Menulis dengan kaidah bahasa yang benar itu memang baik dan perlu. Tapi, kalau nulis di dumay ya nggak penting Mblo! Bahkan mubazir kalau dipaksakan. Waktu akan habis untuk mikir ejaan EYD-nya, karena nulis yang asyik itu mengalir tanpa beban, alami, otentik. Tulisan seperti itu lah yang biasanya rame sambutannya (tergantung isi dan tema-nya juga sih).
Jadi menurutku, (dalam konteks menulis di dumay) fanatik pada kaidah bahasa itu nggak perlu. Yang penting tulisan enak dibaca dan kickass! Pokoke bagaimana caranya tulisanmu jadi semacam alat pacu jantung yang membangunkan jiwa-jiwa yang mati suri.
Di dumay, orang lebih suka tulisan yang 'nyentrik', yang lain dari yang ditemui di dunia nyata. Orang lebih memilih tulisan cerdas (walaupun bahasanya ancur minah) daripada tulisan yang sesuai EYD tapi tanpa 'isi' . Yang penting itu isinya, bukan bahasanya.
Hati kita selalu menggiring kita mencari sesuatu yang tidak pernah bosan untuk terus membacanya, menelusurinya, mengikutinya. Di sekolah, di kampus, di kantor sudah dicekoki tulisan tertib sesuai EYD, lha kok di Medsos disuguhi itu juga. Ampuunn bossss, cukupp!! *melambaikan tangan*.
Saya sendiri nggak perduli dengan kaidah bahasa yang benar. Yang penting enak dibaca, dan tentu saja tidak menyinggung SARA. Dan jadikan menulis itu bukan urusan eksistensi tapi lebih pada menyebarkan kebaikan, kegembiraan melalui huruf dan kata.
Sori kalau saya lebih banyak menggunakan bahasa kampung daripada bahasa kampus. Itu karena segment pembacaku adalah koboi, anak kampung, bajingan. Dan sudah terbukti bahasa kampung lebih diterima daripada bahasa kampus, karena Lebih membumi.
Menurutku, kalau mau menulis (di dumay), menulislah seotentik mungkin. Nggak harus belajar kaidah menulis dulu. Nanti otomatis akan belajar dengan sendirinya. Karena pasti di tengah jalan akan menemukan berbagai kesulitan bahasa yang akhirnya mau nggak mau harus belajar ilmunya.
Di dumay, banyak tulisan hebat dengan kaidah bahasa yang benar tapi sepi sambutan. Sedang tulisan bergaya 'goblok', anti mainstream, malah lebih rame sambutannya. Dan aku belajar dari hal-hal seperti itu, bagaimana tulisan goblok tapi bisa membuka pikiran, yang akhirnya membuka pori-pori kecerdasan.
Itulah yang kulakukan, menulis dengan konten cerdas tapi dengan cara yang goblok. Dengan kata lain, tulisan cerdas yang ditulis oleh orang goblok.
----Ingat, kalau kamu bisa mengambil hikmah dari omongan ustadzzz atau kyai, itu wajar. Tapi kalau kamu bisa menangkap atau mengambil hikmah dari bualan seorang pembual, itu keren!---
Kayaknya tulisan yang diminati saat ini yang seperti itu, ditulis dengan gaya 'goblok'. Seandainya aku seorang penerbit, aku akan mencari penulis yang sangat serius tapi dengan gaya 'goblok' seperti itu (walau aku sendiri nggak ingin membukukan tulisan goblokku). Tulisan serius dengan kaidah bahasa yang tertib it's boring dude!
Tulisan tertib hanya cocok untuk dokumen resmi atau buku-buku resmi, selain itu pliss dwech ach. Mungkin itu alasan orang yang fanatik pada kaidah bahasa, karena terobsesi membukukan tulisannya, ingin populer. Itu oke juga, walau aku nggak mau seperti itu.
Bangga karena tulisannya dibukukan itu oke. Tapi lebih oke lagi kalau tulisan dibaca dan bisa menginspirasi jutaan orang. Banyak orang yang sudah membukukan tulisannya, tapi ya sekedar tulisan di atas kertas yang tidak 'bernyawa'.
Jadi saranku, bukukan tulisanmu jika buku tersebut bisa sekelas Kitab Suci. Aku tantang kalian!! ....huwehehe guyon mas.
Mencari (membaca) artikel atau berita itu asyiknya yang membuat kita memeriksa ulang otak kita, "Ah mosok ngono se??". Jangan mencari artikel yang sama dengan keinginanmu, atau yang memperkuat pembenaranmu, yang membuatmu onani berkepanjangan, "Alhamdulillah, ternyata nggak cuman aku yang cinta Agus."
Apalagi orang itu terbiasa berpikir statis, tidak terbiasa berpikir dinamis. Misal soal kata kasar. Anggapan banyak orang, 'jancok' itu adalah kata kasar. Padahal saat ini bahasa yang kasar itu 'kafir', 'nyinyir', 'situ waras?'. Kalau cuman 'jancok', bagiku biasa saja. Jancok bisa jadi ungkapan kebencian, tapi bisa jadi alat kemesraan.
(Ungkapan 'situ waras?' itu kurang ajar banget, berani-beraninya meragukan kewarasan jiwa seseorang.)
Maka aku salut pada Seword.com yang berani menayangkan tulisanku "Antara Fatwa, Prasangka dan 'Mbokneancok'". Terbukti kalau Seword.com adalah portal yang nggak cuman cadas, tapi cerdas dan waras. Karena itu menunjukan Seword itu berhati luas, sangat moderat dan cara berpikirnya dinamis.
Kita tak pernah tahu niat dan tujuan orang berkata jancok. Siapa tahu dalam ucapan 'Jancok' seseorang terkandung 'Alhamdulillah', karena dia ngomong 'jancok' dalam rangka mensyukuri nikmat. Who knows.
Well, cukup saya akhiri di sini saja tulisan goblok ini. Saranku sekarang, abaikan teori nulis yang diajarkan dosenmu, redakturmu, Pimredmu, mentormu. Dumay itu dunia yang absurd, sangat berbeda dengan dunia nyata. Di fesbuk, orang yang tidak kenal dan tidak pernah bertatap muka, bisa mensupport tulisanmu gila-gilaan. Padahal teman dekatmu di rumah atau di kantor, biasa saja, bahkan cuek.
Jadi, buat apa fanatik pada kaidah bahasa yang benar, ini dumay Mblo!
Wis ah.
(c) Robbi Gandamana, 9 Januari 2017
Tidak ada komentar:
Posting Komentar