibatnya gegeran terus, perang sama saudaranya sendiri.

Kembali ke soal Kartini...

Maqam manusia berbeda-beda. Cut Nyak Dien, Kartini dan atau siapa saja, punya cara dan gaya sendiri dalam berjuang. Kebetulan Kartini lahir dan hidup dalam budaya Jawa yang kolot, ningrat, priyayi, darah biru.  Gak koyok raimu, turunan darah tinggi, kudu ngamuk ae.

Karakter wanita Jawa ningrat jaman dulu nggak cocok kalau berjuang secara frontal, manggul senjata, masuk hutan keluar hutan. Bayangkan saja kalau Kartini pakai jarik (kebaya) kesana kemari bawa senapan keluar masuk hutan.  Gambaran seperti itu hanya ada di tayangan Opera Van Java.

Jadi jelas sekali, talent Kartini beda jauh dengan Cut Nya Dien. Isone Kartini yo ngono iku. Dan itu sudah joss gandoss, menginspirasi kaum wanita  negeri ini bangkit (walau emansipasi kadang sering kebablasan). 

Perjuangan yang dilakukan Kartini juga nggak semudah yang diremehkan orang-orang. Kartini berjuang mencerdaskan, meningkatkan martabat kaum wanita lewat jalur pendidikan. Cut Nyak Dien berjuang secara frontal,  dengan senjata di medan perang. Tujuan mereka sama--> untuk negeri yang lebih baik : merdeka!!!!..duh, ludahnya mas. 

Kalau saya pribadi lebih suka cara yang halus. Kalau ada cara yang lebih halus kenapa harus pakai cara yang frontal (asline gak iso gelut, jujur ae). Musuh dalam selimut. Diam tapi menghancurkan. Musuh yang nggak jelas malah lebih sulit dikalahkan daripada musuh yang jelas.Londo ngelu ndase, koyoke mungsuh tapi kok apikan.

Jadi ingat kisah seorang pembeli bensin eceran yang ingin tahu apakah bensin yang dibelinya bensin murni apa bensin campur (palsu). Si pembeli tidak menuduhnya secara frontal : "Bensinmu kok wernone kumuh? Ayo ngaku ae, bensin iki dicampur minyak tanah khan!?"

Itu terlalu beresiko, bisa terjadi pertumpahan darah. Ada cara lain yang lebih halus, elegan dan rilekssss. Yaitu mencari momen yang tepat, memanfaatkan kelengahan penjual bensin dengan memberikan pertanyaan pancingan.

Momen yang tepat itu biasanya saat penjual fokus (serius) menuangkan bensin ke tangki motor. Kalau nggak fokus, bensin bisa tercecer kemana-mana. Saat itulah si pembeli bertanya dengan ucapan dan gaya yang natural banget dibumbui dengan cengengesan ala kadarnya :

Pembeli : "Bensin iki campurane akeh nggak mas?"
Penjual  : "Sedikit kok mas.."(dengan tetap serius menuangkan bensin ke tangki)
Pembeli : "Oooo...berarti bensin iki nggak murni yo mas.."
Penjual  : "O_O @$*&??!!%#!!!!???? uasuuuu... konangannnn!".
***
Kita tahu, sejak Pilpres 2014 masyarakat kita terbelah menjadi dua. Masyarakat yang pro pemerintah (karena kandidatnya terpilih) dan yang kontra pemerintah. Masyarakat yang kontra inilah yang selalu mencari-cari kesalahan pemerintah. Sekecil apa pun akan di-blow up menjadi besar.

Untungnya saya golput, tak ada urusan dengan lover atau hater. Saya penonton yang menikmati lover dan hater eker-ekeran membela jagoannya mati-matian (padahal yang dibela tidak membela dia mati-matian) sampai putus hubungan teman. Goblokmu dewe.

Saya Kadang memuji Jokowi, kadang juga mengkritiknya. Begitu juga pada Prabowo atau yang lainnya.  Semua punya kelebihan dan kekurangan, namanya juga manusia. Nggak ada yang sempurna. Kalau ente terus-terusan protes, coba bertanya dalam hati, jika bertukar posisi dengan Jokowi (jadi presiden) apa ente sanggup?

Paling susah itu hater yang fanatik. Apa pun kebijakan pemerintah selalu direject, dicemooh, disinisi. Apapun itu pasti salah bagi hater. Dan itu merambat ke soal apa pun, termasuk hari Kartini. Mereka mempermasalahkan penganugerahan Kartini Juga mempertanyakan korelasi Hari Kartini dengan kewajiban memakai kebaya pada hari itu.  

Padahal kebiasaan itu sudah dilaksanakan jauh hari sejak negeri ini merdeka. Kenapa baru sekarang ente protes? Apakah karena kebaya tidak Islami? Daripada sinis terus pada kebaya, kenapa nggak cari solusi bagaimana kebaya bisa Islami.

Mereka menganggap Cut Nyak Dien lebih layak mendapatkan gelar seperti yang disandang Kartini. Karena Kartini menjalin persahabatan dengan orang Belanda (musuh) dan Belanda mencintainya. Wajar saja Belanda sangat membenci Cut Nyak Dien. Lha wong melawan secara frontal.

Apa salah Kartini berteman dengan orang Belanda? Walaupun Belanda adalah penjajah tapi tidak semua orang Belanda setuju dengan penjajahan. Seperti juga yahudi yang nggak semuanya Zionis. Malah ente yang lucu, Anti-Amerika tapi masih saja pakai Jeep Rubicon produk Amerika.

Kebanyakan yang mempermasalahkan Hari Kartini adalah situs-situs Islam.  Saya sebagai muslim tentu saja bingung. Ada apa dengan umat Islam sekarang? Sukanya mencari-cari kesalahan atau kekurangan orang dan melupakan jasa-jasanya.

Dalam soal nyali (berperang) Cut Nyak Dien mungkin lebih dahsyat dari Kartini . Tapi dalam bidang pendidikan, Kartini lebih baik.

Cut Nyak Dien berjuang membela rakyatnya (semua lapisan). Sedangkan Kartini perjuangannya lebih spesifik, membela kaum wanita. Jadi nggak usah dibanding-bandingkan. Keduanya menjalankan perannya masing-masing. Perjuangan Kartini diperingati pada Hari Kartini. Sedangkan Cut Nyak Dien pada Hari Pahlawan.

Yang perlu kita ingat, perjuangan Kartini adalah langkah awal bagi wanita negeri ini untuk lebih jauh melangkah dalam berkarya dan membuat inovasi untuk hidup yang lebih baik sejajar dengan pria bla bla bla bla bla bla.....nek diterusno aku iso dadi guru IPS.

Bagi saya nggak penting ngurusi kenapa nama Kartini lebih besar dibandingkan Dewi Sartika, Rohanna Kudus yang sama berjuang di jalur pendidikan. Memperingati Hari Kartini tidak berarti melupakan perjuangan Dewi Sartika maupun Rohana Kudus.  Mereka akan tetap dikenang. Dan siapapun yang akan diperingati, tetap akan dirayakan dengan kebaya! Oh God.

***
Teringat pesan orang bijak : Tak ada manusia yang lebih unggul. Kulit putih nggak lebih baik dari kulit hitam. Pribumi nggak lebih unggul dari Tionghoa, begitu pula sebaliknya. Kelebihan manusia yang satu adalah kekurangan manusia yang lain. Ada kaya, ada miskin. Mereka saling melengkapi. 

Wis ah..

-Robbi Gandamana-

Pertama kali dipublish di Kompasiana

Senin, 02 Mei 2016

Jamaah Maiyah adalah Kader dari Indonesia yang Sejati?

ilustrasi oleh Robbi Gandamana

Menyebut nama Maiyah pastilah tak bisa lepas dari sosok Cak Nun. Begitu sebaliknya. Karena Cak Nun lah figur panutan sekaligus perintisnya sejak tanggal 31 Juli 2001 di malam menjelang digelarnya Sidang Istimewa MPR 2001.

Maiyah yang arti sempitnya adalah kebersamaan bersama Allah, dibentuk atas refleksi dari kondisi negeri yang remuk jaya. Saat itu Cak Nun secara khusus menggelar acara “Sholawatan Maulid” di kediamannya bersama sahabatnya dari Kiai Kanjeng (kelompok musik yang sering mengiringi Cak Nun berdakwah, dipimpin Nevi Budianto)

Jamaah Maiyah banyak tersebar di pulau Jawa bahkan Indonesia. Lewat lingkaran (pengajian) Maiyah : Kenduri Cinta (Jakarta), Mocopat Syafaat (Jogyakarta), Phadangmbulan (Jombang), Bangbang Wetan (Surabaya), Gambang Syafaat (semarang), Juguran Syafaat (purwokerto) dan Maiyahan rutin yang berlangsung di beberapa kota di Indonesia. Yang jelas Pulau Sempu nggak masuk hitungan.

Walau disebut pengajian, tapi yang hadir nggak semuanya muslim. Seperti kata Cak Nun, "Acara ini bukan acara khusus untuk orang Islam, tapi untuk semua manusia yang Islam dan yang tidak Islam, Manusia waras dan manusia yang tidak waras, bahkan Jin, Setan, Dhemit, Gendruwo, kalau memang berminat untuk jadi baik akan disambut dengan tangan terbuka".

Maiyah bukan madzhab, aliran, sekte, Ormas atau gerakan yang akan menggulingkan pemerintah. Tapi Maiyah adalah majelis ilmu yang bersama-sama mencari dan merumuskan kebenaran, tidak mencari siapa yang benar tapi apa yang benar.

Walaupun awal terbentuknya Maiyah diprakarsai oleh Cak Nun, tapi Cak Nun sendiri memposisikan dirinya sama dengan jamaahnya (Maiyah). Cak Nun tak ingin dikultuskan bahkan melarang umatnya untuk taat sama dia, "Awas kalau taat sama saya..tak tonyo ndasmu!"

"Di Maiyah ini semua orang berposisi sama. Di sini tidak ada kyai-nya, tidak ada imam-nya, tidak ada mursid-nya, tidak ada syekh-nya. Jangan taat sama saya, yang harus anda taati hanya Rasullulah dan Allah, bukan saya. Saya nggak mau! Kalau anda taat sama saya, saat kamu nyolong, saya nggk bisa nolong kamu di akhirat. Hanya Allah dan syafaat Rasulullah yang bisa menolongmu." kata Cak Nun.

Maiyah itu bukan NU, Muhammadiyah atau lembaga islam lain. Tapi Maiyah tidak merubah orang NU untuk jadi bukan orang NU atau yang lainnya. Mereka tetap jadi diri sendiri. Dalam guyub rukun sebagai umat yang rahmatan lil alamin. Saling mengamankan, menyelamatkan dan menentramkan seluruh umat, nggak cuman muslim, tapi juga untuk semua mahkluk hidup dan seluruh alam.

Pada wedus, kebo atau hewan apapun, manusia harus menebarkan rahmatnya. Kalau ada orang cari ikan di sungai pakai potas, racun, listrik maka mereka sebenarnya merusak ukhuwah dengan alam. Tanah jadi rusak, tercemar zat kimia. Dan itu tidak rahmatan lil alamin, tapi rahmatan lil kelamin. Menungso golek enake tok ae..

poster kenduri cinta (sumber caknun.com)


Orang Maiyah tidak pamer ilmu, mereka menggunakan ilmunya hanya saat dibutuhkan, bukan untuk sok-sokan. Mereka kadangkala nge-share ilmu, dan itu bukan berarti pamer ilmu. Selama ilmu itu bisa mencerahkan, berguna untuk kemaslahatan umat dan dapat dipertanggungjawabkan, why not? Olraitt?

Orang Maiyah itu netral, out of the box dari hiruk pikuk politik negeri ini. Tapi bukan berarti apatis. Mereka adalah para pendamai. Jangan kaget kalau ada orang Maiyah yang 'menampar' ente di Medsos. Jika ente bikin status neko-neko, berpotensi bikin gaduh, atau apapun yang sifatnya sok-sokan. Dengan 'tamparan' dahsyat yang bisa bikin ente mengkeret, mungkret, manuk puret.

Tapi orang Maiyah sebisa mungkin menghidari perdebatan. Karena percuma, nggak akan ada ujungnya. Podo gemblunge eyel-eyelan masalah yang sama sekali nggak dikuasai. Kemampuannya sebatas pengetahuan bukan ilmu. Dan itu pun parsial, nggak menyeluruh dan masih jauh kalau disebut pakar. Apalagi debat soal agama, prei ae Mblo!

Apalagi ilmu Maiyah tidak mudah dipahami oleh orang yang terbiasa berpikir linear. Boleh saja nge-share atau posting ilmu yang didapat dari Cak Nun . Tapi jangan sepotong-sepotong, karena pemahamannya bisa lain dari yang dimaksudkan. Apalagi kalau yang baca postingan tadi tidak tahu atau mengenal Cak Nun sebelumnya, pasti uring-uringan, darah tinggi, stroke..opname.

Orang Maiyah dididik untuk bertanya, bukan menjawab. Karena hidup di negeri yang amburadul ini jangan mudah percaya pada yang anda dilihat, anda dengar dan bahkan yang anda pahami. Ente harus hidup dengan memulai pertanyaan-pertanyaan baru atas segala sesuatu. Intinya belajar bertanya dulu, nggak usah berpretensi untuk njawab..menengo, koen iku gak eruh!

Nggak cuman ilmu yang nggak suka dipamerkan. Apa pun itu yang sifatnya membanggakan diri dan berpotensi pamer, ditinggalkan. Ibadah memang jangan dipamerkan, dijadikan status fesbuk : "puas, sudah sedekah 2 trilyun pada anak yatim" atau "Alhamdulillah malam ini shalat tahajjud 50 rakaat." atau "OTW shalat dhuha."

Mereka terdidik untuk mengingatkan dan mengajak kebaikan tapi tidak memamerkan. Pokoknya berbuat baik usahakan tak seorang pun tahu. Jangankan manusia, kalau bisa jangan sampai Tuhan tahu kalau sedang ibadah untukNya. Ikhlas total!

Maka jangan heran kostum mereka biasa saja, tidak menunjukan keislamannya. Juga tidak menunjukan dirinya : "aku orang Maiyah lhoo..." Mereka nggak bergamis, berserban atau apapun yang malah membuatnya seperti bangsa lain. Dan jidatnya nggak gosong, karena bakalan ketahuan kalau rajin shalat dan itu bisa berpotensi pamer (mungkin alas sujudnya harus lembut kali ya) Yang penting saat mereka di tengah masyarakat bisa mengamankan, menentramkan dan mendamaikan.

"Agama itu letaknya di dapur, nggak perlu dipamerkan di warungnya. Nggak masalah kamu masak di dapur pakai gas, kompor biasa atau apa pun yang penting yang kamu sajikan di ruang tamu adalah masakan yang menyenangkan semua orang..begitu juga dengan agama, nggak masalah agama apapun yang di anut yang penting output di masyarakat itu baik..jadi orang yang mengamankan, menentramkan, menolong saat dibutuhkan.." kata Cak Nun.

suasana di Kenduri Cinta (sumber : kenduricinta.com)


Orang Maiyah nggak mudah terseret oleh hal-hal yang sifatnya menyakitkan hati yang bisa memecah belah umat. Mereka nggak hobi teriak "Dajjal!", "Laknatulloh!", "Kafir!", "Syiah!" atau sejenisnya yang sempat trend akhir-akhir ini. Mereka membebaskan diri dari istilah-istilah seperti itu. Mereka terbiasa meluaskan hati dan pikiran. Tidak gampang menuduh sesat atau teriak kafir pada orang lain karena itu menyakitkan hati. Dan agama apa pun melarang menyakiti hati manusia.

Dalam berbuat apa pun, parameter mereka baik atau buruk. Kalau baik lakukan, kalau buruk tinggalkan. Disebut baik karena meningkatkan harkat dan martabat manusia. Disebut buruk karena menjerumuskan. Tentu saja baik sesuai dengan tuntunan agama. Intinya bisa membedakan ibadah madhah, ghairu madhah, dan ibadah muamallah (soal ini tanyakeun pada ustadzzz ente masing-masing).

Mereka dididik tidak anti (benci) pada aliran, agama, ideologi apapun. Bahkan pada setan pun mereka nggak benci. Karena setan adalah sparing partner-nya manusia, kerjanya menguji iman manusia. Setan nggak punya pilihan, pilihannya cuman berbuat buruk (menyesatkan manusia). Lucu kalau setan berbuat baik. Jadi, silahkan saja setan datang, ngopi-ngopi di rumah. Tapi jangan pernah turuti kemauannya.

Kita kadang kehilangan koordinat. Kita tidak berada pada perspektif yang memang begitu adanya sehingga ketika ada apa-apa, kita tahu koordinatnya di mana. Di negeri ini orang sukanya meng-close up-kan sesuatu (berita). Kalau sudah ngomong Inul, Inul terus. Ketika ada goyang ngebor, terganggu banget, seolah-olah kita ini alim semua. Padahal dalam kehidupan sehari-hari ada yang lebih remuk dari itu. Ngaku ae rek..

Kalau sudah ngomong hidung, hidunggg terus, nggak ingat mata, pipi, bibir. Di Maiyah, orang diharapkan bisa dengan satu pandangan mendapat seribu penglihatan. Ibarat pendekar disuruh konsentrasi melihat satu titik. Ketika ada pukulan dari belakang, samping, atas, bawah, tetap bisa menangkis.

Pandangan ke satu titik itu sebenarnya sebuah tugas di tengah tugas yang lain. Mata memandang ke satu arah tapi sesungguhnya memandang ke seluruh arah. Mata dibantu oleh saraf-saraf dan sensor-sensor yang lain sehingga saat ada tikaman dari belakang dan samping tetap bisa mengelak. Dan itu namanya ilmu. Kalau satu titik saja (close up) itu pengetahuan.

Di pengajian Maiyah, orang diajak 'mengembara', menimba ilmu sebanyak-banyaknya. Karena di Maiyah nggak cuman pengajian agama doang, tapi juga mengkaji politik, budaya, sosial dan sebagainya. Semua boleh dipelajari, karena apa pun yang ada di dunia ini adalah cahaya ilmu. Silahkan pelajari Hitler, Firaun, wong gendeng. Dan mempelajari bukan berarti membenarkan mereka.

Di Maiyah semua orang boleh tampil, setan pun kalau mau tampil silakan. Jadi jangan heran kalau di jeda acara pengajian ada musik atau apa pun sekedar hiburan, selingan atau refreshing. Dan penampilnya nggak harus seorang musisi profesional, semua boleh naik panggung. Yang penting punya etika. Nggak pecicilan koyok raimu.

Di negeri ini, orang didengar omongannya saat orang sudah jadi 'orang' (hebat). Di Maiyah, semua boleh ngomong, agar semua orang tahu, dia hebat atau tidak.


       cak nun ketika memberikan pencerahan (sumber caknun.com)

Karena tidak ada pendaftaran, kartu anggota atau segala tetek bengek soal administrasi, maka semua orang bisa jadi orang Maiyah. Tapi Maiyah tidak untuk keren-kerenan. Maiyah atau tidak, tidak dilihat dari tanda pengenal atau kostum, tapi dari kelakuan atau sikap ente. Kalau ente sok, suka mengkafirkan orang lain, suka teriak "laknatulloh!!", ente jelas bukan jamaah Maiyah tapi jamaah Ambyar al Ngawuri.

Kegiatan (pengajian) Maiyah tidak disponsori oleh produk tertentu apalagi partai politik. Dan tidak disiarkan di TV nasional, tapi hanya di TV lokal. Itu pun dalam rangka shodaqoh, tak dapat bayaran dari penayangannya. Pihak TV mengambil acara pengajian Cak Nun, bukan Cak Nun yang diacarakan oleh pihak TV. "Saya nggak mau diatur oleh media..," begitu kata Cak Nun.

Dan malah tayangan Cak Nun tadi menempati rating paling tinggi. Padahal jika ditinjau dari ilmu broadcast acara bersama Cak Nun sangat jauh dari kaidah pada umumnya. Lighting apa adanya, orang-orang yang dishooting juga rileks tidak dibuat-buat, alami. Rupanya pemirsa sudah bosan dengan polesan dan kepura-puraan. Mereka merindukan yang sejati.

Well, Ini saja ulasan singkat tentang orang Maiyah dari sudut pandang saya. Mungkin orang Maiyah pendapatnya berbeda dengan saya (tentang mereka). Yang jelas wawasanku soal Maiyah sakmene tok. Karena saya sendiri bukan orang Maiyah dan nggak layak jadi jamaahnya. Saya hanya simpati dan salut pada pemikiran dan aktivitas jamaah Maiyah tanpa pamrih untuk negeri ini. Dan bagi saya mereka pantas sebagai kader dari Indonesia yang sejati. Jrenggggg.....


-Robbi Gandamana-

*pertama kali dipublish di Kompasiana