Rabu, 14 Oktober 2020

Kok Nggak Tahu Sih, UU Cipta Kerja Sudah Dipraktekan Sejak Dulu!

 


sumber : kompas.com
sumber foto : kompas.com


Selama ini aku sengaja mengkuperkan diri, jarang main medsos dan sedikit membaca berita. Hanya berita besar saja yang aku baca, seperti berita soal UU Cipta Kerja yang bikin gaduh suasana.

Jujur saja aku nggak begitu paham soal begituan. Kalau soal undang-undang, untuk kasus di Endonesyah --> kadang lebih baik nggak tahu (daripada nyesel, nggak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan). Kalau memang harus tahu, jangan terlalu dimasukan di hati.

Aku juga nggak paham apa itu omnibus fucking law. Apa itu semacam perkumpulan kenek bus or something?

Kalau undang-undang soal ketenagakerjaan, aku nggak terlalu perduli. Berdasar pengalaman temannya temanku yang jadi buruh, banyak pengusaha yang nggak perduli dengan UU tenaga kerja. Banyak karyawan yang dikeluarkan dengan seenaknya, nggak ada pesangon bahkan tali asih. Yang ada tali asu. Isine kudu misuh ae.

Karyawan mendapatkan haknya dengan layak itu tergantung niat baik para pengusaha atau petinggi perusahaan. Buku panduan soal UU tenaga kerja itu tempatnya di rak atau di laci. Buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kalau bosmu asyik, nasibmu baik. Kalau bosmu bajingan, jangan terlalu berangan-angan. Kalau masih buruh nggak bisa mengejar mimpi, karena buruh itu mewujudkan mimpi bosnya.

Dan buruh itu selalu kalah, karena bos itu raja (bahkan ada yang  bergaya Tuhan). Kakean polah malah dipecat, jadi pahlawan kesiangan. Kapok koen. Wis pokoke saiki kerjo sing mempeng dan berharap Tuhan mengubah nasibmu. Jangan berharap pada isapan jempol UU pemerintah. Bullshit.

Yang masih patuh pada UU tenaga kerja itu perusahaan besar yang sehat dan tersohor. Kalau perusahaan kumuh kacangan kayak tempatmu bekerja itu ya jangan berharap. Gaji nggak telat saja itu sudah bagus.

Di negeri +62 ini, undang-undang atau hukum kebanyakan nggak terlalu ditaati. Karena rakyat terbiasa tidak dilindungi negara. Aparatnya lebih banyak mengancam daripada melindungi. Hukum ditaati hanya saat ada razia.

Beda dengan negara-negara mapan yang negaranya sangat melindungi rakyatnya. Mereka sangat taat hukum. Semua urusan diserahkan pada hukum. Mereka sangat percaya pada hukum. Tapi sisi negatifnya mereka jadi ngalem dan manja, dikit-dikit lapor polisi. Cemen.

Kalau di sini, hanya orang bodoh yang menyerahkan segala urusan kepada undang-undang (hukum) yang dibuat oleh para elit yang isinya lebih menguntungkan kaum elit. Dan juga karena hukum itu level yang paling rendah. Di atasnya lagi masih ada akhlak.

Ketika  kamu tahu ada orang terjatuh dari motor dan kamu tidak menolongnya, itu nggak masalah menurut hukum, tapi salah menurut akhlak.

Undang-undang itu cuman pedoman atau alat kontrol. Terciptanya kehidupan yang harmoni itu tergantung pada akhlak manusianya. Bukan pada hukum atau undang-undang.

Seorang hakim ngasih putusan hukuman pada terdakwa itu berdasarkan rasa keadilan. KUHP itu cuman buku pedoman yang tempatnya di laci. Hukumannya bisa lebih ringan dari yang ditulis di KUHP atau bahkan bisa lebih berat.

Begitu juga dengan pengusaha. Kalau si pengusaha akhlaknya bener, karyawannya akan diberlakukan dengan layak. Tanpa ada undang-undang atau menunggu instruksi dari pemerintah.

Jadi, orang yang tidak mengenal hukum pun hidupnya bisa beres selama akhlaknya bener. Sementara banyak orang yang paham hukum dan undang-undang malah menipu rakyat yang lugu.

Makane pendidikan agama iku penting. Gak kudu dadi wong alim. Minimal tidak menyakiti manusia itu sudah oke. Terlalu alim yo percuma nek hobine ngafirno wong liyo.

Bahkan sebenarnya tanpa agama pun manusia itu bisa hidup harmoni. Karena manusia itu sebenarnya punya kecenderungan menyukai perbuatan baik. Kalau kita amati suku-suku terasing yang sama sekali tidak kenal agama, mereka bisa hidup rukun, damai, sentosa manunggal jaya. Tapi tentu saja aku nggak merekomendasikan hidup kayak mereka.

Intinya nggak usah terlalu baper dengan undang-undang yang ada. Mau demo monggo saja, tapi jangan kisruh. Anarkisme tidak menyelesaikan masalah tapi malah menambah masalah. Fak yu.

Hai mahasiswa, sebenarnya sudah sejak doeloe kala  poin-poin yang ada di UU Cipta Karya dipraktekan oleh banyak perusahaan di negeri ini. Jadi nanti kalau perjuanganmu berhasil, UU Cipta Kerja dihapus, jangan kaget kalau suatu ketika kau memasuki dunia kerja ternyata diperlakukan seperti apa yang tercantum di omnibus fucking law. "Too bad you're fucked up, " kata Axl Rose.

Jadi poinya --->  buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang yang ada, tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kiro-kiro ngono lah. Ojok percoyo.

Jumat, 25 September 2020

The Power of Badokan


Kali ini aku rai gedek ikut lomba nggambar (ndesain), babah wis. Biasane males melok ---> wis tuwek (Sakjane yo gak tuwek, cuman umure wis akeh. I'm still very young). Orang yang sudah berumur itu canggung kalau ikut lomba. Kalah menang pasti ada komentar miring. Kalau menang : "wajarlah menang, wis tuwek." Tapi kalau kalah : "Tuwek kok kalah karo arek enom, mblendesss." Itu salah satu alasannya. Alasan lainnya, aku agak nggak percaya dengan juri Endonesyah (dalam hal gambar menggambar). Sori yo ojok tersinggung. Terutama juri generasi tua. Kebanyakan juri jompo itu sok akademis. Karya yang menang nggak museumable, nggak bagus dipajang di museum. Idenya memang bagus, tapi gambarnya payah, tidak "bernyawa". Yang kulihat hanya ide, tapi karya seninya gersang. Itu yang membuatku berpikir keras, iku lomba nggambar opo lomba ide se? Kalau lomba desain gapura kampung nggak masalah gambarnya atau garisnya pating pletot, yang penting idenya keren, ukurannya jelas, benar dan mudah dipahami. Karena nantinya desain itu akan dieksekusi oleh para kuli bangunan. Pokoke fak yu lah kalau aku melihat karya-karya pemenang yang jurinya sok akademis, selera seninya ikut-ikutan Barat (bangsa Nusantara punya selera yang berbeda). Ojok ngamuk yo. Seniman kok ngamukan, nek ngamukan dadi demonstran ae, atau jadi debt collector. Seniman harus tahan kritik, sepedas apapun. Aku nggak ngomong karyaku bagus dan layak menang (bagus atau jelek itu relatif dan subyektif banget). Bukan itu poinnya. Angel njelasno rek, wis pikiren dewe. Yang jelas menurutku lomba Good Day ini beda. Jurinya anak muda yang berprestasi di bidangnya. Karya-karya yang dimenangkan kemarin juga masuk rasa estetika seniku. Ide dan gambarnya keren abis, satu paket. Sangat museumable, nggak malu-maluin kalau dipajang di museum. Alasan lain aku ikut lomba Good Day ini adalah hadiahnya gede dan gratis. Matre yo, gak ngurus. Tapi memang kalau lomba sudah mbayar duluan itu haram kata pak ustadz. Karena sistemnya mirip judi. Tapi sakarepmu rek, persetan dengan ideologi kalian. Off the record. Bicara soal lomba Good Day yang bertema "Indonesia Banyak Rasa" ini, aku memahami tema-nya dengan sangat linear (mungkin juga lugu). Sementara peserta lomba yang lain mengartikan "rasa" itu dengan kedamaian, cinta, dan seterusnya, tapi aku memahaminya sebagai rasa makanan. Pancen utekku isine badokan tok ae. Badokan kadang memang remeh, tapi jangan diremehkan. Makan-makan adalah sarana yang dahsyat untuk menyatukan, merukunkan, mengakrabkan pertemanan di kantor, di kampung, di sebuah komunitas atau organisasi. Trust me. Nek koncomu nggerundel ae, traktiren mangan sing wenak. Dijamin langsung pringisan. Bahkan Jokowi menggunakan acara makan-makan sebagai "senjata" yang ampuh untuk meluluhlantakan hati rakyat yang benci padanya berbalik jadi bersimpati. Dan malah banyak dari mereka yang jadi fan die hard-nya yang rela babak belur dicemooh, dibully, bahkan sampai putus hubungan dengan anggota keluarganya. Juga malah ada yang dicerai istrinya. Gila men. Aku ingat betul saat pemindahan lokasi pasar klitikan (barang rombeng) di Solo. Awalnya para pedagang menolak keras dipindahkan. Tapi setelah diajak makan-makan, mereka sangat mudah digembalakan (eh kok koyok wedus yo) atau tepatnya dikendalikan, tanpa perlawanan. Padahal mereka adalah jenis manusia golongan keras, senggol keplak. Tampangnya sangar-sangar, Jenis orang yang siap mati demi membela uang ceban. Ah aku nggak mau bicara politik, aku nggak paham. Biar nanti para buzzer yang merangkumkannya untuk kalian. Bicara soal kuliner, Indonesia memiliki beragam suku dan etnis yang bermacam-macam. Karena itulah negeri ini memiliki beragam kuliner yang berbeda pula. Tiap daerah mempunyai makanan khas yang unik dari segi rasa dan penampilan. Makanan kelas kere tapi penampilan parlente. Walau sama-sama soto, tapi tiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing, karena bangsa Indonesia itu super kreatif. Intip yang bagi sebagian orang adalah makanan remeh, di Solo malah jadi komoditas yang laku dijual. Karak pun kalau dikemas menarik bisa jadi terlihat mewah. Padahal itu nasi sisa, tapi tentu saja bukan nasi basi. Jajanan "impor" sudah jauh berbeda dengan yang di negeri asalnya, karena sudah dimodif disesuaikan dengan selera kita. Bakso yang aslinya dari China, berbeda dengan yang ada di sini. Bahkan tiap daerah pun berbeda, walau sama-sama bakso. Bagiku bakso dari Malang is the best. Kuliner adalah salah satu potensi bangsa Indonesia yang bisa diandalkan, karena bisa membantu menghidupkan ekonomi rakyat. Kita tahu rakyat Indonesia itu ubet dengan perekonomiannya sendiri, nggak ada urusan dan nggak perduli ada krisis moneter atau krisis ekonomi yang lain, mereka bisa hidup dengan caranya sendiri. Daya survive-nya luar biasa. Sudah terbukti saat krismon dulu. Ketika perusahaan-perusahan besar mulai sekarat dan bergelimpangan, ekonomi rakyat tetap jaya. Salah satunya dengan bisnis kuliner. Karena kuliner itu nggak ada matinya. Badokan rules the land. ----Mungkin itu alasan Bondan Winarno memutuskan berhenti jadi kolumnis Tempo. Lebih asyik mengulas badokan daripada ngulas politik. Mengulas kasus politik itu resikonya gede, bisa disomasi dan dituntut ganti rugi milyaran rupiah karena dianggap mencemarkan nama baik petinggi negara. Bisa miskin tujuh turunan. Mending ceramah soal badokan, aman---- Zaman sekarang kuliner semakin gila-gilaan. Warung bermunculan dimana-mana, dari warung kelas atas sampai kelas kumuh. Karena sekarang buanyak sekali orang yang pinter masak. Pria sangar dan bertato pun banyak yang jadi tukang masak (kukira rocker tapi ternyata selera musiknya Pance Pondaag). Urusan masak-memasak nggak lagi hanya diminati oleh kaum wanita. Apalagi ini zamannya medsos. Resep sangat mudah didapat. Ada yang berhasil mempraktekan, tapi banyak juga yang ancur minah, karena nggak bakat masak. Bikin brownies jadinya batu bata, keras banget. Bikin bolu jadinya paving. Ini bikin kue apa mau mbangun jalan sih. Gile loe Ndro. Wis ah. Intinya jangan remehkan kuliner, karena sudah terbukti ikut membantu membangkitkan ekonomi Indonesia. Mari kita bangun negeri ini dengan badokan! -Robbi Gandamana- #IndonesiaBanyakRasa #GoodDayGaulCreation2020

Minggu, 02 Agustus 2020

Antara Idul Adha dan Nike Ardila


Ilustrasi oleh Benny Rachmadi

Kita ini generasi yang sangat sangat beruntung. Karena hidup di zaman yang serba instan. Lha ya'opo semua tinggal meneruskan, mengembangkan apa yang sudah dirintis oleh mbah-mbah kita dulu. Bahkan tinggal makai, tinggal menikmati hasil kerja keras, kesabaran, pengorbanan mereka.
Apa jadinya kalau kita hidup di zamannya Nabi-Nabi. Pasti kita jadi penjahatnya, ikut gengnya Abu Lahab. Lha wong awake dewe iki hobine ngremehno dan ngeyelan. Angel aturane.
Bayangkan saja kalau kita tetangganya Nabi Ibrahim. Bakalan misuh pol-polan saat lihat Ibrahim akan menyembelih Ismail, anaknya sendiri. Karena kita terbiasa hanya melihat apa yang tampak mata. Sama sekali nggak tahu apa yang melatarbelakangi perbuatan itu.
Dialoge mungkin koyok ngene :
Giman : "Him, karepmu opo kon iku. Arek cilik kok dibeleh. Ya'opo se. Gendeng ta?"
Ibrahim : "Lho Man, iki perintah Alloh.."
Giman : "Gak awoh-awohan. Awoh cap opo iku. Perintah kok mbeleh arek cilik. Ngawur ae. Ojok ngelindur talah.."
Ibrahim : "Lambemu...Ojok ngelamak kon. Nek gak iso meneng awakmu sing tak beleh.."
Giman : "Jasik..Nabi kisruh kon iku."
Akhire Giman karo Ibrahim gelut.....(bersambung).
Ajur Jum.
Jika Nabi Ibrahim hidup di zaman now juga pasti sudah digiring ke polsek. Jelas didakwa aliran sesat, lha wong menyembelih anak sendiri.
Nabi itu memang manusia luar biasa. Terutama Nabi Ibrahim. Menjalankan perintah menyembelih anaknya sendiri itu butuh ketaqwaan, kesabaran, dan keberanian tingkat dewa. Dia harus menghadapi omongan orang yang menganggapnya mengong, stres, pekok. Makanya Idul Adha itu hari yang jauh lebih mulia dari Idul Fitri.
Kalau membaca kisah-kisah Nabi dengan pikiran yang tidak linear, kita sebagai orang awam harusnya maklum dengan orang yang mencela Nabi. Lha wong apa yang dilakukan para Nabi itu kadang nggak masuk akal. Seperti apa yang dilakukan Nabi Ibrahim pada Ismail.
Kalau nggak dapat hidayah, nggak mungkin jadi umatnya Nabi. Untung lho aku nggak dilahirkan di zaman Nabi-Nabi,  bakalan dadi koncone Giman. Jelas jadi golongan bajingan.
Tapi drama kehidupan memang harus seperti itu. Kalau ada orang alim, pasti juga ada bajingan.
Orang yang asyik itu yang merasa bajingan, dengan begitu dia selalu berusaha alim. Yang bahaya itu kalau sudah merasa alim. Tiap hari kerjaannya menilai orang lain. Jadi polisi moral. Merasa mulia karena tidak pernah maling, padahal belum ada kesempatan.
Makane gak usah berlebihan membenci koruptor atau penjahat yang paling kakap sekalipun. Ojok nggaya ngenyek Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Ndlahom. Karena kita nggak di posisi mereka. Cobalah simulasi, kalau kita hidup di zaman itu, lebih cocok jadi umatnya Nabi atau umatnya Abu Lahab.
Bisa jadi kita lebih parah dari Abu Lahab. Lha wong bendino postingane nyacat wong liyo. Siapa saja yang beda dengan pilihan kita, apa itu soal agama, madzhab, presiden, pasti kita anggap mblendes. Ganok apike.
Tapi walaupun sudah berusaha keras berbuat baik, akhlak kita juga nggak bakalan kayak Nabi. Sing penting ada usaha keras, Tuhan tidak menagih di luar batas kemampuan hambaNya. Kita cuman manusia, bukan malaikat.
Wis talah, kita itu memang generasi yang  wasyik. Hidup di negeri sempalan surga. Makanan dan minuman melimpah. Merayakan Idul Adha, daging gratis dimana-mana. Hari-hari begadang mbakar sate sambil main gitar bernyanyi ria koyok video klipe lagu Nike Ardila.
-Robbi Gandamana-

Kamis, 23 Juli 2020

Kisah Nyata Awal Mula Pocong Keliling yang Menggemparkan Sukabumi di Tahun 2008 (Bagian 3)

                                                                   
sumber foto : kaskus.co.id
                                                                (Kisah sebelumnya)

Ririn itu tiga bersaudara. Dia punya dua kakak, cowok dan cewek. Yang cowok tewas dalam kecelakaan balap liar yang sebenarnya itu ulah jin penguasa tambang. Yang satunya kakak perempuan yang kuliah di Australia.
Mantel yang jadi sarang Jin bajingan itu adalah hadiah ultah si kakak perempuan untuk bapaknya. Mantel yang dibeli di Singapura itu limited edition (hanya diproduksi 100 biji). Karena mahal, pembelinya hanya orang kaya. Harganya mungkin setara dengan gaji buruh pabrik selama lima tahun beserta sampingannya.
Si kakak perempuan ini nggak tahu menahu soal Ririn yang jadi pocong. Sampai akhirnya dia telpon Ririn di tengah malam, yang tentu saja nggak akan diterima oleh Ririn yang sudah berubah jadi pocong. Maka Aria yang berinisiatif menerima panggilan kakaknya. Saat itulah kakaknya tahu dari Aria apa yang sedang terjadi pada keluarganya.
Dia jadi tahu alasan kenapa bapaknya bersikeras agar dia membeli mantel yang sama persis seperti mantel sebelumnya. Harganya berapa pun akan dibayar sama bapaknya. Selama ini yang dia tahu kakeknya meninggal karena sakit dan adik laki-lakinya tewas kecelakaan motor. Dia sama sekali nggak tahu kalau itu karena ulah makhluk jahanam.
Tanpa pikir panjang si kakak langsung cabut ke Jakarta. Dia sedih lihat nasib adiknya yang nyawanya terancam (bukan gudangan lho ya. Badokan tok apalanmu).
Si kakak dengan ditemani Aria menemani Ririn saat malam hari---FYI, Aria menemani Ririn selama 5 hari. Dari hari Rabu sampai Minggu---. Ririn sendiri kalau siang hari tidak sadar kalau saat tengah malam jadi pocong. Tahunya dia kemping, kecelakaan dan masuk rumah sakit. Dia hanya merasa kalau malam mengalami mimpi buruk. Mungkin mimpi orderan gambar wajah satu keluarga tidak dibayar.
Melihat nasib Ririn, si kakak bersumpah akan mendapatkan mantel yang diminta walau harus ditukar dengan nyawanya. Bapaknya Ririn juga akan ngasih apa pun yang diminta pemilik mantel. Orang kaya punya harta melimpah, kalau cuman sekarung emas sih kecil. Beda dengan kita-kita, jangankan emas, karungnya saja nggak punya.
Si kakak pun minta info soal mantel keparat itu di toko asalnya di Singapura. Setelah Susah payah mendapatkan list siapa saja pembelinya, si kakak dengan ditemani Aria mendatangi alamat pembeli yang ada di Jakarta.
Tentu saja pencarian mantel itu tidak segampang membalikan telapak tangan. Prosesnya berliku-liku kayak acara reality show Termehek-mehek di Trans TV. Karena belinya juga sudah lama, pembelinya banyak yang pindah alamat. Bahkan mungkin ada yang sudah pindah alam.
Singkat cerita, setelah mendapat informasi yang akurat, bertemulah mereka dengan seorang ibu-ibu yang berpenampilan kinclong layaknya toko emas berjalan, perhiasannya bikin silau men.
Tanpa babibu kakaknya Ririn langsung tanya sambil menunjukan gambar mantel, "Maaf bu, ibu yang punya mantel ini khan?"
"Iya. Ada apa ya?" jawab si ibu.
"Boleh nggak kalau mantelnya saya beli?" tanya si kakak to the point.
Ibu kinclong tadi langsung mendelik, "Kurang ajar. Anda nggak sopan. Itu mantel mahal. Saya bukan orang kere ya. Fak yu kalian!"
Buru-buru kakaknya Ririn minta maaf dan menjelaskan panjang lebar kenapa dia ingin sekali beli mantel tersebut. Bahkan sampai bersujud memohon agar si ibu mau menjualnya. Berapa pun akan dia bayar. Kakaknya Ririn saat itu sudah siap dengan kartu kredit, kunci mobil beserta mobilnya (tentu saja).
Tidak disangka si ibu nangis terharu dengar cerita kakaknya Ririn. Dia pun ngasih mantel itu gratis tis, "Ya sudah, mantel ini boleh kamu bawah..semoga adikmu cepat sembuh.."
Setelah bilang terimakasih, kakaknya Ririn dan Aria segera cabut pulang. Malamnya, ritual pun disiapkan. Si orang pinter minta kakaknya Ririn untuk memegang kepalanya Ririn. Orang pinter minta kalau Ririn nanti berontak, segera lepaskan tali pocongnya. Aria sendiri kebagian memegang kakinya. Takut kalau dia loncat-loncat keluar kamar ngajak main petak umpet.
Ritual kali ini adalah untuk pemindahan si Jin penguasa tambang ke mantel, sarang barunya. Tapi sebenarnya ritual ini juga langkah akhir, pemusnahan si jin keparat dari Bapaknya Ririn dan keluarganya.
Saat itu ada 20 sampai 30 orang pinter di lantai bawah melakukan ritual berjamaah untuk memusnahkan si jin penguasa tambang. Langkah akhir ini punya resiko yang sangat berat. Pilihan resikonya adalah Ririn selamat, tidak terjadi apa-apa, jinnya pergi selamanya atau Ririn mati.
Sempat terjadi drama ala sinetron, dimana kakaknya Ririn menangis minta pada pimpinan orang pinter agar nyawa dia ditukar dengan Ririn kalau seandainya ritual gagal. Mendengar hal tersebut, ibunya Ririn ikutan nangis. Semuanya yang ada di situ jadi terharu, semua mata berkaca-kaca. Sudah kayak sinetron Ratapan Anak Bombay.
Tengah malam pun tiba, tubuh Ririn pun berubah jadi pocong. Saat itulah dia berontak dan marah besar karena dikeroyok oleh kawanan orang pintar. Beraninya keroyokan, kalau memang jantan, satu lawan satu dong. Begitu mungkin batin si jin.
Tiba-tiba angin berhembus dan terdengar suara tawa khas netizen yang sedang debat, eh jin penguasa tambang ding, "hahahahaha goblok..dasar cah gemblung nggak punya otak..belajar lagi sana hahahahaha..." Tentu saja ngomongnya nggak begitu lah.
Di bawah, ritual semakin khusyu'. Mantra dan doa bersahut-sahutan menyambut kedatangan jin penguasa tambang yang mulai kasar. Adu kesaktian pun tidak terelakan.
Tapi akhirnya ritual membuahkan hasil. Pocong yang mulai berubah jadi Ririn teriak keras, "Tolong lepasin..panas..panas sekali.." Cepat-cepat kakaknya Ririn melepaskan tali pocong Ririn dan terbebaslah tubuh Ririn dari pocong.
Sesaat setelah kain pocong terlepas, Ririn langsung telanjang bulat. Cepat-cepat Aria menutupinya dengan selimut. Saat itu nggak ada pikiran ngeres (ya dikit lah), karena tertutup oleh rasa takut dan tubuh Ririn sendiri berbau sangat busuk, efek dari perpindahan dimensi. Kakaknya Ririn sendiri langsung muntah.
Sementara di bawah para orang pintar masih kasak-kasuk ritual memindahkan si jin ke mantel, sarang barunya, yang sekaligus akan diusir atau dilenyapkan jauh kembali ke alamnya sana dengan resiko kalau gagal Ririn akan mati.
Sebenarnya Ririn sendiri masih belum pulih betul. Dia masih saja kesurupan. Berontak dan ngoceh nggak karu-karuan. Tapi itu bisa diatasi karena dia didekap erat oleh kakaknya.
Setelah babak belur dikeroyok orang pintar, si jin pun KO dan minggat dari situ. Akhirnya keadaan dinyatakan aman, Ririn selamat kembali seutuhnya. Subhanalloh.
Dengan masih setengah sadar Ririn dikasih air minum orang pinter. Setelah itu dia tidur pulas. Semua yang saat itu ada di kamar Ririn pun turun ke kamar tengah. Mereka ngobrol ngalur ngidul merayakan kesuksesan pengusiran jin keparat itu. Kakak Ririn berterimakasih kepada Aria karena rela menemani Ririn selama jadi pocong.
Paginya mereka ngumpul lagi di meja makan. Tak berapa lama datanglah Ririn dari atas kamarnya dengan wajah sumringah. Dia menyapa orang yang ada di situ dengan manisnya. Dia menanyakan kabar kakeknya yang di rumah sakit dan ingin menjenguknya. Dia juga menanyakan kakak laki-lakinya yang tidak ada di situ. Dia pikir kakaknya sedang kumpul dengan teman-temannya sesama penghobi balap liar.
Saat matanya tertuju ke Aria, Ririn mengernyitkan dahi,  "Eee..ada orang. Ini siapa ya?"
Bapak ibunya yang ditanya begitu, bingung mau jawab apa. Aria sendiri kaget, kok Ririn lupa sama dia. Ternyata orang pinternya yang terpaksa menghapus ingatan Ririn 2 sampai 3 tahun ke belakang untuk menghindari trauma berat. Swemproel Ndes.
Aria cuman melongo menerima kenyataan pahit ini. Gimana nggak pahit, Berhari-hari menemani Ririn yang jadi pocong, eh dilupakan begitu saja. Sementara sahabat-sahabatnya Ririn pada nyerah, nggak berani menemani. Karena sebetulnya para sahabatnya juga bernasib apes. Sejak pulang dari gunung Salak, mereka sering kali diganggu makhluk halus yang ternyata anak buah jin penguasa gunung Salak yang marah karena Jin penunggu tambang telah bikin keributan di sana.
Bapak dan ibunya Ririn sepakat membuat skenario yang intinya kakek, kakak cowok dan Ririn kecelakaan lalu lintas. Hanya Ririn yang selamat, tapi mengalami amnesia akibat kecelakaan tersebut. 
Singkat cerita, Aria pun balik lagi ke Sukabumi melanjutkan mimpinya jadi juragan tepung terigu. Beberapa hari setelah itu dia dapat kabar dari kakaknya Ririn kalau Ririn akan hidup bersama kakaknya di Australia, memulai hidup baru.
Kalau nasib Aria sekarang saya nggak tahu, apakah dia masih jadi kuli panggul atau memanggul kuli. Tanyakan langsung ke orangnya.
Ya, begitulah kisah klasik pocong keliling yang pernah menggemparkan Sukabumi di tahun 2008 silam. Saya kisahkan kembali agar jadi pelajaran bagu kita semua, jangan pernah bikin perjanjian dengan setan, iblis, jin, demit atau pun namanya itu. Karena memang banyak sengsaranya daripada senangnya. Nuruti iblis, raimu rembes koyok bedes.
Hidup itu super singkat, jangan terperdaya oleh gemerlapnya dunia. Kemewahan dunia itu palsu. Dunia itu cuman persinggahan. Tempat akhir kita ada di akhirat. Makanya sangat rugi orang yang menggadaikan hidupnya hanya untuk kesenangan sesaat di dunia. Ndlahom jaya.
Bapaknya Aria itu korban dari orang pinter yang ada di tambang batu bara. Orang pinter yang menolong nyawa Ririn itu orang yang berbeda dengan yang di tambang. Orang pinter yang di tambang itu musuh dalam selimut. Dia ngomong ke bapaknya akan menjerat jin penguasa tambang agar tidak ngganggu pekerja tambang, tapi yang sebenarnya dia malah melakukan perjanjian (konspirasi) dengan jinnya.
Ketika jin penguasa gunung berhasil dilenyapkan dari kehidupan bapaknya Ririn, nyawa dukun yang di tambang juga ikutan lenyap. Mungkin karena dia telah gagal mengendalikan bapaknya Ririn atau melanggar perjanjian yang sudah diteken bersama dengan jin. Jadi apakah jin penguasa tambang benar-benar telah lenyap atau hanya pergi dan akan kembali lagi? Saya nggak tahu. Kemungkinan besar siapa pun yang terlibat dengan kasus pocong ini akan terus diganggu. Bisa jadi termasuk yang membaca kisah ini.
Wis ah. Tamat.
-Robbi Gandamana-
(Diceritakan kembali kisahnya dari YouTube/RJL 5, Twitter/Arangga Aria, dengan penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya)

Selasa, 21 Juli 2020

Kisah Nyata Awal Mula Pocong Keliling yang Menggemparkan Sukabumi di Tahun 2008 (Bagian 2)



                                                                   (Kisah sebelumnya)

Rombongan pencari pocong Ririn bingung memulai pencariannya dari mana. Karena ternyata jin penguasa gunung Salak tidak mau ngasih informasi Ririn diusir kemana. Mereka pun mati gaya.
Tapi akhirnya mereka memutuskan untuk sowan dan sekaligus minta tolong ke para ustadz atau kyai sekitar situ yang dianggap paham soal dunia gaib.
Ada beberapa laporan atau berita kalau ada pocong di suatu desa sekitar Sukabumi. Mereka pun bergerak menuju tempat yang disebutkan. Selama pencarian Aria ditugasi sebagai penunjuk jalan. Karena dia sudah khatam desa-desa sekitaran Sukabumi.
Malam pertama, malam kedua, sampai malam keenam pencarian tidak membuahkan hasil. Tiap kali datang ke desa yang disinyalir ada pocong, ternyata nggak ada. Kadang hanya ada samar-samar suara tangis, tapi pocongnya nggak nongol-nongol.
Sampai akhirnya di malam ketujuh ada kabar di suatu desa ada pocong yang menangis di atas rumah warga. Mereka pun bergegas ke sana. Sampai di sana jam 11 malam. Ternyata benar, ada sesosok pocong yang sedang stress duduk rileks di atas genteng. Dia terus-terusan nangis bombay minta tolong.
Warga di sekitar nggak ada yang tertarik menolong (ya iyalah, lihat saja takut). Mereka malah sembunyi, masuk ke dalam rumah atau hanya melihat dari kejauhan.  Kalau sudah menghadapi pocong, Rambo pun pasti akan cari aman, duduk manis di dalam kamar terkunci sambil baca Yasin. Itu kalau Rambonya mualaf.
Ritual pun disiapkan, mantra dan doa dibacakan. Orang pinter dengan bantuan ustadz berjibaku menangkap pocong yang becandanya kelewatan itu. Ketika orang pinter naik ke genteng dan sudah hampir mendekap, si pocong mendadak hilang pindah tempat yang tak jauh dari situ. Begitu terus sampai orang pinternya kecapekan. Fak yu tenan.
Sampai akhirnya orang pinter menyiapkan jaring yang kasat mata. Dari bawah genteng dia melemparkan jaringnya. Kayak nonton acara sulap, dimana seorang mentalist sedang beraksi. Mulanya nggak berhasil. Tapi dengan dibantu oleh ustadz dengan mantra dan doa, akhirnya pocong Ririn terjerat jaring.
Dengan susah payah, nafas ngos-ngosan dan keringat bercucuran, si orang pinter menarik pocong ke bawah. Setelah sampai di bawah, si pocong yang terus berusaha lepas itu didekap erat dan dicopot pocongnya oleh orang pinter dengan bantuan ustadz. Setelah kain pocong terlepas, kain tersebut berubah jadi mantel lagi.
Tubuh Ririn terkulai lemas di tanah dengan keadaan telanjang dengan beberapa luka di tubuhnya. Badannya yang dulu berisi, sekarang jadi kurus kering kurang gizi. Untung saat itu nggak ada petugas kesehatan. Kalau ada, mungkin akan di-rapid test.
Saat itu badan Ririn lemah lunglai tak berdaya karena selama seminggu terperangkap mantel maut yang dihuni jin penguasa tambang itu. Mana sempat makan dan minum. Membaca saja susah.
Aroma bau busuk menyeruak menusuk hidung. Aria yang berada tidak jauh dari arena duel jin penguasa tambang dan para orang pinter tadi sampai mau muntah. Mungkin karena pocong Ririn seminggu nggak mandi kali ya. Kalau kebelet pipis nggak buka kain pocongnya, langsung ngompol.
Setelah mantelnya dibakar dengan disertai doa, mereka pun membawa Ririn ke rumah sakit. Di sana Ririn menjalani pemulihan selama 4 hari.
Selama di rumah sakit, Aria masih setia ikut menjaga Ririn dengan ditemani si orang pinter. Karena si jin penguasa tambang masih bebas berkeliaran dan ditakutkan akan melakukan balas dendam.
Esoknya ibunya Ririn dan teman ceweknya Ririn datang menjenguk. Mereka menangis melihat nasib Ririn. Saat itu ibunya marah besar pada suaminya, "Sampai kapan main ilmu-ilmuan!? Apa nggak kasihan lihat anak sendiri yang jadi korban!? Monyet loe! (eh yang ini tambahan dari saya)."
Setelah Ririn dinyatakan sehat, rombongan keluarga Ririn langsung pulang ke Jakarta. Aria pun lega. Urusan perpocongan akhirnya tuntas. Dia bisa pulang ke rumah dan melanjutkan hidup. Memanggul karung isi tepung terigu di pasar. Judulnya : Aria the Backbone Family (Aria si tulang punggung keluarga).
Tapi ternyata Aria salah besar. Ririn sebenarnya masih dalam penguasaan jin penguasa tambang. Dia nggak rela karena mantel yang sudah jadi sarangnya itu dibakar habis. Dia menuntut bapaknya Ririn membelikan mantel yang sama persis dengan mantel sebelumnya. Kalau tidak dituruti, Ririn akan terus diganggu dan kemungkinan besar nyawanya terancam.
Jin penguasa tambang nggak akan bisa lepas dari bapaknya Ririn jika tidak dikasih tumbal dari keluarga Ririn sendiri. Di malam saat setelah menumbalkan 2 karyawannya,  bapaknya Ririn didatangi jin penguasa tambang yang marah besar, "Ini perjanjian antara aku dan kamu. Jika ingin membatalkan atau mengakhiri, kamu harus mengorbankan keluargamu sendiri. Bukan orang lain!"
Beberapa hari setelah Ririn pulang ke Jakarta, Ririn telpon Aria. Intinya Ririn minta Aria main ke rumah Ririn di Jakarta. Dia ingin ketemu Aria. Tapi Aria belum bisa nyanggupi karena memang belum liburan sekolah.
Hari berikutnya bapaknya Ririn yang telpon. Dia benar-benar serius minta Aria main ke rumah Ririn di Jakarta. Soal biaya dan tetebengeknya, Bapaknya Ririn yang ngurus. Pokoknya Aria diminta dengan sangat untuk datang ke Jakarta. Titik, tanpa koma.
Karena sungkan, Aria pun menyanggupi. Datanglah dia ke Jakarta bersama kakak temannya yang dulu jadi tour guide di gunung Salak. Padahal saat itu nggak libur sekolah. Aria berani bolos karena bapaknya Ririn yang menjamin semuanya. Dia ijin langsung ke Kepseknya Aria. Pokoknya "86" lah kalau sama orang kaya.
Sesampai di terminal Lebak Bulus, Aria dijemput oleh bapaknya Ririn. Di rumahnya Ririn yang super mewah, Aria dan kakak temannya ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon sampai berbusa-busa.
Tak terasa hari telah sore, jarum jam menunjukan angka 3. Artinya mereka harus balik pulang kalau tidak mau kemalaman di Sukabumi.
Saat pamit pulang, Ririn menahan mereka,  "Eh pulangnya nanti saja. Ririn khan masih kangen. Masih ingin ditemani. Nginep saja di sini."  Sejam dua jam berlalu, Aria terus saja pamitan. Tapi selalu ditahan Ririn.
"Kenapa sih, Ririn khan sudah bukan pocong lagi. Kalau abangnya (kakak temannya Aria) mau pulang, pulang saja dulu.." pinta Ririn serius.
Dan benar, kakak temannya Aria pun cabut pulang ke Sukabumi meninggalkan Aria sendirian.  Swemproel bener si kakak. Anak yang masih polos umur 17 tahun itu ditinggal sendirian di Jakarta, hutan belantara metropolitan.
Ya sudahlah, pikir Aria. Dia juga menikmati kemewahan yang ada di depannya. Sofanya nyaman, tivinya gede banget (itu tivi apa layar tancep), dan tempatnya luas. Serasa jadi bos pengedar narkoba di film-film India.
Malam itu Aria yang belum tidur, nonton tivi sendirian di ruang tamu. Ndilalah ada telpon masuk di henponnya. Ternyata dari teman ceweknya Ririn.
"Ini bener Aria ada di Jakarta nginep di rumahnya Ririn? " kata si cewek di seberang sana.
"Iya bener. Kenapa?" tanya Aria.
"Sebenarnya aku ingin sekali nemani Ririn. Tapi takut, karena Ririn kalau pas tengah malam berubah jadi pocong... " kata si cewek lagi.
Tentu saja Aria nggak percaya begitu saja, walau takut juga, "Swemproel, jangan nakut-nakuti aku dong.."
"Beneran, aku pernah nemani Ririn. Tapi takut, kalau tengah malam berubah jadi pocong. Dia tidur pakai piyama, tapi lama-lama berubah jadi kain kafan lusuh ada bekas tanahnya. Aku langsung nangis ketakutan dan nggak berani nemani lagi.." Cerita si cewek panjang lebar.
Setelah ngasih info jahanam itu, si cewek menutup telponnya. Aria sendiri pingin misuh-misuh. Cewek kurang ajar, tega-teganya ngasih info yang bikin jantung mau rontok. Tapi Aria agak lega, dia tidak tidur sekamar dengan Ririn.
Tengah malam saat asyik-asyiknya nyimak acara tivi, ada suara langkah di ujung tangga kamar atas. Tangga tersebut terletak di belakang sebelah kanan. Betapa terkejutnya ketika dia menoleh ke belakang, sesosok pocong sedang memandang Aria sambil bilang, " Aria, sini tidur di kamar Ririn saja.."
Pocong bajingan, Aria langsung teriak-teriak minta tolong dengan mata seperti dikunci, menatap terus tanpa berkedip ke arah pocong. Apesnya, bapak ibunya Ririn nggak datang juga. Jangan-jangan dia dijadikan umpan untuk tumbal jin penguasa tambang kampret sialan.
Akhirnya setelah capek teriak, bapaknya Ririn datang. Ketika tahu apa yang terjadi. Dia tergopoh-gopoh langsung memapah tubuh pocong Ririn kembali ke kamar.
Dengan meminta maaf, bapaknya Ririn cerita panjang lebar kenapa Ririn tiap tengah malam berubah jadi pocong. Intinya jin penguasa tambang nggak rela mantelnya dibakar. Dia minta mantel pengganti yang sama persis dengan mantel sebelumnya bla bla bla sudah kuceritakan di awal.
Makanya Ririn belum sembuh betul. Tiap tengah malam arwahnya melayang entah kemana, tapi raganya tetap bersama dia. Itu akan terjadi terus selama 99 hari. Setelah itu mungkin Ririn akan mati, kecuali mantel penggantinya sudah ada. Ririn sendiri tidak sadar dengan keadaan itu. Karena setelah subuh, tubuhnya kembali seperti semula. Yang dirasakan saat tidur hanya mimpi buruk yang mengerikan. Makanya dia ingin selalu ditemani.
Saat bapaknya cerita panjang lebar, pocong Ririn datang lagi. Tetap dengan permintaan yang sama, "Aria sini temani Ririn.."
Bapaknya Ririn bilang ke Aria, "Sudah temani aja, kasihan. Nggak bakalan ada apa-apa. Besok pagi nggak jadi pocong lagi.."
Ndasmu pak. Enak saja bapak bilang begitu, bapak kasihan sama Ririn, tapi nggak kasihan sama saya, kira-kira begitu batin Aria.
Akhirnya dengan berat hati, Aria pun menemani Ririn. Tapi nggak sampai masuk ke dalam kamar, dia hanya di bibir kamar dekat pintu. Kalau ada apa-apa bisa lari kencang tanpa penghalang.
Penampakan Ririn saat jadi pocong bener-bener bikin merinding. Wajahnya putih pucat pasi, hidungnya disumpali kapas dan kain kafannya kotor seperti mayat yang digali lagi dari kuburnya. Antara takut dan nggak tega melihatnya. Sampai kapan Ririn akan seperti itu. Mungkinkah dia terbebas dari cengkeraman jin sakti penguasa tambang?
Bersambung...
-Robbi Gandamana-

(Diceritakan kembali kisahnya dari YouTube/RJL 5, Twitter/Arangga Aria, dengan penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya) 


Kisah Nyata Awal Mula Pocong Keliling yang Menggemparkan Sukabumi di Tahun 2008

sumber gambar : dagelan.co


Ini kisah Aria, seorang tour guide asal Sukabumi yang mengantarkan rombongan pendaki ke gunung Salak di Februari 2008 silam. Yang salah satu pendakinya berubah jadi pocong. Kok bisa? Simak saja kisahnya.
Kisah berawal dari Aria yang saat itu masih kelas 2 SMA bertemu dengan cewek, kakak kelasnya, di pasar dimana dia kerja sampingan jadi kuli panggul ngangkut karung isi tepung terigu. Saat itu dia nggak ikut Study Tour ke Jogja dikarenakan nggak ada biaya. Kondisi Aria memang lagi kere. Jangankan biaya Study Tour, untuk makan sehari-hari saja susah.
Teman cewek tadi berharap dengan sangat Aria main ke rumah. Dia ngasih alamat, nomer henpon serta ongkos angkot. Rupanya si cewek ini akan ngasih kerjaan ke Aria. Mungkin nggak tega lihat Aria yang kerempeng itu jadi kuli. Kasihan tepung terigunya.
Singkat cerita, Aria main ke rumah si cewek dan langsung dikenalkan ke kakaknya yang ternyata menawari Aria jadi semacam asisten Tour Guide di gunung Salak. Saat itu bayarannya 500 ribu rupiah selama 4 hari 3 malam. Tentu saja Aria setuju. Kapan lagi bisa piknik ke gunung dan dapat bayaran.
Uang 500 ribu di tahun 2008 itu jumlah yang lumayan untuk anak kelas 2 SMA. Bisa buat beli Nokia 3310, hape sejuta umat.
Waktu yang telah ditentukan pun tiba. Aria bersama kakak temannya meluncur menuju Lido Bogor, tempat yang telah disepakati sebagai titik pertemuan dengan rombongan pendaki dari Jakarta. Pendakinya ada 7 orang, 3 Perempuan dan 4 laki-laki. Ditambah Aria dan teman kakaknya, jadi totalnya semua ada 9 orang.
FYI, saat itu umur Aria masih 17 tahun. Umur rombongan pendaki berkisar antara 23 - 25 tahun. Sedangkan kakak teman Aria umurnya di atas 25 tahun.
Dari Lido Bogor mereka langsung menuju Gunung Salak dan nyampai di sana pada pukul jam 5 sore. Nggak ke puncaknya, masih di bawah. Karena hari mulai gelap, mereka pun mendirikan tenda. Setelah mendirikan tenda, Aria mencari kayu bakar untuk api unggun.
Malam itu mereka hepi-hepi layaknya wisatawan yang sedang piknik. Nyanyi-nyanyi plus makan minum yang enak-enak. Mereka juga bikin permainan dengan memutarkan botol. Jika botol berhenti dan ujungnya menunjuk seseorang, maka orang yang kena tunjuk akan memberi pertanyaan pada temannya. Yang ditanya harus jujur menjawab. Kalau tidak mau menjawab, mukanya dicoret spidol.
Di saat permainan terakhir, karena sudah larut malam, cewek yang bernama Ririn mendapat pertanyaan dari temannya yang cewek, "Rin, apa yang paling kamu takutin?"
Ririn menjawab dengan canda, "Aku takut kalau aku mati, aku jadi hantu penasaran yang gentayangan menghantui kalian semua.."
Terus ditanya sama yang lainnya, " Memangnya kalau kamu jadi hantu, siapa yang akan kamu takuti.."
"Aria..," jawab Ririn.
Semua yang mendengar candaan Ririn cuman cengengesan saja. Nggak ada yang nyangka bahwa candaan Ririn ini adalah firasat akan sesuatu yang akan terjadi nantinya. Dan dari sinilah cerita horor itu di mulai. Tiba-tiba angin berhembus kencang. Kabut pun perlahan turun yang memaksa mereka masuk tenda. Pesta pun berakhir.
Masih di malam pertama,  dua orang cowok minta tolong Aria diantarkan ke sungai yang nggak jauh dari tenda untuk kencing. Sebenarnya Aria takut setengah mati, tapi apa boleh buat, dia adalah tour guide yang harus menjalankan tugas.
Di tengah perjalanan ada suara cekikikan cewek yang terdengar jelas. Nggak mungkin suara itu dari tenda teman ceweknya. Karena jarak dari situ ke tenda nggak mungkin suaranya bisa sejelas itu. Nggak cuman cekikikan, tapi juga suara orang berantem. Dan itu yang membuat salah satu cowok pendaki lari terbirit-birit balik ke tenda. Tinggal satu orang lagi yang bersama Aria.
Saat perjalanan kembali ke tenda,  Aria dan si cowok  berpapasan dengan dua orang teman cowok yang sedang menuju ke sungai. Saat disapa, mereka diam saja. Sesampai di tenda, orang yang dari sungai tadi teriak kaget. Dua orang temannya yang tadi di temui di perjalanan ternyata ada di tenda. Jadi orang yang mereka temui tadi siapa?
Kejadian-kejadian aneh terus menghantui. Di malam kedua mereka kumpul-kumpul lagi di depan tenda. Saat itu Ririn merasa kedinginan. Dia pun masuk tenda, mencari-cari mantel yang ternyata nggak ada di dalam tasnya. Ririn mulai nggak sabar, "Ada yang tahu mantel Ririn nggak? Dicari-cari kok nggak ada?"
Semua orang pun sibuk mencari mantel dimanapun yang memungkinkan mantelnya berada, tapi tetap tidak ditemukan. FYI, mereka mendirikan 3 tenda. Tenda kiri berisi Aria dan kakak temannya. Tenda yang di tengah diisi pendaki cewek. Dan tenda kanan isinya pendaki cowok.
Lama dicari nggak ketemu juga, Ririn jadi kelabakan, "Itu mantel kesayangan bapak dan aku belum minta ijin juga. Kalau hilang gimana!?"
Karena malam mulai larut, pencarian mantel dilanjutkan esok hari. Saat semua sudah ada di dalam tenda, Aria dan kakak temanya masih ngobrol-ngobrol di depan tenda. Mereka dikejutkan oleh keberadaan benda putih yang melayang-layang di udara.
Setelah diamati dengan seksama, ternyata benda itu sebuah mantel. WTF! Tentu saja keduanya kaget luar biasa. Wah, ada setan nge-prank nih. Aria dengan sok cool berinisiatif mengambil mantel tersebut, tapi cepat-cepat dicegah kakak temannya. Dia takut kalau ada apa-apa. Karena menurutnya mantel itu sedang dipinjam jin. Takut jinnya ngamuk.
Mereka pun memutuskan ngambil mantelnya besok pagi. Sebelum tidur dia minta Aria berdoa dan berjaga sampai jam 2 pagi. Tak lama bilang begitu dia pun ngorok, tinggal Aria yang celingak-celinguk sendirian ditemani rokok dan segelas bandrek. Sementara dibalik tenda Aria melihat mantel beberapa kali melayang-layang di atas tenda cewek dan setelah itu menghilang.
Ndilalah tak lama kemudian Ririn dan satu teman ceweknya minta diantar Aria ke sungai karena kebelet kencing. Di tengah perjalanan mereka dipanggil satu cewek yang masih di tenda. "Rin tunggu!" Mereka pun berhenti. Tapi karena lama yang ditunggu nggak nongol dan di dalam perut juga terus berontak mau keluar, akhirnya mereka pun bergegas OTW ke sungai. 
Padahal cewek yang manggil Ririn tadi sedang tidur pulas di tenda, dan baru bangun saat Ririn datang kembali ke tenda. Ketika Ririn tanya, apakah dia tadi manggil Ririn. Si cewek bengong, "Siapa yang manggil kamu. Lha wong aku baru saja bangun tidur..."
Di sungai, Ririn dan temannya pun melangsungkan hajatnya. Aria sendiri menunggu tak jauh dari situ dengan detak jantung ngebut total.
Setelah urusan hajat selesai, Ririn melihat benda putih di tengah sungai di atas batu besar. Setelah diamati sejenak, ternyata benda itu adalah mantel dia yang hilang. "Siapa sih yang naruh di situ?  Becandanya kelewatan.."
Mulanya Ririn mau mengambil sendiri mantel itu, tapi Aria mencegahnya ---biasalah naluri lelaki, inginnya melindungi perempuan---. Akhirnya dengan sok berani (padahal takut setengah mati) Aria mengambil mantel tersebut yang sebelumnya dia lihat dengan jelas melayang-layang di atas tenda.
Di malam ketiga mereka ngumpul lagi, bersenang-senang seperti malam sebelumnya. Karena terlalu asyik, nggak terasa malam sudah sangat larut. Saat itu jam 2 pagi, Ririn merasa kedinginan. Dia pun kembali ke tenda mengambil mantel.
Beberapa saat setelah masuk tenda, terdengar jeritan Ririn minta tolong. Tapi nggak ada seorang pun yang tergerak. Teman-temannya menganggap Ririn sedang caper atau mau ngeprank. Jadi mereka terus saja melanjutkan acara hepi-hepi Helloween.
Tapi ketika jeritan semakin keras, merekapun menyerbu ke tenda Ririn dan ngecek apa yang terjadi. Ternyata di tenda Ririn sedang berusaha keras melepaskan mantelnya sambil teriak kepanasan. Mantelnya seperti perangkap yang merangkap tubuh Ririn dan terus berusaha membawa Ririn pergi keluar tenda.
Semua orang berusaha keras menolong. Tapi sia-sia, karena mantel seperti dialiri listrik bertegangan tinggi. Ketika tangan mulai megang mantel, badan langsung terpental ke belakang. Tenda pun jadi rusak berantakan. Lama-lama tubuh Ririn berhasil keluar dari tenda. Semua orang mengejar dan berusaha menolong, tapi tetap saja nggak berhasil.
Tubuh Ririn yang terus bergerak, seperti ada yang menyeretnya, akhirnya tertahan di bawah pohon besar. Saat akan ditangkap, tubuh Ririn malah melayang ke atas pohon. Dan saat itulah perlahan-lahan tubuh Ririn berubah jadi pocong yang berbau busuk.
Karena usaha menolong terus saja gagal, mereka pun putus asa. Akhirnya mereka putuskan untuk turun ke bawah malam itu juga untuk mencari bantuan. Siapa tahu di bawah ada ustadz atau orang pinter yang bisa ngatasi. Dan di bawah sinyal henpon juga bagus. Bisa nelpon teman atau saudara terdekat.
Dengan tergesa-gesa dan perasaan kalut nggak karu-karuan, mereka pun packing. Di tengah kekalutan ada salah satu cewek yang sempat pingsan. Satu cewek lagi terus saja menangis, sedih dan nggak percaya dengan apa yang barusan dia alami. Bagaimana mungkin manusia tiba-tiba berubah jadi pocong. Semuanya kalut, ini beneran nyata atau prank.
Mereka bergegas menuju ke bawah diiringi suara tangis Ririn yang terus-terusan minta tolong. "Tolongin Ririn...Jangan tinggalin Ririn.."
Tubuh pocong Ririn sendiri timbul tenggelam di pepohonan membuntuti mereka. Kayak Teletubbies yang main petak umpet. Tapi lama-lama kelamaan lenyap ditelan rimbunnya pepohonan, entah kemana.
Sesampai di perkampungan ada telpon masuk di henpon Ririn. Ketika dicek ternyata Bapaknya Ririn. Sesaat semua mata saling bertatapan, tidak ada yang berani ngangkat.
Akhirnya salah satu cewek memberanikan menerima panggilan. Mode loudspeaker pun dihidupkan. Si cewek bilang, "Ini bukan Ririn om. Ini temannya.."
Di seberang sana suara bapaknya terdengar jelas, "Ririn dimana? Tolong bilangin Ririn, mantelnya jangan dipakai!"
"Anu om.....Nggak tahu kenapa Ririn tiba-tiba jadi pocong om. Kami semua nggak bisa nolong dia.." kata temanya Ririn.
Bapaknya Ririn langsung misuh-misuh, "Wasyu!..bla bla bla bla...sekarang kasih tahu alamatnya dimana. Saya ke sana sekarang!"
Harusnya rombongan pendaki pulang ke Jakarta, tapi terpaksa mampir dulu di rumah teman kakaknya Aria menunggu bapaknya Ririn datang dari Jakarta. Dan jam 8 pagi bapaknya Ririn datang dengan beberapa orang.
Sebelum ngobrol jauh soal Ririn, para pendaki disuruh pulang sama bapaknya Ririn. Dia hanya butuh Aria dan kakak temannya untuk menjelaskan kronologi saat Ririn menjelma jadi pocong.
Di situlah Aria jadi tahu, ternyata mantel yang dipakai Ririn ada penghuninya, sebangsa jin peliharaan bapaknya Ririn sebagai jimat pesugihan. Barang siapa saja yang makai, selain bapaknya Ririn, akan berubah jadi pocong dan mati jika tidak segera dilepas. Padahal untuk melepasnya pun harus oleh orang yang benar-benar berilmu tinggi.
Saat itulah warga sekitar Sukabumi geger. Tiap malam "diteror" oleh pocong Ririn yang minta tolong dilepaskan dari mantel yang telah berubah jadi pocong.
Bapaknya Ririn minta kakak temannya Aria menyertai pencarian pocong Ririn yang mereka pikir masih di gunung Salak. Tapi dia menolak keras sambil menangis permintaan itu karena ketakutan. Akhirnya mau nggak mau Aria yang saat itu masih culun harus ikut pencarian mewakili si kakak yang berbadan gede tapi penakut itu.
Saat itu juga bapaknya Ririn mencari orang pinter di sekitar daerah tersebut untuk membantu mencari pocong Ririn. Sekaligus membuat sayembara, barang siapa yang bisa menyelamatkan anaknya akan dituruti apa pun permintaannya.
Bapaknya Ririn ini orang kaya, bos besar di perusahaaan tambang batu bara yang nggak etis disebut namanya dan letak daerahnya.
Di tambang batu bara itulah semuanya bermula. Dia bertemu dengan jin penguasa tambang yang sulit diusir. Tapi dengan bantuan seorang dukun, jin ini mau dipindahkan ke mantel bapaknya Ririn. Tapi dengan syarat : hanya bapaknya Ririn yang bisa makai mantel itu. Jika orang lain yang makai, dia akan mati.
Sebenarnya itu adalah akal-akalan si dukun. Dia bersekutu dengan jin sakti untuk memperbudak bapaknya Ririn. Dengan begitu si dukun bisa leluasa menikmati harta kekayaan si bapak. Hidup leha-leha dapat harta melimpah tapi mati nggak masuk surga.
Akibat kelicikan si dukun, kakek dan kakak cowoknya Ririn meninggal dijadikan tumbal. Si kakek meninggal karena sakit di rumah sakit. Si kakak tewas dalam kecelakaan motor.
Awalnya dua karyawan bapaknya Ririn yang dijadikan tumbal dengan skenario sedemikian rupa yang seolah-olah adalah kasus kecelakaan kerja. Dengan harapan si jin mau pergi dan tidak mengganggu bapaknya lagi. Tapi dua karyawan itu gagal mati, hanya luka parah. Ternyata si jin marah besar, dia hanya mau tumbal dari keluarganya Ririn. Akibat kemarahannya itulah kakek dan kakak Ririn celaka.
Begitulah asal muasal lahirnya mantel si samber nyawa. Kembali ke Aria yang terpaksa ikut dalam tim pencari pocong Ririn di gunung Salak dan sekitarnya.
Singkat cerita, rombongan pemburu pocong pun sampai di gunung Salak dan membuka tenda di sana. Malamnya orang pinter yang paling pinter melakukan ritual pencarian. Beberapa saat kemudian datanglah sesosok mahkluk tinggi besar yang menyerupai kakek-kakek. Tingginya setinggi pohon di gunung tersebut. Langkah kakinya terdengar jelas dan suaranya menggelegar saat berkomunikasi dengan si orang pinter. Aria pun menangis ketakutan.
Di tengah ketakutan yang luar biasa, si orang pinter njawil pundaknya Aria. Rupanya si jin penguasa gunung tadi marah, tersinggung karena Aria memejamkan mata ketika ada di hadapannya. Aria pun membuka mata tapi tidak berani melihat wajahnya. Walau akhirnya penasaran juga, melihat wajah si kakek berjenggot panjang dengan mimik yang mengerikan.
Dari pembicaraan si orang pinter dengan penguasa gunung, ternyata Ririn telah diusir oleh jin penguasa gunung. Jin penguasa gunung tidak mau menerima keberadaan Ririn di gunung yang menjadi pocong karena tidak dari proses kematian. Ririn sendiri belum mati, tapi hidup di dua alam. Alam manusia dan alam lelembut.
Tentu saja bapaknya Ririn semakin gusar dan ketakutan. Karena kalau Ririn tidak segera ditolong, tidak dilepaskan dari mantel maut tadi selama 7 hari, Ririn akan mati.
-Robbi Gandamana-
(Diceritakan kembali kisahnya dari YouTube/RJL 5, Twitter/Arangga Aria, dengan penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya)

Rabu, 08 Juli 2020

Belajar pada Jenderal "Naif"

istimewa



Dulu aku sempat hendak posting kutipan Gus Dur yang legendaris, "Hanya ada tiga polisi jujur di Indonesia: patung polisi, polisi tidur dan Jenderal Hoegeng". Untung nggak jadi. Karena baru-baru ini di Kepulauan Sula, Maluku Utara ada yang dipanggil polisi gara-gara mengutip quotes tersebut di fesbuk. Apes.
Di zaman Gus Dur, instansi kepolisian, terutama Satlantas, memang korup. Banyak razia motor ilegal di mana-mana. Kalau kita apes kena razia, uang dua puluh ribu melayang sebagai tanda damai.
Itu di zamannya Gus Dur lho. Kalau di zaman sekarang kayaknya sudah enggak. Polisinya banyak yang jujur. Iyo khan? Mending njawab iyo ae daripada dadi perkoro.
Asline yo nggak cuman di kepolisian, di instansi mana pun juga sama. Banyak yang nggak jujur. Ingin naik pangkat, bikin laporan palsu. Ingin dapat gaji besar, nulis laporan lemburan palsu. Dan sebagainya. Terlalu banyak godaan tapi sedikit iman.
Aslinya Gus Dur juga tidak bermaksud merendahkan instansi Polri. Dia cuman mengekspresikan kekagumannya pada pribadi Jenderal Hoegeng Iman Santoso yang super jujur. Saking jujurnya, dia dianggap naif oleh kalangan pejabat. Karena menentang arus besar korupsi yang sudah membudaya.
Orang jujur memang terkesan naif. Bayangkan saja kalau ada orang yang menjual henpon di counter jual beli henpon mengaku dengan jujur apa yang membuat henponnya rusak, "Henpon ini saya jual karena kemarin terendam air bersama jaket saya di cucian." Jujur banget.
Kejujuran Hoegeng mulai terkenal saat ditugaskan di Sumut, salah satu wilayah hitam di Indonesia saat itu. Dimana perjudian, penyelundupan, dan kejahatan yang lain merajalela.
Saat baru turun dari kapal yang membawanya dari Jakarta, Hoegeng disambut orang yang menamakan dirinya sebagai Panitia Penyambutan. Dia sudah menyiapkan penginapan dan barang-barang mewah gratis untuk Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak.
Selama bertugas, banyak utusan dari para cukong yang memberi hadiah atau bingkisan. Tapi semua barang itu dilemparkan keluar jendela. Furniture mewah pemberian panitia bajingan itu pun juga  ditelantarkan begitu saja di depan rumah. Yang terlanjur masuk di dalam rumah dikeluarkan. Pokoknya bersih dari suap atau gratifikasi.
Kasus yang paling terkenal adalah saat Hoegeng menggagalkan upaya penyelundupan mobil mewah oleh komplotan Robby Tjahyadi. Yang ternyata si Robby ini dibekingi oleh banyak pejabat atau petinggi negeri saat itu. Para pejabat ini berlomba-lomba membelanya. Karena kalau Robby dipenjara, pejabatnya juga ikut. Tapi Hoegeng tidak gentar.
Robby Tjahyadi akhirnya dipenjara beserta para pejabat yang menerima upeti darinya. Dari hukumannya yang 10 tahun penjara (ada yang bilang 7,5 tahun), dia hanya menjalani 2,5 tahun saja. Robby memang penjahat pertamax. Setelah keluar penjara malah sukses jadi pengusaha tekstil dan jadi kroninya keluarga Cendana.
Yang paling heboh lagi dari kisah Hoegeng adalah saat menangani kasus Sum Kuning. Kasus perkosaan cewek semlohai berkulit kuning penjual telur yang bernama asli Sumarijem. Dia diperkosa 3 pemuda yang nggak jelas sampai sekarang, siapa mereka. Ayo ngaku ae rek, mumpung sik durung dibatek nyowomu. Nang neroko diperkosa karo komodo.
Ada beberapa versi cerita soal kasus Sum Kuning. Yang paling dipercaya dan populer di masyarakat adalah pemerkosa Sum Kuning adalah anak orang top di Jogja. Satunya anak jenderal yang dibunuh oleh PKI dan satunya lagi anak seorang aristokrat. Tapi itu semua masih abu-abu. Walau itu berdasar pengakuan Budidono seorang makelar mobil yang ikut nyicipi tubuh Sum setelah Sum lapor polisi.
Karena menyangkut nama orang gede, masalah pun jadi runyam. Sum Kuning malah dikriminalisasi. Dia dituduh membuat laporan palsu. Juga dituduh anggota Gerwani. Dia dipaksa bugil oleh aparat untuk membuktikan bahwa di tubuh Sum tidak ada tato Gerwani. Dan sempat menginap di tahanan polisi. Siang malam dalam keadaan sakit diperiksa oleh aparat.
Karena kasus sudah mulai dipolitisasi, Soeharto pun turun tangan. Akhirnya kasusnya ditangani oleh Kopkamtip, badan yang harusnya cuman ngurusi kasus-kasus politik yang mengancam stabilitas negara. Hoegeng pun melongo, nggak bisa berbuat apa-apa, "Karepmu opo se To.."
Di zaman Orba, pelaku atau gerakan yang mengacau, menentang, mengritik penguasa pasti akan dicap komunis. Soeharto sendiri mempresentasikan dirinya sebagai Pancasila. Siapapun yang berani menentangnya dianggap anti pancasila = komunis. Makanya aktivis yang saat itu ditangkap pada misuh-misuh, "Aku gak anti Pancasila..aku anti raimu To!"
Hoegeng  yang mendukung kelompok Petisi 50 (sebuah petisi yang ditandatangani 50 orang tokoh nasional yang  menentang sikap atau gaya kepemimpinan Soeharto) pun kena getahnya. Acara musik "The Hawaiian Seniors" yang diprakarsainya di TVRI dicekal, nggak boleh siaran lagi. Bermusik pun dianggap sebagai aktivitas politik.
Hoegeng itu jenderal polisi yang multi talenta. Disamping pinter main musik, dia juga pinter ngelukis. Di masa pensiun, hari-harinya diisi dengan melukis. Pernah ada pesanan lukisan dari seorang pengusaha terkenal. Ketika lukisan jadi, si pengusaha minta inisial Hoegeng di lukisan dihapus. Rupanya dia takut kalau nanti Soeharto tahu kalau dia berkawan dengan Hoegeng. Tentu saja Hoegeng menolak. Bisnis pun gagal. Gak sido mbayar utang.
Setelah ngurusi kasus Sum Kuning, Hoegeng diberhentikan Soeharto dari jabatan Kapolri. Alasannya peremajaan. Padahal yang menggantikannya lebih tua. Hoegeng sendiri ditawari jadi Duta Besar di Belgia. Karena merasa nggak pinter diplomasi, Hoegeng menolak secara halus. Dan Hoegeng pun pensiun dini.
Karena terlalu jujur, saat pensiun Hoegeng nggak punya rumah plus kendaraan. Untungnya Kapolri penggantinya orang baik. Hoegeng pun dikasih rumah olehnya. Para Kapolda juga urunan membelikannya mobil. Lumayan. Itulah salah satu bukti bahwa di akhir cerita orang baik selalu menang. Walau sebelumnya babak belur gak karu-karuan.
Wis ah.
- Robbi Gandamana -
(Disarikan dari buku "Hoegeng: Oase di Tengah Keringnya Penegakan Hukum di Indonesia" oleh Aris Santoso, berbagai sumber dan interpretasi pribadi)