Senin, 03 Mei 2021

Heidi, Kisah Inspiratif yang mengajarkan Kemewahan Sejati

 

Sumber foto : filmmovementplus.com

Zaman sekarang ini susah mencari film Barat yang bersih dari adegan tidak senonoh. Apa itu french kiss atau adegan  ranjang. Bukannya sok alim, tapi ini bulan puasa Mblo. Ndelok koyok ngono iku langsung kepingin pratikum.

Tapi selalu ada film yang bersih dari adegan pemacu gairah. Salah satunya adalah film Heidi (2015). Film yang bergenre family ini diadopsi dari  novel klasik berjudul sama karya Johanna Spyri, terbit tahun 1881 (zaman sepur lempung). Recomended untuk ditonton bersama keluarga.

Film ini berkisah tentang anak yatim piatu pecinta alam bebas.  Seorang gadis kecil yang lebih bahagia hidup di pelosok pegunungan daripada di rumah mewah tapi penuh dengan aturan kaku layaknya pegawai negeri eh, bangsawan. Semua tersedia tapi terpenjara ya apa asyiknya.

Kisah berawal ketika Heidi dibawa bibinya, Dete, untuk dititipkan ke kakeknya, Alpohi namanya, yang rumahnya di pelosok pegunungan Alpen, mungkin masuk wilayah kecamatan Ndibal. Dete yang sejak kecil merawat Heidi terpaksa melakukan itu karena dapat kerjaan di luar kota. Mungkin jadi pramusaji di warung seafood Lamongan.

---Pemeran Kakek Alpohi adalah Bruno Ganz yang sempat memerankan Hitler di film Downfall atau judul aslinya Der Untergang (2004). Dia sudah almarhum, meninggal 16 Februari 2019---

Kakek Alpohi yang hobi menyendiri itu awalnya menolak keras. Dia ngamuk dan mengusir Heidi yang ditinggal paksa oleh Dete.  Sempat satu malam Heidi tidur di kandang kambing karena si kakek menutup pintu rumahnya. Tapi akhirnya si kakek kasihan juga dan membukakan pintu rumahnya untuk Heidi. Sambil menggerutu dalam hati, "Misuh!".

Heidi sangat bahagia hidup bersama kakeknya walau tidur di kasur beralas jerami. Dibandingkan hidup di rumah Bibi Dete yang melewati hari hanya dengan duduk-duduk di rumah tanpa melakukan apa-apa koyok tonggoku mbiyen sing kenek stroke. Plonga plongo gak iso opo-opo. Kepingin nguyuh tinggal currr.

Di gunung, tiap hari Heidi bermain sambil menggembalakan kambing bersama Peter, panglima penggembala kambing setempat yang jadi sahabatnya. Seorang anak lelaki ndlahom yang hanya tahu soal kambing bin wedus.

Suatu kali saat di kelas, gurunya tanya cita-cita. Satu persatu murid di kelas berdiri mengutarakan cita-citanya. Ada yang ingin jadi petani, pandai besi, penjahit, dan banyak lagi. Ketika giliran Peter, dia menjawab dengan lantang, "Aku ingin jadi pengembala kambing!" Kwakwakwakwak, semua temannya tertawa.

Cita-cita kok angon wedus. Adza adza ajza dwech ach.

Btw, yang casting memang hebat. Quirin Agrippi sangat cocok menggambarkan karakter Peter di film ini yang ndlahom, mbeling dan rakus. Ya Peter itu rakus.  Tiap hari dia makan separuh jatah makan Heidi disamping makan jatahnya sendiri. Bahkan roti jatah neneknya yang giginya ompong pun disikat.

Lanjut..

Suatu hari Bibi Dete datang. Dia meminta Kakek Alpohi agar Heidi ikut bersamanya ke kota. Kakeknya yang sudah akrab dengan Heidi tentu saja melarang keras. Sampai-sampai Dete diusir, diancam pakai pemotong rumput. Dete pun ngibrit.

Dete tidak menyerah, dia mendatangi tempat di mana Heidi menggembala kambing. Dengan bujuk rayu dan tipu daya, akhirnya dia berhasil membawa Heidi minggat hanya dengan memakai baju dan celana lusuh seragam angon wedus, tanpa alas kaki.

Rupanya di kota Heidi disewakan oleh Bibi Dete untuk menemani Klara, anak seorang aristokrat cacat (tidak bisa berjalan) dan kesepian. Bapaknya Klara adalah bangsawan sibuk yang jarang di rumah. Sedangkan ibunya sudah almarhum. Keseharian Klara hanya digunakan untuk belajar pada guru privat.  Dari soal baca tulis sampai tata krama.

Sumber foto : noreruns.net

Klara tentu saja senang punya teman baru yang bisa dicurhati kapan saja. Tapi tidak dengan Heidi, dia nggak tahan diatur-atur sampai mendetail. Bagaimana caranya duduk, megang sendok, memotong roti, dan cara-cara yang lain khas bangsawan. Celana menutupi mata kaki dibakar di neraka. Ohmaigot.

Heidi ingin secepatnya kembali ke gunung bersama kakeknya dan kembali bermain dengan Peter si pekok.

Setelah seringnya Heidi berjalan sambil tidur di tengah malam dan membuka gerbang (karena rindu rumah kakeknya). Dokter pribadi Klara menyimpulkan bahwa Heidi nggak bisa terus hidup bersama Klara, dia harus dipulangkan. Kalau tidak dia akan mengong, stress berat.

Bagian inti film ini sepertinya saat Heidi hidup bersama keluarga Tuan Takur. Semua tersedia, tapi hidup terkekang. Sama kayak burung peliharaanmu. Kamu kasih makan enak tiap hari, tapi nggak boleh kemana-mana. Kasihan. Jadi lepaskan sekarang juga. Demi hak asasi hewan yang kalian perjuangan.

Kemewahan sejati adalah hidup serumah bersama saudara sendiri yang saling mengasihi.

Akhirnya Heidi pun kembali pulang ke rumah kakek Hitler eh, Alpohi. Dan dia kembali bermain di gunung bersama Peter dan pasukan kambingnya. Sampai akhirnya Klara datang menjenguk Heidi yang membuat Peter cemburu karena merasa dicampakan Heidi. Heidi hanya sibuk bermain dengan Klara.

Karena terbawa emosi, di pagi hari saat semua masih terlelap, Peter diam-diam mendorong kursi roda Klara ke jurang hingga hancur berantakan. Ini salah satu bukti kebodohan Peter. Kenapa nggak dijual ke tukang rongsok saja sih!? Tolol, khan bisa jadi uang.

Terus bagaimana nasib Klara yang telah kehilangan kursi roda. Apakah dia akan pulang mberangkang menuju rumahnya? Atau turun ke jurang mengambil kepingan kursi roda yang hancur untuk dijual ke pengusaha jual beli besi tua milik orang Madura?

Tonton sendiri filmnya. Nggolek enake tok ae kon iku. Kesel nulise rek.

****

Detail Film :

Judul                 : Heidi
Tanggal rilis : 10 Desember 2015 (Jerman)
Pemeran         : Anuk Steffen (Heidi), Bruno Ganz (kakek Heidi), Quirin Agrippi (Peter), Isabelle Ottmann (Klara Sesemann), Katharina Schttler (Frulein Rottenmeier, pengasuh Klara), Hannelore Hoger (nenek Klara), Maxim Mehmet (Herr Sesemann, ayah Klara), Anna Schinz (Dete, bibi Heidi)
Sutradara       : Alain Gsponer
Ditulis oleh   : Petra Biondina Volpe
Diadaptasi dari buku : Heidi
Cerita oleh    : Johanna Spyri
Musik digubah oleh : Niki Reiser
Distributor   : StudioCanal
Negara            : Swiss/Jerman
Genre              : Family
Skor                 : 7,5 / 10

Tips Menulis Esai yang Kickass

Sumber foto : gettyimages

Ketika semua teori soal tulis-menulis sudah kamu kuasai, tapi tetap saja tulisanmu sepi peminat, di situlah kadang kamu merasa  sedih. Dan kamu juga merasa telah ditipu guru bahasamu. Jarene ngono, lah kok ngene.

Kebenaran itu relatif. Nggak ada yang betul-betul benar (kecuali ilmu eksak). Jadi gurumu nggak salah (ya mungkin sedikit). Dia cuman mengajarkan ilmu yang telah disepakati oleh para pakar bahasa berdasar penelitian dan atau pengalaman yang panjang.

Ilmu pengetahuan itu dinamis. Teori yang sekarang diakui kebenarannya bisa nggak berlaku di masa mendatang. Beda masa beda cara. Beda tempat beda tabiat. Iki internet Jum.

Melihat banyaknya Netizen yang galau karena tulisannya suepi nggak ada sambutan, hatiku jadi terketuk untuk menuliskan beberapa tips menulis esai yang kickass.

Tips menulis esai yang akan aku tulis ini juga nggak mutlak benar. Tapi tentu saja ini semua berdasar pengalamanku menulis esai di jagat medsos. Semacam hipotesis elek-elekan ngono lah.

Nggak ada maksud sombong, jelek-jelek begini tulisanku umumnya mendapat sambutan yang lumayan oke, terbukti dengan banyaknya like, komen, juga share. Kalau nggak percaya coba cek akun fesbukku di sini.

Well, tulisanku di Kompasiana memang kurang mendapat sambutan. Kenapa?

Berdasarkan pengamatanku, di Kompasiana itu untuk meraih pembaca yang banyak, kamu harus sering ngasih vote ke Kompasianer lain. Semakin banyak kamu nge-vote, semakin banyak pula yang ngasih vote kamu. Dengan begitu tulisanmu masuk kanal Nilai Tertinggi. Selanjutnya jumlah viewer pun melejit. Salah khan?

Begitulah, aku jarang berkunjung ke sesama Kompasianer dan ngasih vote. Hanya yang benar-benar menarik perhatianku saja --maklum, seorang Ilustrator itu kerjaannya dikejar-kejar detlain--. Jadi ya aku harus menerima kalau jumlah viewer-ku payah.

Itu di Kompasiana, di medsos (atau mungkin di situs opini yang lain) nggak bisa seperti itu. Untuk mendapat banyak sambutan dahsyat, tulisanmu harus benar-benar kickass. Bukan didongkrak oleh vote sesama Komunitas Balas Budi .

Jadi bagaimana caranya tulisan esaimu bisa mendapat banyak sambutan, bukan banjir caci maki karena sensasi.

Begini..

Yang jelas kamu harus punya bakat menulis (tentu saja). Nggak cukup hanya tekad, harus bakat. Tanpa bakat, tulisan kering tak bernyawa. Kayak makalah atau skripsi. Terlalu baku dan kaku. Sangat melelahkan untuk dibaca. Membaca tulisan seperti itu hanya bikin aku pingsan.

Jangan membangun tembok antara kamu (penulis) dan pembacamu. Itu karena kamu menulis dengan sangat sopan dan resmi. Pembacamu jadi sungkan 'say hello'.

Itulah alasan kenapa tulisanku bergaya 'aku' bukan 'saya'. Bagi sebagian orang mungkin terkesan 'sok yes', angkuh, bahkan sombong. Tapi dengan bergaya 'aku', aku jadi dikira anak muda. Pembacaku jadi nggak sungkan komen. Suasana jadi cair. Padahal aku ini sudah berumur. Anakku telu wis gede-gede (ojok ngomong sopo-sopo yo).

Bagus kalau kamu ingin memperjuangkan bahasa Indonesia yang baik dan benar, salut. Tapi ingat ini internet, medsos. Bukan kampus, instansi, atau markas polisi. Cobalah sekali-kali tulisanmu kamu sisipi bahasa gaul atau bahasa daerahmu, tapi harus tetap elegan. Jangan terlalu 'cemungudh ya cyn'.  

Sentilan-sentilan atau joke-joke ringan nggak masalah pakai bahasa daerah, asal jangan yang pokok-pokok tulisan.

Jangan terobsesi jadi penulis. Nulis ya nulis saja, nggak usah bercita-cita. Kalau memang kamu beneran dengan passion-mu, kamu bakalan panen pada saatnya nanti.

Ketika seseorang menulis karena terobsesi tulisannya dibukukan, disitulah imajinasinya tercemar. Nulisnya jadi hati-hati, nggak rileks. Nulis status fesbuk saja jadi kayak nulis tugas mengarang "Pergi ke Rumah Nenek".

Yang terakhir, banyak-banyaklah membaca dan mendengar ceramah apa pun yang bisa memperkaya wawasan. Bagaimana kamu bisa menulis kalau malas membaca dan memperluas wawasan. Jelas ndlahom wis.

Walaupun banyak orang yang menulis tidak perduli dengan jumlah pembacanya, tapi tetap saja jumlah pembaca bisa jadi tolok ukur kwalitas tulisanmu. Sudah sampai mana keberhasilanmu dalam nggedabrus eh, tulis menulis.

Sekali tulisanmu meledak (bukan karena sensasi murahan), selanjutnya pembacamu akan menanti karya tulismu. Walau tanpa judul sekalipun, mereka akan datang berduyun-duyun dari segala penjuru untuk membacanya. Padahal menurut pakar bahasa, judul itu komponen penting sebuah karya tulis.

Mungkin itu saja tips terpenting dari saya eh, aku. Itu semua akan sempurna kalau ditambah dengan kecerdasan estetik, wawasan luas, percaya diri, semangat, nothing to lose, dan diniatkan untuk kebaikan.

Tapi tetap saja selalu ada faktor X, kenapa tiap orang berbeda sambutan atau jumlah pembacanya padahal cara dan gaya nulisnya sama. Kalau soal itu maaf, saya kurang tahu. Saya orang baru.

Jumat, 16 April 2021

Rahasia Nikmatnya Penderitaan

 

Sumber foto: erinoneillapd.com
sumber foto : erinoneillapd.com

Puasa sudah berjalan hampir seminggu. Ya'opo? Loyo khan?

Puasa itu memang penderitaan. Penderitaan yang perlu kita lakukan agar mempunyai kepekaan, kejernihan, ketangguhan dan banyak lagi. Jadi puasa itu salah satu jalan manusia menjadi mulia. Tapi kalau setelah puasa tetep ndlahom, bisa jadi puasanya salah atau memang ndlahom tulen.

Sebelum agama Islam datang ke negeri ini, bangsa kita sudah biasa melakukan puasa, tirakat. Biasanya dilakukan oleh orang yang sedang mempelajari ilmu tertentu. Tapi kalau puasanya menyalahi fitrah manusia, tanpa sahur dan berbuka, itu nggak bener. Resikonya besar, ingin sakti malah mengong.

Penderitaan itu diperlukan. Syaratnya bahagia itu menderita. Lewat penderitaan itu manusia mendapat berbagai macam hikmah. Jadi lebih bersyukur,  tenang, sabar, loman, tahan banting, dan banyak lagi. Makanya banyak-banyaklah belajar dari penderitaan.

Sayangnya kebanyakan orang lebih suka berada di wilayah aman (termasuk aku). Ada orang yang sebenarnya subur dan ekonominya oke, tapi memilih hanya beranak satu saja. Takut jadi derita. Eman rek. Tapi monggo saja. Yang jelas Tuhan itu Maha Tanggung Jawab. Kalau niatnya baik, pasti dilancarkan segala sesuatunya.

Di kondisi penderitaan tertentu, manusia bisa memunculkan potensi dirinya. Menemukan kelebihan diri yang tidak pernah disangka sebelumnya. Nggak heran kalau ada banyak orang yang dipecat dari perusahaannya malah punya usaha sendiri yang sukses.

Penderitaan itu memancing potensi di dalam diri manusia keluar. Pendekar silat untuk bisa menggunakan tenaga dalamnya harus lewat berbagai latihan yang penuh penderitaan. Artinya tidak didapat secara instan. Makanya nggak ada Pembangkit Listrik Tenaga Dalam.

Tapi ada saat tertentu, secara tidak sengaja, tenaga dalam itu keluar. Ada orang yang sedang judi digerebek polisi tiba-tiba bisa memanjat tembok setinggi lima meter dengan sangat cepat. Padahal dalam keadaan normal nggak sanggup melompatinya.

Karya besar itu juga lahir dari penderitaan. Makanya seorang penyair atau seniman itu suka memelihara penderitaannya. Memelihara penderitaan bisa diidiomkan sebagai puasa. Dan mereka selalu menunda-nunda berhari-raya karena menikmati penderitaan itu.

Jika sedang rindu, mereka berusaha memelihara dan menikmati kerinduan itu. Kerinduan yang sangat itu memang sengsara, tapi indah. Itulah yang melahirkan puisi atau syair yang dahsyat.  Walah butuh kecerdasan estetik untuk menuangkan keindahan itu ke dalam kata-kata.

Nggak heran kalau orang yang sedang jatuh cinta tiba-tiba jadi penyair. Setelah jadian dan menikah malah nggak bisa bikin puisi lagi. Makanya pertahankan, jangan sampai jadian. Lebih bagus lagi kalau ditolak. Pasti puisinya lebih dahsyat.

Btw, puasa menurut pemahaman orang awam itu menahan lapar. Sedangkan puasa dalam artian yang lebih luas adalah menahan diri. Apa itu menahan diri dari makan, bicara, nafsu, banyak lah. Menahan diri untuk tidak sering-sering posting di medsos itu juga puasa. Lha wong postingan isine pamer ae.

Tuhan juga berpuasa. Dia menahan diri untuk tidak ngamuk melihat kelakuan manusia yang semakin keluar jalur. Jadi bertobatlah ya ayyuhal kafirun, jangan tunggu saat Tuhan berbuka puasa.

Begitulah kira-kira rahasia dibalik nikmatnya penderitaan. Tetaplah menderita, tapi jangan lupa bahagia.

Wis koyok ustadz nggak rek.

Minggu, 11 April 2021

Sstt..Jangan Bilang Siapa-Siapa, Hewan itu nggak Punya Hak!

 

Sumber : petbacker.com
Sumber gambar : petbacker.com


Bangsa kita mungkin butuh hiburan ekstra karena seringnya ditimpa krisis. Dari krisis moneter sampai pandemi. Makanya apa pun bisa mudah dimainkan untuk dijadikan hiburan dan dikapitalisasi.

Pernah dulu mendadak banyak orang yang jadi gila tumbuhan, sampai tahu jenis-jenis tumbuhan beserta nama latinnya melebihi ahli botani. Jemani, tumbuhan super sederhana  ini harganya bisa puluhan sampai ratusan juta. Bonsai yang jauh lebih eksotis, dibentuk selama puluhan tahun, malah sulit laku. Payu seketewu ae wis apik.

Nggak cuman tumbuhan, tapi juga hewan. Yang sekarang ramai adalah ikan Cupang. Orang yang tahunya hanya nyupang sekarang  hobi ngoleksi ikan Cupang. Iwak Cetul hias koyok ngono ae regone iso atusanewu. Makanya banyak yang banting stir jadi pengusaha Cupang. Banyak yang sukses, tapi nggak sedikit yang terpaksa kembali nyupang.

Mereka memasarkannya secara online. Salah satunya lewat medsos. Nggak cuman berbisnis, tapi juga menjalin pertemanan sesama penggemar. Itu cukup melegakan bagi para Cupanger, karena jadi merasa tidak sendiri, "Ternyata gak cuman  aku tok sing bingung."

Sebenarnya hewan peliharaan yang sempat trend itu nggak cuman ikan, burung atau reptil. Tapi hewan pengerat kayak tikus putih atau hamster juga sempat booming.

Dulu ada seseorang yang memposting  gambar kartun tikus di fesbuk. Rupanya dia seorang penggemar kartun Mickey Mouse dan sekaligus juga penyayang tikus.

Kebetulan dia agak tersohor, jadi banyak yang ngelike, komen, dan ngasih support. Mereka semua mendadak jadi pembela tikus dan menyalahkan kucing. Menurut mereka kucing itu sudah disayang, dielus-dielus, tapi masih saja mencuri makanan tuannya. Aku yang mencoba membela kucing, dibantai habis-habisan. Akhire aku mundur alon-alon.

Aku bukan penggemar kucing apalagi tikus. Tapi di dunia binatang, tidak ada istilah mencuri. Salahkan manusianya yang naruh makanan sembarangan padahal tahu ada kucing di sekitar dia.

Tidak ada dikotomi salah benar di dunia hewan. Mereka tidak pernah ditakuti-takuti neraka, atau diiming-imingi surga. Jadi, salah kalau kucing dibilang mencuri. Hewan nggak paham etika dan moral. Lha wong mereka bisa dengan rileks makan sambil pup kok.

Jangan terkecoh dengan film Tom and Jerry. Di film itu Jerry (tikus) memang sebagai pemeran protagonis (baik dan tidak jahat), sedangkan Tom (kucing) itu antagonis (penjahatnya). Tapi di dunia nyata, tikus itu lebih banyak bajingannya daripada baiknya.

Tikus itu bisa makan apa saja, rakus. Kabel listrik dikrokoti, dan nggak pernah kesetrum. Mereka sanggup ngrikiti keranjang sampah dari ban truk yang tebal sampai berlubang. Gigiku ngilu mbayangno, lha wong ngrikiti kue Keranjang saja sudah ampun-ampun.

Tapi silahkan kalian memuja tikus atau kucing aku gak ngurus. Kebenaran memang kesepakatan. Di lingkungan penggemar tikus, kucing dicaci. Tapi di club penggemar kucing, tikus yang dibenci.

Yang ambigu itu kalau ada perkumpulan atau organisasi pembela hak hewan. Memangnya hewan punya hak?

Nggak usah nggaya membela hak hewan. Cukup sayangi dan perlakukan mereka dengan baik. Hewan itu nggak punya hak apalagi kewajiban. Mereka hanya alatnya manusia. Terserah dipakai apa. Mau disembelih, dipelihara, dijadikan hiasan, monggo-monggo saja. Asal diperlakukan dengan benar. Sesuai dengan aturan yang ada.

Makanya nggak salah kalau Ozzy Ousborne pernah mengejek para pembela hak hewan, "Para pembela hak hewan itu munafik. Selama bukan mereka yang menyembelih, mereka boleh makan dagingnya."

Lha wong mereka pilih kasih. Yang dibela hewan yang disukai saja. Yang nggak suka boleh dimakan atau nggak perduli. Nggolek enake tok ae.

Jangankan hewan, lha wong manusia saja sebenarnya nggak punya hak, punyanya hanya kewajiban. Hak manusia itu cuman memilih. Yang mutlak punya hak itu Tuhan. Manusia hanya dipinjami hak. Makanya Hak Asasi Manusia itu sebenarnya gerakan anti Tuhan. Demi hak asasi, pria boleh nikah sama pria. Yang pas itu gerakan Wajib Asasi Manusia.

Seandainya kamu punya hak, itu karena kamu  berkontribusi pada lingkungan sosialmu. Kalau nggak pernah bayar iuran atau ikut andil dalam kegiatan bermasyarakat ya jangan berharap hak. Menengo ae.

Pesene Suyat, kalau mencintai atau membenci apa pun itu jangan berlebihan. Sak madyo ae. Kalau nggak ingin kecerdasanmu tumpul. Kalau sudah cinta kucing, benci sama anjing. Anjingnya bingung, "Aku salah opo rek". Dia tidak memilih dilahirkan jadi anjing. Yang jelas tidak ada ciptaan Tuhan yang sia-sia. Semua ada alasannya, kenapa Tuhan menciptakan anjing, babi, tumo, tengu,...

Wadoh, tulisanku kok serius yo. Wis ah.








Antara Teroris, Wajib Helm, dan Delusi Perang Salib

 


Sumber gambar : ui.ac.id
Sumber gambar : ui.ac.id

Iki serius rek.

Kupikir episode  soal  teroris  di negeri ini sudah tamat, tapi ternyata masih bersambung. Mereka beraksi tiap kali aparat lengah. Lha ya'opo, keamanan hanya diperketat sesaat setelah ada aksi teroris. Setelah dua tiga bulan kembali kendor jaya. Koyok sempak sing karete pedot.

Pelaku bom bunuh diri atau sejenisnya umumnya berasal dari aliran yang kolot. Nggak ada teroris jebolan NU atau Muhammadiyah. Makanya selama dua Ormas ini masih berjaya, negeri ini dijamin piss, damai. Kalau ada kisruh, itu sifatnya internal.  Biasanya saat muktamar atau kongres.

---Itulah Endonesa, musyawarah kalau nggak ada lempar-lemparan kursi itu nggak greget. Makanya kalau ada kongres, pesertanya wajib pakai helm---.

Berdasarkan hipotesaku, kebanyakan yang mudah terpapar paham kolot itu orangnya introvert atau nggak hobi bergaul, yang kebetulan sedang mencari Tuhan (Tuhan kok dicari, memangnya sebelumnya ditaruh dimana?).

Ciri-ciri umum, mereka mengistilahkan tobat jadi hijrah. Kalau ngomong banyak memakai istilah Arab padahal bukan lulusan sastra Arab. Penampilannya lebih Arab dari orang Arab. Lebih mencintai Arab daripada negerinya sendiri. Bahkan meyakini bahasa surga itu bahasa Arab.

Kalau sudah jadi pengikut aliran kolot, yang introvert semakin introvert. Karena semakin menarik diri dari pergaulan sosial yang heterogen. Kalau bisa hanya berteman dengan orang yang semadzhab. Mereka nggak bisa ibadah di sembarang masjid. Dia rela memutar jauh mencari masjid yang sesuai dengan pahamnya, padahal di sebelah rumahnya ada masjid.

Kalau dia anak kampus, biasanya jebolan organisasi dakwah. Sori yo, ojok tersinggung. Karena sudah rahasia umum kalau organisasi seperti itu banyak yang disusupi paham Hizbut Tahrir atau sejenisnya. Banyak yang masuk jadi anggotanya langsung anti demokrasi, anti Pancasila.

Kalau dia bukan dari kampus, pasti lulusan pesantren atau pengajian berideologi kolot yang mengajarkan Islam sebagai agama perang. Yang berdelusi Perang Salib masih berlangsung.  

Pada orang-orang yang baru menemukan Tuhan seperti itu harus hati-hati. Jangan sampai salah ngomong, karena mereka mudah tersinggung. Sulit untuk satu frekuensi dengan mereka. Bermaksud baik malah dicurigai.

Bagaimana nggak gampang tersinggung, lha wong hidupnya nggak fun. Dunianya sempit banget. Sedikit-sedikit haram, haram kok sedikit-sedikit.

Itu semua akibat dari memahami ayat atau hadits yang hanya sebatas tekstual. Berhenti pada teks. Tidak menjabarkan lebih jauh, ada apa dibalik teks. Tidak memahaminya secara kontekstual atau kondisional. Karena keadaan jaman dan norma budaya Arab di abad 7 itu jauh berbeda dengan kita sekarang.

Mereka tidak mendengar musik karena ada hadits : ""Akan ada dari umatku kaum yang menghalalkan zina dan sutera, khamr dan alat musik." Padahal hidup manusia itu sangat musik. Saat kita bicara itu ada bunyi, irama, dan temponya. Itu musik banget. Baca Al fatihah juga musik.  Teriakan "Aamiin" pun ada nadanya. Kalau kamu peka nada, pasti tahu yang teriak fals.

Jarene Suyat, musik itu cuman kendaraan. Kalau dijadikan kendaraan menuju kebaikan yang nggak masalah, malah bagus. Musik itu haram kalau digandengkan dengan khamr atau minuman keras. Haram kalau musik digunakan untuk soundtrack berzina. Haram kalau bermusik sambil pamer susu.

Musik itu ekspresi sejati manusia dan mengingkari ekspresi sejati itu "sakit". Nggak heran kalau mereka gampang tersinggung, gampang berprasangka, bahkan psikososial. Karena kurang musik di dalam hidupnya. Karena musik bisa jadi semacam healing. Penikmat musik hidupnya lebih hidup dibanding yang alergi musik.

Jadi, nggak masalah mendengarkan musik apa pun. Asal ambil yang baik, buang yang buruk. Kita apresiasi karyanya, soal kehidupan pemusiknya itu urusan pribadi mereka.

Yang paling  parah ketika alirat kolot sudah menghalalkan darah orang kafir. Ini terjadi karena mereka memahami hadits tidak secara kontekstual. Sebenarnya yang halal darahnya itu orang kafir yang membahayakan pemerintahan (kekhalifahan di jaman itu). Jadi, konteksnya perang (politik).

Dimana-mana yang halal darahnya itu mereka yang melakukan makar, menggulingkan pemerintahan yang sah. Nggak perduli muslim atau non muslim. Ini soal politik, bukan soal agama. Nggak cuman PKI yang dibantai habis, DI/TII yang berideologi Islam juga dibasmi oleh pemerintah yang sah. Nggak ada ampun buat pengkhianat.

Tapi tentu saja, penganut alirat kolot nggak terus jadi teroris. Celana cingkrang, jenggot panjang, baju gamis bukan ciri-ciri mutlak pelaku bom bunuh diri. Teroris di depan Plaza Sarinah sama sekali tidak seperti itu. Pelakunya pakai kaos, celana jins dan topi. Sama seperti masyarakat pada umumnya.  Bisa jadi itu strategi,  agar tidak mudah diendus aparat.

Cuman pada umumnya benih-benih pelaku bom bunuh diri itu berasal dari aliran kolot. Mereka-mereka yang kalau ceramah dengan aroma kebencian. Benci pada apa pun yang nggak sepaham dengan ideologinya. Gampang mensyirik-syirikan dan mensesat-sesatkan. Orang yang sudah lumayan mau shalat, masih saja dicari-cari kesesatannya.

Ada seorang khatib shalat Jumat di tempatku yang seperti itu. Aku menyebutnya sebagai Khatib Spesialis Syirik. Tiap kali ceramah selalu membahas soal syirik. Dia anti budaya Nusantara. Semua disyirikan. Dari selametan, nyadran, mitoni, larung sesaji, semua syirik. Ceramahnya tidak menyejukan, tapi malah bikin misuh. Rasane kepingin napok lambene.

Padahal syirik itu peristiwa sederhana, ketika di hatimu ada Tuhan selain Allah. Jadi silahkan lakukan kegiatan budaya apa pun selama hatimu bertauhid, selama hanya Allah yang menjadi sesembahanmu. Semua tergantung pada niat dan konsepnya. Gak perlu tak jelasno secara detail, paling awakmu gak paham.

Intinya hati-hati dengan paham radikal. Banyak organisasi Islam di kampus, pondok pesantren tradisional, dan kajian-kajian yang sukses disusupi aliran ini. Banyak orang tua yang memasukan anaknya ke pesantren agar anaknya berakhlak mulia tapi malah terpapar radikalisme, anti Pancasila. Ngalor ngidul demo menuntut pembentukan Negara Khilafah. Ndlahom.

Pergi ke Suriah bergabung dengan ISIS. Di sana malah terpuruk, keleleran, karena ditipu habis-habisan oleh ISIS. Ingin kembali ke tanah air, ditolak pemerintah. Setelah kau hina Pancasila, sekarang merengek minta kembali? no way! 

So, be careful what you choose to believe.

- Robbi Gandamana -

Apakah Rindumu pada Ramadhan Cuma Kerinduan yang Materialistis?

 

Sumber gambar : healthtalk.unchealthcare.org
Sumber gambar : healthtalk.unchealthcare.org

Bulan Ramadhan sudah di ambang pintu. Aura kerinduan umat muslim pada bulan suci itu terasa sekali saat ini. Tapi nggak tahu, kerinduan itu karena puasanya atau pahalanya yang berlimpah. Atau kerinduan melakukan diet berjamaah (bagi para gembroter).

Apakah kita masih meridukan Ramadhan jika seandainya Allah ngasih pengumuman, "karena saat ini lagi krisis pahala, maka pahala di bulan puasa ditiadakan.."?

Ala raimu. Ayo jujur saja, bilang kalau puasa itu nggak enak. Perut lapar, lemes, lapo-lapo males. Yang enak itu makan, perut kenyang, kerja dengan riang, atau keluyuran, pergi pagi pulang petang.

Makanya bulan puasa itu sebenarnya bulan penderitaan, bukan bulan senang-senang. Luwe kok seneng-seneng. Mikir!

Aku sendiri agak sungkan merindukan bulan Ramadhan, karena yang kurindukan itu bukan puasanya, tapi pahala berlimpah, pintu ampunan yang terbuka lebar, dan segala diskon dari Allah untuk kenyamanan hidup di akhirat kelak. Merindukan upahnya. Pamrih banget. Kerinduan yang materialistis.

Kita biasa membayangkan pahala itu seperti segepok emas atau sesuatu yang bersifat materi. Wajar sih,  karena kita selalu dijanjikan kemewahan surga oleh ustadzzz.  Real estate, bidadari, sungai arak, sungai susu (tanpa pentil), dan kemewahan lainnya.

Kadang itulah yang membuat ibadah kita salah niat. Pergi haji berniat agar dagangannya tambah laris, shalat duha agar diterima jadi pegawai negeri, sedekah agar dapat kembalian berlimpah. Jadi ibadah bukan karena rasa syukur, tapi ngincer laba.

Yo wis lah gak popo, sing penting ibadah daripada gak blas.

Yang jelas aku rindukan itu Lebaran. Karena di hari itu dompet tebal (dapat THR), makanan berlimpah, kumpul  sanak saudara. Hari itu semua orang sumringah. Semua orang berbagi uang walau sedang dililit utang. Pokoke dino iku isine cengengesan tok. The Mrenges Day.

Nggak salah kalau Simbah dulu bilang bahwa manusia itu sebenarnya nggak suka puasa. Lebih suka kenyang daripada lapar. Makanya kita diperintahkan puasa. Kalau kita sudah suka puasa, nggak akan ada perintah puasa. Lha wong diwajibkan puasa saja ada yang mbalelo dan teriak sinis :  "Diakali wong Arab!"

Nggak papa kalau kita jujur bilang nggak suka puasa, yang penting kita ikhlas melaksanakannya. Seperti seseorang yang minum jamu. Dia nggak suka jamu, lebih suka sirup Mak Jan. Karena jamu itu pahit, gak enak blas, tapi dia ikhlas dan sadar kalau jamu itu baik bagi tubuhnya yang ringkih. Lha ya'opo, bercinta selama lima menit, tapi dengkul lemes seminggu.

Karena orang yang hebat itu yang melakukan hal baik yang tidak disukai. Melakukan suatu hal yang sudah disukai itu biasa saja, nggak hebat. Apa hebatnya kalau kamu hobi bersepeda dan kamu bersepeda tiap hari. Yang hebat itu orang yang tidak suka bersepeda, tapi memaksakan diri bersepeda tiap hari karena dia sadar bahwa itu baik bagi kesehatannya.

Tapi walau bagaimanapun, merindukan Ramadhan itu bagus, lanjutken. Soal yang kamu rindukan puasa atau pahalanya, monggo saja. Tiap orang punya level kesadaran yang berbeda.

Pesene Suyat, nggak usah berdebat soal apakah manusia itu nggak suka puasa atau tidak. Lakukan saja dengan benar dan ikhlas. Karena sudah terbukti secara empiris kalau puasa itu baik bagi kesehatan jiwa dan raga. Minimal bisa menundukan felimu yang gampang ndangak kalau lihat yang mlenuk-mlenuk. Ya'opo iso ndangak nek keluwen.

Nggak ada orang mati kelaparan karena puasa Ramadhan. Kecuali kalau tanpa sahur dan berbuka, atau orang sakit yang memaksakan diri berpuasa. Itu dilarang. Walaupun ada sakit tertentu yang obatnya puasa. Karena ilmu kesehatan yang tertinggi itu makan saat lapar dan berhenti saat kenyang.

Jarene Prayit, kondisi terbaik itu saat perut lapar. Asal tidak sampai kelaparan. Perut yang kekenyangan membuat pikiran tidak jernih, gampang ngantuk dan feli ngatjengan.

Orang yang gampang sakit itu yang makannya rakus. Yang tidak menggunakan lidahnya sebagai fungsi kesehatan tapi fungsi kuliner. Makan sampai kenyang betul . Padahal rasa kenyang itu terasa saat 15 menit kita makan. Kalau kamu makan sampai kekenyangan, itu karena perutnya sudah overload.

Seumpama komputer, puasa Ramadhan itu instal ulang bagi yang imannya benjut. Terutama sing bendino kerjone mbukak internet. Mesti tau kesasar nonton susu. Ayo ngaku ae. Kalau imannya sudah oke (sekelas wong alim, ustadz, ulama atau kyai) puasa Ramadhan itu kayak defrag. Kiro-kiro ngono lah, biar ngawur asal benar.

Maka syukur ngAlhamdulillah bagi yang masih dikasih kesempatan berpuasa ria di bulan Ramadhan. Masih dikasih kesempatan untuk instal ulang. Jangan sampai imanmu bad sector. Soale angel tuturane nek wis bad sector. Diingatkan kayak apa pun nggak akan masuk hati dan pikiran, karena sudah tertutup gambar susu.

Wis ah, konsentrasiku rusak nek wis ono kata susu. Gak sido rindu Ramadhan wis.

- Robbi Gandamana -

Rabu, 14 Oktober 2020

Kok Nggak Tahu Sih, UU Cipta Kerja Sudah Dipraktekan Sejak Dulu!

 


sumber : kompas.com
sumber foto : kompas.com


Selama ini aku sengaja mengkuperkan diri, jarang main medsos dan sedikit membaca berita. Hanya berita besar saja yang aku baca, seperti berita soal UU Cipta Kerja yang bikin gaduh suasana.

Jujur saja aku nggak begitu paham soal begituan. Kalau soal undang-undang, untuk kasus di Endonesyah --> kadang lebih baik nggak tahu (daripada nyesel, nggak sesuai dengan apa yang terjadi di lapangan). Kalau memang harus tahu, jangan terlalu dimasukan di hati.

Aku juga nggak paham apa itu omnibus fucking law. Apa itu semacam perkumpulan kenek bus or something?

Kalau undang-undang soal ketenagakerjaan, aku nggak terlalu perduli. Berdasar pengalaman temannya temanku yang jadi buruh, banyak pengusaha yang nggak perduli dengan UU tenaga kerja. Banyak karyawan yang dikeluarkan dengan seenaknya, nggak ada pesangon bahkan tali asih. Yang ada tali asu. Isine kudu misuh ae.

Karyawan mendapatkan haknya dengan layak itu tergantung niat baik para pengusaha atau petinggi perusahaan. Buku panduan soal UU tenaga kerja itu tempatnya di rak atau di laci. Buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kalau bosmu asyik, nasibmu baik. Kalau bosmu bajingan, jangan terlalu berangan-angan. Kalau masih buruh nggak bisa mengejar mimpi, karena buruh itu mewujudkan mimpi bosnya.

Dan buruh itu selalu kalah, karena bos itu raja (bahkan ada yang  bergaya Tuhan). Kakean polah malah dipecat, jadi pahlawan kesiangan. Kapok koen. Wis pokoke saiki kerjo sing mempeng dan berharap Tuhan mengubah nasibmu. Jangan berharap pada isapan jempol UU pemerintah. Bullshit.

Yang masih patuh pada UU tenaga kerja itu perusahaan besar yang sehat dan tersohor. Kalau perusahaan kumuh kacangan kayak tempatmu bekerja itu ya jangan berharap. Gaji nggak telat saja itu sudah bagus.

Di negeri +62 ini, undang-undang atau hukum kebanyakan nggak terlalu ditaati. Karena rakyat terbiasa tidak dilindungi negara. Aparatnya lebih banyak mengancam daripada melindungi. Hukum ditaati hanya saat ada razia.

Beda dengan negara-negara mapan yang negaranya sangat melindungi rakyatnya. Mereka sangat taat hukum. Semua urusan diserahkan pada hukum. Mereka sangat percaya pada hukum. Tapi sisi negatifnya mereka jadi ngalem dan manja, dikit-dikit lapor polisi. Cemen.

Kalau di sini, hanya orang bodoh yang menyerahkan segala urusan kepada undang-undang (hukum) yang dibuat oleh para elit yang isinya lebih menguntungkan kaum elit. Dan juga karena hukum itu level yang paling rendah. Di atasnya lagi masih ada akhlak.

Ketika  kamu tahu ada orang terjatuh dari motor dan kamu tidak menolongnya, itu nggak masalah menurut hukum, tapi salah menurut akhlak.

Undang-undang itu cuman pedoman atau alat kontrol. Terciptanya kehidupan yang harmoni itu tergantung pada akhlak manusianya. Bukan pada hukum atau undang-undang.

Seorang hakim ngasih putusan hukuman pada terdakwa itu berdasarkan rasa keadilan. KUHP itu cuman buku pedoman yang tempatnya di laci. Hukumannya bisa lebih ringan dari yang ditulis di KUHP atau bahkan bisa lebih berat.

Begitu juga dengan pengusaha. Kalau si pengusaha akhlaknya bener, karyawannya akan diberlakukan dengan layak. Tanpa ada undang-undang atau menunggu instruksi dari pemerintah.

Jadi, orang yang tidak mengenal hukum pun hidupnya bisa beres selama akhlaknya bener. Sementara banyak orang yang paham hukum dan undang-undang malah menipu rakyat yang lugu.

Makane pendidikan agama iku penting. Gak kudu dadi wong alim. Minimal tidak menyakiti manusia itu sudah oke. Terlalu alim yo percuma nek hobine ngafirno wong liyo.

Bahkan sebenarnya tanpa agama pun manusia itu bisa hidup harmoni. Karena manusia itu sebenarnya punya kecenderungan menyukai perbuatan baik. Kalau kita amati suku-suku terasing yang sama sekali tidak kenal agama, mereka bisa hidup rukun, damai, sentosa manunggal jaya. Tapi tentu saja aku nggak merekomendasikan hidup kayak mereka.

Intinya nggak usah terlalu baper dengan undang-undang yang ada. Mau demo monggo saja, tapi jangan kisruh. Anarkisme tidak menyelesaikan masalah tapi malah menambah masalah. Fak yu.

Hai mahasiswa, sebenarnya sudah sejak doeloe kala  poin-poin yang ada di UU Cipta Karya dipraktekan oleh banyak perusahaan di negeri ini. Jadi nanti kalau perjuanganmu berhasil, UU Cipta Kerja dihapus, jangan kaget kalau suatu ketika kau memasuki dunia kerja ternyata diperlakukan seperti apa yang tercantum di omnibus fucking law. "Too bad you're fucked up, " kata Axl Rose.

Jadi poinya --->  buruh mendapat perlakuan layak itu tidak karena undang-undang yang ada, tapi lebih berdasar pada rasa keadilan atau rasa kemanusiaan para petinggi perusahaan.

Kiro-kiro ngono lah. Ojok percoyo.

Jumat, 25 September 2020

The Power of Badokan


Kali ini aku rai gedek ikut lomba nggambar (ndesain), babah wis. Biasane males melok ---> wis tuwek (Sakjane yo gak tuwek, cuman umure wis akeh. I'm still very young). Orang yang sudah berumur itu canggung kalau ikut lomba. Kalah menang pasti ada komentar miring. Kalau menang : "wajarlah menang, wis tuwek." Tapi kalau kalah : "Tuwek kok kalah karo arek enom, mblendesss." Itu salah satu alasannya. Alasan lainnya, aku agak nggak percaya dengan juri Endonesyah (dalam hal gambar menggambar). Sori yo ojok tersinggung. Terutama juri generasi tua. Kebanyakan juri jompo itu sok akademis. Karya yang menang nggak museumable, nggak bagus dipajang di museum. Idenya memang bagus, tapi gambarnya payah, tidak "bernyawa". Yang kulihat hanya ide, tapi karya seninya gersang. Itu yang membuatku berpikir keras, iku lomba nggambar opo lomba ide se? Kalau lomba desain gapura kampung nggak masalah gambarnya atau garisnya pating pletot, yang penting idenya keren, ukurannya jelas, benar dan mudah dipahami. Karena nantinya desain itu akan dieksekusi oleh para kuli bangunan. Pokoke fak yu lah kalau aku melihat karya-karya pemenang yang jurinya sok akademis, selera seninya ikut-ikutan Barat (bangsa Nusantara punya selera yang berbeda). Ojok ngamuk yo. Seniman kok ngamukan, nek ngamukan dadi demonstran ae, atau jadi debt collector. Seniman harus tahan kritik, sepedas apapun. Aku nggak ngomong karyaku bagus dan layak menang (bagus atau jelek itu relatif dan subyektif banget). Bukan itu poinnya. Angel njelasno rek, wis pikiren dewe. Yang jelas menurutku lomba Good Day ini beda. Jurinya anak muda yang berprestasi di bidangnya. Karya-karya yang dimenangkan kemarin juga masuk rasa estetika seniku. Ide dan gambarnya keren abis, satu paket. Sangat museumable, nggak malu-maluin kalau dipajang di museum. Alasan lain aku ikut lomba Good Day ini adalah hadiahnya gede dan gratis. Matre yo, gak ngurus. Tapi memang kalau lomba sudah mbayar duluan itu haram kata pak ustadz. Karena sistemnya mirip judi. Tapi sakarepmu rek, persetan dengan ideologi kalian. Off the record. Bicara soal lomba Good Day yang bertema "Indonesia Banyak Rasa" ini, aku memahami tema-nya dengan sangat linear (mungkin juga lugu). Sementara peserta lomba yang lain mengartikan "rasa" itu dengan kedamaian, cinta, dan seterusnya, tapi aku memahaminya sebagai rasa makanan. Pancen utekku isine badokan tok ae. Badokan kadang memang remeh, tapi jangan diremehkan. Makan-makan adalah sarana yang dahsyat untuk menyatukan, merukunkan, mengakrabkan pertemanan di kantor, di kampung, di sebuah komunitas atau organisasi. Trust me. Nek koncomu nggerundel ae, traktiren mangan sing wenak. Dijamin langsung pringisan. Bahkan Jokowi menggunakan acara makan-makan sebagai "senjata" yang ampuh untuk meluluhlantakan hati rakyat yang benci padanya berbalik jadi bersimpati. Dan malah banyak dari mereka yang jadi fan die hard-nya yang rela babak belur dicemooh, dibully, bahkan sampai putus hubungan dengan anggota keluarganya. Juga malah ada yang dicerai istrinya. Gila men. Aku ingat betul saat pemindahan lokasi pasar klitikan (barang rombeng) di Solo. Awalnya para pedagang menolak keras dipindahkan. Tapi setelah diajak makan-makan, mereka sangat mudah digembalakan (eh kok koyok wedus yo) atau tepatnya dikendalikan, tanpa perlawanan. Padahal mereka adalah jenis manusia golongan keras, senggol keplak. Tampangnya sangar-sangar, Jenis orang yang siap mati demi membela uang ceban. Ah aku nggak mau bicara politik, aku nggak paham. Biar nanti para buzzer yang merangkumkannya untuk kalian. Bicara soal kuliner, Indonesia memiliki beragam suku dan etnis yang bermacam-macam. Karena itulah negeri ini memiliki beragam kuliner yang berbeda pula. Tiap daerah mempunyai makanan khas yang unik dari segi rasa dan penampilan. Makanan kelas kere tapi penampilan parlente. Walau sama-sama soto, tapi tiap daerah mempunyai ciri khas masing-masing, karena bangsa Indonesia itu super kreatif. Intip yang bagi sebagian orang adalah makanan remeh, di Solo malah jadi komoditas yang laku dijual. Karak pun kalau dikemas menarik bisa jadi terlihat mewah. Padahal itu nasi sisa, tapi tentu saja bukan nasi basi. Jajanan "impor" sudah jauh berbeda dengan yang di negeri asalnya, karena sudah dimodif disesuaikan dengan selera kita. Bakso yang aslinya dari China, berbeda dengan yang ada di sini. Bahkan tiap daerah pun berbeda, walau sama-sama bakso. Bagiku bakso dari Malang is the best. Kuliner adalah salah satu potensi bangsa Indonesia yang bisa diandalkan, karena bisa membantu menghidupkan ekonomi rakyat. Kita tahu rakyat Indonesia itu ubet dengan perekonomiannya sendiri, nggak ada urusan dan nggak perduli ada krisis moneter atau krisis ekonomi yang lain, mereka bisa hidup dengan caranya sendiri. Daya survive-nya luar biasa. Sudah terbukti saat krismon dulu. Ketika perusahaan-perusahan besar mulai sekarat dan bergelimpangan, ekonomi rakyat tetap jaya. Salah satunya dengan bisnis kuliner. Karena kuliner itu nggak ada matinya. Badokan rules the land. ----Mungkin itu alasan Bondan Winarno memutuskan berhenti jadi kolumnis Tempo. Lebih asyik mengulas badokan daripada ngulas politik. Mengulas kasus politik itu resikonya gede, bisa disomasi dan dituntut ganti rugi milyaran rupiah karena dianggap mencemarkan nama baik petinggi negara. Bisa miskin tujuh turunan. Mending ceramah soal badokan, aman---- Zaman sekarang kuliner semakin gila-gilaan. Warung bermunculan dimana-mana, dari warung kelas atas sampai kelas kumuh. Karena sekarang buanyak sekali orang yang pinter masak. Pria sangar dan bertato pun banyak yang jadi tukang masak (kukira rocker tapi ternyata selera musiknya Pance Pondaag). Urusan masak-memasak nggak lagi hanya diminati oleh kaum wanita. Apalagi ini zamannya medsos. Resep sangat mudah didapat. Ada yang berhasil mempraktekan, tapi banyak juga yang ancur minah, karena nggak bakat masak. Bikin brownies jadinya batu bata, keras banget. Bikin bolu jadinya paving. Ini bikin kue apa mau mbangun jalan sih. Gile loe Ndro. Wis ah. Intinya jangan remehkan kuliner, karena sudah terbukti ikut membantu membangkitkan ekonomi Indonesia. Mari kita bangun negeri ini dengan badokan! -Robbi Gandamana- #IndonesiaBanyakRasa #GoodDayGaulCreation2020

Minggu, 02 Agustus 2020

Antara Idul Adha dan Nike Ardila


Ilustrasi oleh Benny Rachmadi

Kita ini generasi yang sangat sangat beruntung. Karena hidup di zaman yang serba instan. Lha ya'opo semua tinggal meneruskan, mengembangkan apa yang sudah dirintis oleh mbah-mbah kita dulu. Bahkan tinggal makai, tinggal menikmati hasil kerja keras, kesabaran, pengorbanan mereka.
Apa jadinya kalau kita hidup di zamannya Nabi-Nabi. Pasti kita jadi penjahatnya, ikut gengnya Abu Lahab. Lha wong awake dewe iki hobine ngremehno dan ngeyelan. Angel aturane.
Bayangkan saja kalau kita tetangganya Nabi Ibrahim. Bakalan misuh pol-polan saat lihat Ibrahim akan menyembelih Ismail, anaknya sendiri. Karena kita terbiasa hanya melihat apa yang tampak mata. Sama sekali nggak tahu apa yang melatarbelakangi perbuatan itu.
Dialoge mungkin koyok ngene :
Giman : "Him, karepmu opo kon iku. Arek cilik kok dibeleh. Ya'opo se. Gendeng ta?"
Ibrahim : "Lho Man, iki perintah Alloh.."
Giman : "Gak awoh-awohan. Awoh cap opo iku. Perintah kok mbeleh arek cilik. Ngawur ae. Ojok ngelindur talah.."
Ibrahim : "Lambemu...Ojok ngelamak kon. Nek gak iso meneng awakmu sing tak beleh.."
Giman : "Jasik..Nabi kisruh kon iku."
Akhire Giman karo Ibrahim gelut.....(bersambung).
Ajur Jum.
Jika Nabi Ibrahim hidup di zaman now juga pasti sudah digiring ke polsek. Jelas didakwa aliran sesat, lha wong menyembelih anak sendiri.
Nabi itu memang manusia luar biasa. Terutama Nabi Ibrahim. Menjalankan perintah menyembelih anaknya sendiri itu butuh ketaqwaan, kesabaran, dan keberanian tingkat dewa. Dia harus menghadapi omongan orang yang menganggapnya mengong, stres, pekok. Makanya Idul Adha itu hari yang jauh lebih mulia dari Idul Fitri.
Kalau membaca kisah-kisah Nabi dengan pikiran yang tidak linear, kita sebagai orang awam harusnya maklum dengan orang yang mencela Nabi. Lha wong apa yang dilakukan para Nabi itu kadang nggak masuk akal. Seperti apa yang dilakukan Nabi Ibrahim pada Ismail.
Kalau nggak dapat hidayah, nggak mungkin jadi umatnya Nabi. Untung lho aku nggak dilahirkan di zaman Nabi-Nabi,  bakalan dadi koncone Giman. Jelas jadi golongan bajingan.
Tapi drama kehidupan memang harus seperti itu. Kalau ada orang alim, pasti juga ada bajingan.
Orang yang asyik itu yang merasa bajingan, dengan begitu dia selalu berusaha alim. Yang bahaya itu kalau sudah merasa alim. Tiap hari kerjaannya menilai orang lain. Jadi polisi moral. Merasa mulia karena tidak pernah maling, padahal belum ada kesempatan.
Makane gak usah berlebihan membenci koruptor atau penjahat yang paling kakap sekalipun. Ojok nggaya ngenyek Abu Lahab, Abu Jahal, Abu Ndlahom. Karena kita nggak di posisi mereka. Cobalah simulasi, kalau kita hidup di zaman itu, lebih cocok jadi umatnya Nabi atau umatnya Abu Lahab.
Bisa jadi kita lebih parah dari Abu Lahab. Lha wong bendino postingane nyacat wong liyo. Siapa saja yang beda dengan pilihan kita, apa itu soal agama, madzhab, presiden, pasti kita anggap mblendes. Ganok apike.
Tapi walaupun sudah berusaha keras berbuat baik, akhlak kita juga nggak bakalan kayak Nabi. Sing penting ada usaha keras, Tuhan tidak menagih di luar batas kemampuan hambaNya. Kita cuman manusia, bukan malaikat.
Wis talah, kita itu memang generasi yang  wasyik. Hidup di negeri sempalan surga. Makanan dan minuman melimpah. Merayakan Idul Adha, daging gratis dimana-mana. Hari-hari begadang mbakar sate sambil main gitar bernyanyi ria koyok video klipe lagu Nike Ardila.
-Robbi Gandamana-

Kamis, 23 Juli 2020

Kisah Nyata Awal Mula Pocong Keliling yang Menggemparkan Sukabumi di Tahun 2008 (Bagian 3)

                                                                   
sumber foto : kaskus.co.id
                                                                (Kisah sebelumnya)

Ririn itu tiga bersaudara. Dia punya dua kakak, cowok dan cewek. Yang cowok tewas dalam kecelakaan balap liar yang sebenarnya itu ulah jin penguasa tambang. Yang satunya kakak perempuan yang kuliah di Australia.
Mantel yang jadi sarang Jin bajingan itu adalah hadiah ultah si kakak perempuan untuk bapaknya. Mantel yang dibeli di Singapura itu limited edition (hanya diproduksi 100 biji). Karena mahal, pembelinya hanya orang kaya. Harganya mungkin setara dengan gaji buruh pabrik selama lima tahun beserta sampingannya.
Si kakak perempuan ini nggak tahu menahu soal Ririn yang jadi pocong. Sampai akhirnya dia telpon Ririn di tengah malam, yang tentu saja nggak akan diterima oleh Ririn yang sudah berubah jadi pocong. Maka Aria yang berinisiatif menerima panggilan kakaknya. Saat itulah kakaknya tahu dari Aria apa yang sedang terjadi pada keluarganya.
Dia jadi tahu alasan kenapa bapaknya bersikeras agar dia membeli mantel yang sama persis seperti mantel sebelumnya. Harganya berapa pun akan dibayar sama bapaknya. Selama ini yang dia tahu kakeknya meninggal karena sakit dan adik laki-lakinya tewas kecelakaan motor. Dia sama sekali nggak tahu kalau itu karena ulah makhluk jahanam.
Tanpa pikir panjang si kakak langsung cabut ke Jakarta. Dia sedih lihat nasib adiknya yang nyawanya terancam (bukan gudangan lho ya. Badokan tok apalanmu).
Si kakak dengan ditemani Aria menemani Ririn saat malam hari---FYI, Aria menemani Ririn selama 5 hari. Dari hari Rabu sampai Minggu---. Ririn sendiri kalau siang hari tidak sadar kalau saat tengah malam jadi pocong. Tahunya dia kemping, kecelakaan dan masuk rumah sakit. Dia hanya merasa kalau malam mengalami mimpi buruk. Mungkin mimpi orderan gambar wajah satu keluarga tidak dibayar.
Melihat nasib Ririn, si kakak bersumpah akan mendapatkan mantel yang diminta walau harus ditukar dengan nyawanya. Bapaknya Ririn juga akan ngasih apa pun yang diminta pemilik mantel. Orang kaya punya harta melimpah, kalau cuman sekarung emas sih kecil. Beda dengan kita-kita, jangankan emas, karungnya saja nggak punya.
Si kakak pun minta info soal mantel keparat itu di toko asalnya di Singapura. Setelah Susah payah mendapatkan list siapa saja pembelinya, si kakak dengan ditemani Aria mendatangi alamat pembeli yang ada di Jakarta.
Tentu saja pencarian mantel itu tidak segampang membalikan telapak tangan. Prosesnya berliku-liku kayak acara reality show Termehek-mehek di Trans TV. Karena belinya juga sudah lama, pembelinya banyak yang pindah alamat. Bahkan mungkin ada yang sudah pindah alam.
Singkat cerita, setelah mendapat informasi yang akurat, bertemulah mereka dengan seorang ibu-ibu yang berpenampilan kinclong layaknya toko emas berjalan, perhiasannya bikin silau men.
Tanpa babibu kakaknya Ririn langsung tanya sambil menunjukan gambar mantel, "Maaf bu, ibu yang punya mantel ini khan?"
"Iya. Ada apa ya?" jawab si ibu.
"Boleh nggak kalau mantelnya saya beli?" tanya si kakak to the point.
Ibu kinclong tadi langsung mendelik, "Kurang ajar. Anda nggak sopan. Itu mantel mahal. Saya bukan orang kere ya. Fak yu kalian!"
Buru-buru kakaknya Ririn minta maaf dan menjelaskan panjang lebar kenapa dia ingin sekali beli mantel tersebut. Bahkan sampai bersujud memohon agar si ibu mau menjualnya. Berapa pun akan dia bayar. Kakaknya Ririn saat itu sudah siap dengan kartu kredit, kunci mobil beserta mobilnya (tentu saja).
Tidak disangka si ibu nangis terharu dengar cerita kakaknya Ririn. Dia pun ngasih mantel itu gratis tis, "Ya sudah, mantel ini boleh kamu bawah..semoga adikmu cepat sembuh.."
Setelah bilang terimakasih, kakaknya Ririn dan Aria segera cabut pulang. Malamnya, ritual pun disiapkan. Si orang pinter minta kakaknya Ririn untuk memegang kepalanya Ririn. Orang pinter minta kalau Ririn nanti berontak, segera lepaskan tali pocongnya. Aria sendiri kebagian memegang kakinya. Takut kalau dia loncat-loncat keluar kamar ngajak main petak umpet.
Ritual kali ini adalah untuk pemindahan si Jin penguasa tambang ke mantel, sarang barunya. Tapi sebenarnya ritual ini juga langkah akhir, pemusnahan si jin keparat dari Bapaknya Ririn dan keluarganya.
Saat itu ada 20 sampai 30 orang pinter di lantai bawah melakukan ritual berjamaah untuk memusnahkan si jin penguasa tambang. Langkah akhir ini punya resiko yang sangat berat. Pilihan resikonya adalah Ririn selamat, tidak terjadi apa-apa, jinnya pergi selamanya atau Ririn mati.
Sempat terjadi drama ala sinetron, dimana kakaknya Ririn menangis minta pada pimpinan orang pinter agar nyawa dia ditukar dengan Ririn kalau seandainya ritual gagal. Mendengar hal tersebut, ibunya Ririn ikutan nangis. Semuanya yang ada di situ jadi terharu, semua mata berkaca-kaca. Sudah kayak sinetron Ratapan Anak Bombay.
Tengah malam pun tiba, tubuh Ririn pun berubah jadi pocong. Saat itulah dia berontak dan marah besar karena dikeroyok oleh kawanan orang pintar. Beraninya keroyokan, kalau memang jantan, satu lawan satu dong. Begitu mungkin batin si jin.
Tiba-tiba angin berhembus dan terdengar suara tawa khas netizen yang sedang debat, eh jin penguasa tambang ding, "hahahahaha goblok..dasar cah gemblung nggak punya otak..belajar lagi sana hahahahaha..." Tentu saja ngomongnya nggak begitu lah.
Di bawah, ritual semakin khusyu'. Mantra dan doa bersahut-sahutan menyambut kedatangan jin penguasa tambang yang mulai kasar. Adu kesaktian pun tidak terelakan.
Tapi akhirnya ritual membuahkan hasil. Pocong yang mulai berubah jadi Ririn teriak keras, "Tolong lepasin..panas..panas sekali.." Cepat-cepat kakaknya Ririn melepaskan tali pocong Ririn dan terbebaslah tubuh Ririn dari pocong.
Sesaat setelah kain pocong terlepas, Ririn langsung telanjang bulat. Cepat-cepat Aria menutupinya dengan selimut. Saat itu nggak ada pikiran ngeres (ya dikit lah), karena tertutup oleh rasa takut dan tubuh Ririn sendiri berbau sangat busuk, efek dari perpindahan dimensi. Kakaknya Ririn sendiri langsung muntah.
Sementara di bawah para orang pintar masih kasak-kasuk ritual memindahkan si jin ke mantel, sarang barunya, yang sekaligus akan diusir atau dilenyapkan jauh kembali ke alamnya sana dengan resiko kalau gagal Ririn akan mati.
Sebenarnya Ririn sendiri masih belum pulih betul. Dia masih saja kesurupan. Berontak dan ngoceh nggak karu-karuan. Tapi itu bisa diatasi karena dia didekap erat oleh kakaknya.
Setelah babak belur dikeroyok orang pintar, si jin pun KO dan minggat dari situ. Akhirnya keadaan dinyatakan aman, Ririn selamat kembali seutuhnya. Subhanalloh.
Dengan masih setengah sadar Ririn dikasih air minum orang pinter. Setelah itu dia tidur pulas. Semua yang saat itu ada di kamar Ririn pun turun ke kamar tengah. Mereka ngobrol ngalur ngidul merayakan kesuksesan pengusiran jin keparat itu. Kakak Ririn berterimakasih kepada Aria karena rela menemani Ririn selama jadi pocong.
Paginya mereka ngumpul lagi di meja makan. Tak berapa lama datanglah Ririn dari atas kamarnya dengan wajah sumringah. Dia menyapa orang yang ada di situ dengan manisnya. Dia menanyakan kabar kakeknya yang di rumah sakit dan ingin menjenguknya. Dia juga menanyakan kakak laki-lakinya yang tidak ada di situ. Dia pikir kakaknya sedang kumpul dengan teman-temannya sesama penghobi balap liar.
Saat matanya tertuju ke Aria, Ririn mengernyitkan dahi,  "Eee..ada orang. Ini siapa ya?"
Bapak ibunya yang ditanya begitu, bingung mau jawab apa. Aria sendiri kaget, kok Ririn lupa sama dia. Ternyata orang pinternya yang terpaksa menghapus ingatan Ririn 2 sampai 3 tahun ke belakang untuk menghindari trauma berat. Swemproel Ndes.
Aria cuman melongo menerima kenyataan pahit ini. Gimana nggak pahit, Berhari-hari menemani Ririn yang jadi pocong, eh dilupakan begitu saja. Sementara sahabat-sahabatnya Ririn pada nyerah, nggak berani menemani. Karena sebetulnya para sahabatnya juga bernasib apes. Sejak pulang dari gunung Salak, mereka sering kali diganggu makhluk halus yang ternyata anak buah jin penguasa gunung Salak yang marah karena Jin penunggu tambang telah bikin keributan di sana.
Bapak dan ibunya Ririn sepakat membuat skenario yang intinya kakek, kakak cowok dan Ririn kecelakaan lalu lintas. Hanya Ririn yang selamat, tapi mengalami amnesia akibat kecelakaan tersebut. 
Singkat cerita, Aria pun balik lagi ke Sukabumi melanjutkan mimpinya jadi juragan tepung terigu. Beberapa hari setelah itu dia dapat kabar dari kakaknya Ririn kalau Ririn akan hidup bersama kakaknya di Australia, memulai hidup baru.
Kalau nasib Aria sekarang saya nggak tahu, apakah dia masih jadi kuli panggul atau memanggul kuli. Tanyakan langsung ke orangnya.
Ya, begitulah kisah klasik pocong keliling yang pernah menggemparkan Sukabumi di tahun 2008 silam. Saya kisahkan kembali agar jadi pelajaran bagu kita semua, jangan pernah bikin perjanjian dengan setan, iblis, jin, demit atau pun namanya itu. Karena memang banyak sengsaranya daripada senangnya. Nuruti iblis, raimu rembes koyok bedes.
Hidup itu super singkat, jangan terperdaya oleh gemerlapnya dunia. Kemewahan dunia itu palsu. Dunia itu cuman persinggahan. Tempat akhir kita ada di akhirat. Makanya sangat rugi orang yang menggadaikan hidupnya hanya untuk kesenangan sesaat di dunia. Ndlahom jaya.
Bapaknya Aria itu korban dari orang pinter yang ada di tambang batu bara. Orang pinter yang menolong nyawa Ririn itu orang yang berbeda dengan yang di tambang. Orang pinter yang di tambang itu musuh dalam selimut. Dia ngomong ke bapaknya akan menjerat jin penguasa tambang agar tidak ngganggu pekerja tambang, tapi yang sebenarnya dia malah melakukan perjanjian (konspirasi) dengan jinnya.
Ketika jin penguasa gunung berhasil dilenyapkan dari kehidupan bapaknya Ririn, nyawa dukun yang di tambang juga ikutan lenyap. Mungkin karena dia telah gagal mengendalikan bapaknya Ririn atau melanggar perjanjian yang sudah diteken bersama dengan jin. Jadi apakah jin penguasa tambang benar-benar telah lenyap atau hanya pergi dan akan kembali lagi? Saya nggak tahu. Kemungkinan besar siapa pun yang terlibat dengan kasus pocong ini akan terus diganggu. Bisa jadi termasuk yang membaca kisah ini.
Wis ah. Tamat.
-Robbi Gandamana-
(Diceritakan kembali kisahnya dari YouTube/RJL 5, Twitter/Arangga Aria, dengan penambahan dan pengurangan seperlunya dari saya)