Setelah sebelumnya gila tanaman, gila ikan (Louhan dan sejenisnya), gila batu akik, dan juga gila burung, sekarang negeri ini sedang memasuki era gila sepeda.
Toko sepeda laris manis diserbu goweser pemula. Bahkan rela antri sebelum tokonya buka. Mungkin ada yang malamnya tidur di depan toko agar dapat nomor antrian pertama. Itu salah satu tips klasik agar tidak telat.
Gila sepeda ini sepertinya efek dari pandemi Covid 19, dimana kesadaran akan hidup sehat meningkat pesat. Jangankan sakit panas, orang pilek saja jarang sekali sekarang. Ketika ada yang bersin-bersin langsung dikucilkan.
Paimo yang dulunya paling males bangun pagi, sekarang sejak subuh sudah nggowes. Walau jarak yang ditempuh nggak nyampai satu putaran lapangan bola. Gak popo, yang penting ngeksisnya.
Yang membuat aku salut pada para goweser itu semangatnya. Totalitas tinggi. Saat nggowes mereka memakai atribut lengkap kayak atlet profesional. Dari kaos gowes, sarung tangan, kaca mata, sampai helm khusus buat nggowes. Komplit plit. Padahal kalau naik sepeda motor males banget pakai helm.
Aku sendiri juga mulai ikut-ikutan nggowes. Walau cuman iseng. Sudah tiga hari ini. Perutku jadi agak six pack. Bahaya iki, iso tambah akeh penggemare (howeekkk). 😁
Tentu saja aku nggak setotal mereka yang pakai aksesoris lengkap. Mau nggowes atau tidak, kostumku sama : kaos, celana panjang atau pendek jeans dan sandal. That's all.
Aku sih nggak ada rencana untuk beli helm gowes. No way. Nggak ada razia khan? Dulu di tahun 80an ada razia, tapi bukan razia helm melainkan razia peneng. Peneng atau stiker yang ditempelkan di sepeda adalah bukti telah membayar pajak. Dulu sepeda gowes pun dipajaki, karena termasuk barang mewah di saat itu. Keree.
Tapi bagus juga sih kalau pakai helm. Helm itu khan berguna melindungi tempurung otak dari benturan. Kalau kamu memang takut gegar otak atau ndlahom, memang baiknya pakai helm. Kalau bisa yang full face. Pasti aman jaya.
Aku sendiri nggak ada rencana ndelosor dari sepeda (sombong). Andai jatuh di aspal pun gigi tetap rompal kalau pakai helm sepeda seperti itu. Dijamin. Lagian treknya juga di jalanan mulus. Aku nggak akan bersepeda di daerah pegunungan. Lha lapo, ate belajar gendeng ta. Uripku gak selonggar iku.
Sepedaku sepeda standar orang kantoran, bukan jenis sepeda MTB (Mountain Bike). Dan itu pun dikasih orang sebagai rasa terimakasih karena telah kugambar. Wasyik yo, nggambar dikasih sepeda. Merknya lumayanlah dan kondisinya 95 %, muluss. Ojok ngomong sopo-sopo.
Mangkane nek digambar iku ojok cumak suwun ae huwehehehe...guyon Ndes, sumpah.
Fenomena gila sepeda ini lumayan membuat usaha sepeda bergairah. Toko sepeda yang dulunya sepi nyenyet, sekarang jadi kayak pasar kaget. Ada yang beli sepeda baru, tukar tambah, atau sekedar lihat-lihat dan cek harga. Baru bisa beli kalau celengan bagong sudah penuh.
Sebenarnya ada sepeda gowes kredit. Tapi nggowes itu khan kebutuhan kesekian, nggak penting-penting amat lah. Lha lapo se, mbelani nggowes iso gak mangan. Kreditan motor sing winginane ae durung beres.
Maraknya orang bersepeda juga membuka peluang baru bagi para maling untuk beraksi. Mereka yang biasanya maling motor atau barang kelas berat lainnya jadi beralih ke sepeda gowes. Malingnya juga relatif lebih mudah. Tinggal ditaruh di jok belakang motor dan wuzz, kabur. Kiro-kiro ngono lah, aku gak tau maling sepeda.
Makanya hati-hati bagi ortu yang punya anak kecil yang hobi nggowes. Kasih tahu anaknya, nggowesnya jangan jauh-jauh, Karena sudah ada kasus anak kecil yang dirampas sepedanya oleh begal nggak profesional (beraninya sama anak kecil).
Namanya anak kecil, diancam pakai kepalan tangan saja langsung lemes. Apalagi yang ngancam rupane koyok gendruwo. Durung ngancam wis dikekno.
Wis ah, selamat bernggowes ria. Stay health and stay strong. Asam urat kumat, mangano orong-orong. 😅🙏
-Robbi Gandamana-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar