Jumat, 28 Oktober 2016

Tuhan Tidak Perduli Model Celanamu

istimewa
Sebelum nggedabrus ngalor ngidul membahas celana (cingkrang), ada baiknya anda perlu tahu bahwa saya bukan seorang ustadzzz apalagi kyai, cuman seorang muslim gembel jaya yang nggaya sok-sokan berpikir kritis, merdeka jadi diri sendiri tanpa 'makelar'.

Karena akal adalah anugerah terbesar Tuhan bagi umat manusia, sayang kalau nggak dipakai. Ayat kalau cuman dibaca dan dihafal doang, otak jadi mubazir. Kayak burung Nuri yang bisanya cuman meniru suara orang tapi nggak paham maksudnya.

Oke, nggak usah banyak cing cong, langsung ke inti pembahasan saja.

Dari dulu saya bingung kalau melihat muslim yang celananya di atas mata kaki (cingkrang), agak aneh juga sih di abad Millenium begini ada yang memakai fashion trend jadul Arab klasik abad 6 Masehi. Karena menurutku setiap generasi punya fashion style-nya sendiri-sendiri.

Apa kalau pakai celana jeans  terus kita jadi kafir? Kalau menyerupai suatu kaum terus kita jadi bagian dari kaum itu? Muhammad SAW sendiri berpakaian persis seperti Abu Jahal atau Abu Lahab. Apakah Muhammad bagian dari kaum jahiliyah tadi? Tentu saja tidak.

Menurutku nggak masalah berpakaian seperti bajak laut, ninja, atau siapa saja, asal tabiat kita sesuai syariat. Karena celana atau kain itu tidak ada agamanya. Maka ambigu kalau baju dikasih label 'taqwa' (baju taqwa). Saya sendiri nggak berani pakai baju taqwa, takut jadi 'penipuan'. Iman dan ilmu saya pas-pasan kok bergaya orang alim, pinter agama.

Teknologi terus berkembang, trend fashion manusia juga berubah. Pakaian adalah produk budaya manusia yang pasti berubah pada tiap generasi. Asal sesuai syariat, norma adat budaya setempat, tak masalah kita memakai pakaian model apa. Syariatnya menutupi aurat, tapi dalam segi budaya kita bisa memilih model, warna, jenis baju yang kita inginkan.

Debat soal isbal (celana di bawah mata kaki) bakalan tak ada habisnya. Tiap orang punya latar belakang berbeda kenapa dia memakai celana cingkrang. Ada yang ingin meniru persis kostumnya Rasullullah, ada yang ngefan Michael Jackson, ada pula yang mengartikan secara harfiah ayat dari hadits : "Celana di bawah mata kaki dibakar di neraka." Juga ayat lain yang mengatakan bahwa orang yang bercelana menutupi mata kaki akan dicueki Tuhan di akhirat.

Saya sendiri Muslim tapi tidak bercelana cingkrang, lha lapo. Ayat di atas memang hadist shahih, tapi saya tidak mengartikannya secara harfiah begitu saja. Karena ayat tersebut ternyata bicara soal kesombongan.

Idiom orang Arab di jaman itu, orang yang memakai celana menutupi mata kakinya adalah orang sombong. Dan orang sombong lah yang tidak akan disapa (dicueki) Tuhan di akhirat nanti.

Jadi ayat soal isbal tadi sebenarnya bunyinya seperti ini : "Orang sombong dibakar di neraka." tapi kebanyakan muslim lebih menangkap aspek celana cingkrangnya daripada aspek sombongnya. Karena mereka berhenti pada teks, tidak menelusuri ayat itu lebih jauh (bahasa ustadznya : Asbabun Nuzul). Kenapa, di mana ayat itu turun. Adat dan budayanya bagaimana.

Kalau tujuannya takut kena najis, karena menyentuh tanah, ya diusahakan ukuran panjang celana nggak menyentuh tanah. Nggak cingkrang juga bisa to. Tapi kalau alasannya takut terkena najis, kenapa kaum wanita yang  berjilbab syar'i malah roknya menyentuh tanah, padahal kakinya sudah pakai kaos kaki.

Kalau ulama Arab mengharamkan celana yang menutupi mata kaki itu wajar. Mereka menghormati adat dan budaya mereka. Kalau di sini ya salah tempat. Bisa jadi malah salah kostum karena iklim, karakter geografis kita berbeda jauh dengan Arab. Dan juga negeri ini punya paradigma adat budaya yang berbeda dengan Arab.

Juga belum ada penelitian ilmiah yang menyatakan celana di bawah mata kaki itu nggak baik  bagi kesehatan. Seperti larangan seorang pria muslim memakai perhiasan emas. Karena atom pada emas mampu menembus kulit pria sehingga rentan terkena penyakit Alzheimer, jika dipakai dalam jangka panjang.

Banyak hadits yang terbukti secara empiris. Misal  larangan meniup makanan panas sesaat sebelum memasukan ke mulut karena udara yang kita tiupkan (karbondioksida) jika bertemu air akan menghasilakan asam karbonat. Jika asam karbonat masuk ke dalam tubuh bisa menyebabkan penyakit jantung.

Hadits lain yang juga terbukti empiris adalah boleh minum air minum yang kejatuhan lalat asal lalatnya ditenggelamkan di dalam air minum tadi. Berdasar penelitian ilmiah ternyata  ada obat yang berbahaya di salah satu sayap lalat, tapi sayap lainnya dapat menetralisirnya (dengan cara ditenggelamkan ke air).

Dan masih banyak lagi kedahsyatan ayat Qur'an dan Hadits yang sudah dibuktikan secara imiah. Hadits sendiri dihimpun 300 tahun sesudah hidupnya Nabi Muhammad. Berdasarkan katanya ulama ini, perawi itu. Jadi walaupun sahih masih harus diverifikasi. Kalau nggak masuk akal buang, pakai Al Qur'an saja. Apalagi di zaman itu tak ada alat perekam. Kata-katanya tidak sama persis seperti Al Qur'an yang pasti sama dengan perintah Allah.

Agama Islam jadi terlihat wagu karena kesempitan umatnya mengartikan ayat dengan sangat apa adanya. Kurang bisa memilah mana bahasa budaya, bahasa hukum, bahasa sastra, dan lainnya. Dipikirnya Al Qur'an itu kayak UUD '45, KUHP, Perda dan sejenisnya.

Orang yang berpendidikan tinggi (sekolah Islam) nggak bisa jadi ukuran bahwa agama mereka lebih benar. Yang lulusan Arab saja banyak yang meyakini ayat "Bahasa Arab adalah bahasa surga". Oala Jek Jekkk, dipikirnya Tuhan itu lulusan Sarjana Sastra Arab. Bagiku itu menuduh Tuhan Rasis atau diskriminatif pada bangsa selain Arab.

Kembali ke soal celana cingkrang. Sungguh konyol kalau meyakini Tuhan tidak menyapa orang yang celananya di bawah mata kaki di akhirat nanti. Ngapain Tuhan ngurusi model celana. Tuhan hanya perduli pada amal kebaikanmu, cintamu pada-Nya. Kecuali model kostum ibadah haji (kain ihram), itu Tuhan sendiri yang ngasih perintah dengan tujuan agar timbul rasa merendahkan diri dan hina dihadapan-Nya bla bla bla bla.

Dalam soal agama dan moral, orang yang paham agama tak bisa diukur dari lulusan perguruan tinggi Arab atau tidak. Ada orang yang pendidikan cuman lulusan pesantren kampung tapi ilmu agamanya lebih dahsyat dari yang lulusan Arab. Itu bisa terjadi karena paduan antara iman, lelaku, tirakat plus intelegensi yang luar biasa pada seorang muslim sehingga di dianugerahi karomah oleh Allah, punya sidik paningal, waskita. Kalau cuman lulusan luar negeri tok, yo nggak njamin Jek.

Wis ah, saya menulis ini tak ada maksud menentang hadits atau ayat Allah, tapi lebih pada menggunakan akal daripada cuman membaca dan menghapal. Intinya gunakan hati, akal dan logika dengan benar. Untuk apa pakai Qur'an kalau tidak pakai hati, untuk apa pakai syariat Islam tapi tidak pakai akal?


(c) Robbi Gandamana

*Sori tidak menerima perdebatan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar