Minggu, 25 Desember 2016

Indonesia Darurat Pengapling Surga



Ya, negeri ini sedang darurat sweeping oleh para pengapling surga. Negeri yang swejuk ini jadi disharmoni sejak kedatangan aliran-aliran kolot yang berpotensi besar merusak prinsip Bhineka Tunggal Ika. Mereka ingin Islam yang murni seperti di jaman nabi, tanpa terkontaminasi adat budaya lokal maupun luar, dengan cara-cara yang nggak asyik blas, memaksa orang lain sepaham dengan mereka. Bila tak sepaham dicap sesat, "jahannam!"

Hidup tidak berjalan mundur. Seharusnya agama itu dinamis, luwes dan peka jaman. Dia bisa ditempatkan di jaman apa saja. Islam itu ada saatnya liberal (membebaskan) dan ada saatnya konservatif (kolot, tidak menerima ide-ide baru).

Semua ada tempat dan waktunya sendiri, kapan saatnya liberal dan kapan harus konservatif, semua harus empan papan. Tidak ada yang buruk, disebut buruk karena ditempatkan di tempat dan waktu yang salah.

Aliran-aliran ini menolak dan mencoba melenyapkan adat dan budaya leluhur yang tak ada tuntunannya dalam Islam. Dan menuduhnya sebagai kesyirikan, musyrik. Karena mereka belum tahu dan tak mau tahu budaya mereka sendiri. Dikiranya upacara adat itu adalah ritual dinamisme atau animisme.

Larung sesaji, Nyadran, Grebeg Maulid dan upacara adat yang lain, itu semua intinya adalah suatu bentuk penghormatan pada alam semesta dan rasa syukur pada Tuhan.

Repot juga kalau semua harus berdasar tuntunan, hidup nggak akan berkembang, jalan di tempat. Padahal sebenarnya banyak hal dalam hidup di jaman ini yang tak ada tuntunannya. Silakan saja lakukan, selama itu baik (bermanfaat), tidak ada larangannya, dan yang penting tidak jadi amalan wajib. Nglakoni monggo, ora nglakoni ora popo.

Jangan dikira benda mati itu mati. Ketika Rasulullah terkena panah di leher saat perang Uhud. Gunung Uhud marah, minta ijin menghancurkan musuh dengan batu-batunya. Tapi Nabi menolaknya, "Nggak usah Hud, aku sudah mendoakan mereka mendapatkan hidayah dan keturunan-keturunan mereka dijadikan pemimpin Islam. Tenang ae.."

Rasullulah saat itu juga ngomong pada umatnya, "Gunung Uhud mencintai kita dan kita mencintainya, "

Jadi jika manusia seme-mena (berperilaku merusak) pada gunung, pada laut, pada sungai atau alam, alam juga akan bersikap serupa. Bagaimana pun segala sesuatu yang tidak terjaga dan terawat dengan baik akan memberikan efek negatif pada pemiliknya. Males ngerawat rambut, ojok nyesel saat umur masih 25 tahun sudah jadi KGB, Kepala Gondrong Belakang. O_O

Orang Jawa sudah paham bagaimana menyikapi dan menghormati alam sebelum Islam datang. Orang Jawa itu memanusiakan manusia, alam, benda, bahkan hewan. Di Jawa ada budaya mitoni, selapan, dan lainnya. Itu tak ada hubungannya dengan makhluk ghaib, jin, gendruwo, tapi lebih pada memanusiakan si anak. Sebagai ekspresi cinta pada anak dan rasa syukur pada Tuhan.

Banyak upacara-upacara adat diadakan untuk menghormati alam sekaligus bersyukur (berdoa) atas berkah dan karuniaNya. Itu tidak untuk jin, gendruwo, wewe gombel, walau ada satu dua orang yang memang seperti itu, itu urusan mereka dengan hidupnya.

Tugas seorang muslim itu cuman mengingatkan, tidak memaksakan. Hidayah itu kuasa Allah. Ojok maneh raimu, Rasulullah saja tidak bisa mengIslamkan pamannya. Nabi itu mengajak, tidak memaksa. Nabi Nuh tidak bisa merubah anaknya yang mbalelo. Nabi Luth juga dikhianati istrinya, yang ternyata lesbon.

Islam yang paling indah itu Islamnya orang Indonesia. Di Arab sana tidak ada halal bihalal, kupatan, nyadran dan lainnya. Di negeri ini Islam dijadikan lebih indah. Seperti kursi yang tidak cuma berfungsi sebagai kursi saja, tapi diukir, dibentuk dengan indah. Tuhan suka keindahan dan manusia juga, karena manusia adalah pengejawantahan dari Tuhan.

---Maka konyol kalau manusia tidak boleh menggambar (makhluk hidup). Semua tergantung pada apa yang digambar, niat dan tujuannya. Pahami ayatnya, jangan cuman dibaca dan dihafal, teliti juga kebenaran ayat tersebut (lemah atau enggak)---

Semua tergantung pada niat dan konsepnya, tidak bisa begitu saja dibilang syirik. Syirik tidak bisa dinilai atau dilihat dari sesuatu yang tampak, tapi dari niat yang ada di dalam hati. Dan itu tidak bisa dilihat atau dideteksi.

Para pengapling surga ini menyikapi Al Quran seperti kitab hukum pidana yang kaku dan tekstual. Maka mereka jadi kolot. Ayat dihafal persis seperti aslinya, yang tak sama dengan hafalannya dituding sesat. Padahal sama secara subtansi dan esensi.

Karena cara berpikir yang kolot, semua harus berdasar tuntunan, akhirnya keindahan adat dan budaya di negeri ini dituding sebagai "bid'ah". Maulid Nabi yang sebenarnya sebuah bentuk refleksi dan ekspresi dari kecintaan pada Nabi, itu pun dibid'ahkan. Selamatan kematian 7 hari atau 100 hari juga bid'ah, karena itu ajaran Hindu.

Oala, Hindu juga mengajarkan berbuat baik, kalau begitu jangan berbuat baik, karena Hindu juga mengajarkan itu. Jadi terserah mau selamatan 7 harinya atau 8, 9, 10 sampai 100 harinya, silakan saja selama mampu mengadakan. Itu cuman patokan. Karena sebenarnya boleh memperingati dan mendoakan tiap hari untuk orang yang sudah meninggal.

Disamping tidak ada tuntunannya, mereka pikir kegiatan upacara tadi sia-sia dan pemborosan. Padahal dengan kegiatan tersebut semakin menumbuhkan rasa cinta pada negerinya, tercipta kebersamaan, guyub rukun dalam harmoni. Disebut pemborosan juga relatif. Karena itu adalah semacam pengorbanan. Kalau sudah cinta, nggak bisa disebut pengorbanan. Kalau masih disebut pengorbanan berarti nggak ikhlas, nggak cinta.

Disebut boros karena berlebihan. Bila kita mampu, itu tidak bisa disebut boros. Maka ritual adat budaya tadi tidak wajib, mampu diadakan, nggak mampu jangan lakukan. Tuhan itu tidak mau merepotkan hambanya. Agama Islam adalah agama yang ngirit. Tapi Tuhan senang kalau hambanya mereflesikan cinta padaNya dalam bentuk apa saja, asal tidak ada larangannya.

Kata bid'ah sempat jadi 'word of the year' akhir-akhir ini. Orang yang yang sudah shalat pun kadang masih dibid'ahkan, apalagi ritual adat. Fesbukan juga tidak ada tuntunannya Mblo. Bahkan Al Qur'an yang sekarang sebenarnya bid'ah kalau kita memakai pemahaman mereka. Di jaman nabi belum ada harakat (tanda baca). Huruf Arab itu aslinya 'gundul'.

Jadi kalau ada orang yang menuduh semua upacara adat di negeri ini syirik, itu karena mereka tidak mengenal budayanya sendiri. Sibuk beragama sampai lupa pada dirinya sendiri. Tahunya malah budaya Arab. Penampilannya Arab abis, bergamis, berserban, manggil ortunya 'abi' dan 'umi'. Manggil temannya 'akhwat', 'ukhti'. Sinis dengan panggilan 'bro' dan 'sist'.

Panggilan 'bro' dan 'sist' itu cuman trend, tak ada muatan ideologi. Sedang 'akhwat' dan 'ukhti' ada muatan ideologi, mereka mengira itu adalah Islam. Padahal kata atau panggilan itu tidak agamanya.

Islam itu bukan Arab tapi diturunkan di Arab. Bahasa Arab dipakai di Al Qur'an karena Al Qur'an lahir di tanah Arab. Al Qur'an itu hakikatnya bukan bukunya atau bahasanya. Buku dan bahasanya itu yang mengantarkan Al Qur'an---Nabi Muhammmad itu adalah Al Qur'an berjalan---. Ibarat pria memberikan cincin berlian pada wanita yang dicintainya. Cinta tidak terletak pada berliannya, tapi berlian lah yang mengantarkan cinta.

Maka agak lucu kalau kita memberikan nama anak dengan nama Arab, padahal asline wong Boyolali. Bahasa Arab itu cuman bahasa, bukan Islam itu sendiri. Oke, nama adalah doa, tapi doa bisa saja pakai bahasa Jawa atau Indonesia (kecuali shalat, itu dogma, mau nggak mau harus bahasa Arab). Tapi yo wis lah, minimal menunjukan kebanggaan sebagai muslim. Karena mindset kebanyakan orang, bahasa Arab itu pasti Islam. Harap maklum.

***

Bicara soal aliran-aliran keras bakalan bisa jadi berjilid-jilid buku. Intinya rakyat negeri ini ingin hidup tentram, damai dalam bersosial dan beragama tanpa intervensi, pemaksaan, diskriminatif. Jika masih saja aliran-aliran (Ormas) itu dibiarkan eksis, main sweeping seenaknya, merusak ketentraman ibadah umat beragama, maka sampai kapan pun negeri ini tetap akan mumet ndase.

Tapi bagaimanapun, mereka masih saudara semuslim. Saya tak ingin 'berperang' dengan mereka. Yang saya soroti adalah cara mereka menegakan agama yang nggak etis, main pentung, sweeping seenaknya. Indonesia bukan negara Islam. Disamping bikin gaduh juga merusak citra agama Islam yang lembut dan damai.

Gara-gara fenomena pengapling surga ini, saya jadi sungkan pakai kata 'kafir'. Kafir sekarang konotasinya adalah non muslim. Padahal sebenarnya bukan itu. Kapan-kapan dibahas, ini lagi sibuk.
Akankah negeri yang gampang bahagia ini (om telolet om) harus stress gara-gara ulah segelintir Ormas pengapling surga. Harus ada regulasi yang tegas untuk mengatasi itu. Itu tugas (PR) pemerintah, karena mereka dibayar rakyat untuk itu, aku males mikir.

Wis ah, semoga semua umat beragama di negeri ini bisa beribadah dengan tenang dan damai. Semoga ibadah kita semua diterima dan masuk ke dalam surgaNya. Hanya Iblis yang mengharapkan manusia masuk neraka.

(c) Robbi Gandamana, 24 Desember 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar