Rabu, 18 Mei 2016

Sudahlah Jangan lebay, MSG Bukan Racun!



ilustrasi

Sebelum lebih jauh membahas soal penyedap rasa atau istilah kerennya MSG, saya kasih tahu bahwa saya bukan karyawan BPOM atau ahli gizi. Paham saya soal MSG sama sekali nggak mendalam. Lagian buat apa mempelajarinya sampai detail, saya nggak sedang membuat skripsi.

Karena itu saya nggak terlalu mengulas MSG-nya, tapi lebih condong pada konsumennya yang terperosok ke dalam mitos yang nggak jelas tentang MSG. Soal aman atau tidak, itu tergantung dari kapasitas tubuh ente.  Apa pun yang dikomsumsi berlebihan akan jadi penyakit. Nasi pun kalau dikomsumsi berlebihan bisa bikin diabetes.

MSG Itu Baik!
MSG berawal dari penelitian Prof. Kikunae Ikeda (1908) dan diproduksi secara komersil oleh Zusuki bersaudara di Jepang dengan merk Ajinomoto (1909).  Masyarakat kita mengenal MSG sebagai Micin atau Vetsin walaupun merknya Ajinomoto, Sasa atau Miwon. Maklum wong Jowo.

Sejak jaman sepur klutuk, MSG dipakai masyarakat kita sebagai penyedap rasa. Dan selama itu MSG aman-aman saja. Kalau MSG itu bikin gemuk ya wajar saja, karena makanan jadi tambah enak, akhirnya makannya berlebih. Jadi bukan MSG-nya tapi karena orangnya yang nggak kontrol. Rakus sihh..

Ada juga mitos yang menyatakan bahwa MSG adalah biang kerok dari kebodohan anak. Bahwa anak yang kebanyakan mengomsumsi Vetsin jadi gemblung permanen. Oalaa, pusat MSG di Jepang, tapi yang jadi gemblung kok orang Indonesia? Ini yang salah MSG-nya atau orangnya?

Pada dasarnya MSG diciptakan untuk membantu penyerapan nutrisi makanan secara maksimal oleh tubuh. Badan-badan kesehatan dunia atau Amerika, Komunitas Kesehatan Eropa, dan BPOM pun mengamini. Jadi kalau ente gemblung itu bukan karena vetsin tapi mergo utekmu metel!

Vetsin juga dituduh penyebab orang tak berumur panjang. What a stupid!  Umur panjang atau tidak itu urusan Tuhan, bukan karena Vetsin atau MSG.

Kalau orang pelosok desa jadul bisa berumur panjang, bukan karena tak pernah mengomsumsi MSG. Banyak faktor yang menentukan. Salah satunya karena pikiran mereka lebih fresh, nggak mikir berat-berat. Nggak terikat oleh kekakuan-kekakuan dalam rutinitas sehari-hari.

Bandingkan dengan orang kota yang tiap hari stress terjebak macet, kerjaan numpuk, cicilan motor nunggak, selingkuhan hamil, mikir harus ganti gadget yang terbaru dan sebagainya.

Kalau pikiran fresh dijamin akan sehat wal afiat. Sumber segala penyakit ada di dalam pikiran yang burek. Kalau pikiran sudah salah, maka perintah yang datang dari otak (pusat pikiran) ke jantung, lambung, paru-paru dan organ tubuh lainnya jadi nggak beres. Maka timbulah jerawat, udun, sakit jantung, stroke..opname.

Bagaimana pikiran bisa benar? Ya belajar tiap hari. Sadar atau tidak sadar, setiap orang melakukan penelitian. Maka jadikan belajar sebagai kebutuhan. Ojok belajar cuman pas onok THB tok ae.

Kata Kyai, manusia adalah Khalifah, sebagai wakil Tuhan di Bumi : memelihara dan mengolah Bumi untuk kehidupan makhlukNya. Jadi manusia dikasih hak sedikit persen untuk 'memerintah' apa yang ada di Bumi. Maka jadikan apa yang ada di dirimu dan luar dirimu anak buah.

Pada tanganmu, kakimu, matamu, organ tubuhmu, uang, gadget, mobil, benda materi lainnya..jadikan mereka anak buahmu, bukan malah jadi budaknya.

Jadi sama MSG, jadikan dia anak buahmu. Kalahkan dia dengan niat dan sugestimu.

Kalau ente meyakini MSG itu baik, maka dia akan jadi baik beneran. Begitu juga pada makanan yang lain, kecuali yang jelas-jelas racun atau yang diharamkan agama.  Kalau ente meyakini MSG itu buruk, jangan kaget kalau setelah makan MSG jantungmu ambrol.

Jangan Mudah Percaya
Jangan mudah percaya dengan ilmu-ilmu kesehatan yang nggak jelas. Apalagi yang dihembuskan oleh orang Barat. Mereka itu gen lemah. Percayalah bahwa orang Nusantara adalah manusia hibrida plus. Cuman makan tajin dan pisang, bayi bisa tumbuh besar. Jadi nggak usah terlalu serius ngomong gizi...gizi gundulmu!

Banyak mitos keliru yang diyakini masyarakat kita. Misal minum air putih minimal 6-8 gelas sehari yang ternyata cuma propaganda perusahaan air minum. Bahkan jargon '4 sehat 5 sempurna' yang dulu digembar-gemborkan, sekarang nggak dipakai. Itu karena terlalu percaya ilmu kesehatan dari Barat.

Rakyat kita juga banyak yang belum sadar bahwa negeri ini masih dijajah oleh persekutuan kolonialis global. Persekutuan bangsa Barat yang mengerdilkan negeri ini sampai sekerdil-kerdilnya, lebih kerdil dari kaum Hobbit.

Banyak mitos kesehatan telah diciptakan.  Dilegalisasi oleh WHO, UNICEF bahkan IMF. Semuanya bukan dalam kerangka kejujuran ilmiah, melainkan atas nama kepentingan, persaingan dagang dan penghancuran budaya lokal.

Bagaimana dulu di negeri ini kopra pernah berjaya dengan minyak kelapanya. Sampai akhirnya terpuruk karena kita ditakut-takuti oleh Barat akan bahaya kolesterol yang terkandung di minyak kelapa. Akibatnya kita lari ke minyak kedelai atau Canoli yang banyak diproduksi oleh orang sono.

Begitu juga dengan garam. Dengan garis pantai terpanjang kedua dunia, garam Indonesia pernah jadi primadona. Sampai akhirnya remuk jaya karena mulai dikampanyekan garam beryodium oleh Akzo Nobel yang memproduksi garam beryodium sejak 1918.

Tembakau juga cengkeh (industri kretek) tak kalah remuk nasibnya. Bagaimana industri kretek kita dikebiri oleh rokok putih (asing). Bahaya tembakau dibesar-besarkan bla bla bla bla bla....kapan-kapan saya teruskan, ini lagi sibuk.

****
Intinya semua makanan itu baik (kecuali racun dan yang diharamkan) tergantung bagaimana atau cara ente mengkomsusinya. Semua makanan bisa membunuhmu jika anda berlebihan atau salah dalam mengkomsumsinya.

Wis ah..

-Robbi Gandamana-

Referensi :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar