Kamis, 08 Juni 2017

Selamat Hari Kasih Sayang Islam



Ternyata Islam punya semacam Hari Kasih Sayang. Tentu saja kasih sayang dalam arti yang universal, bukan kasih sayang ala Valentine Day.
Hari Kasih Sayang di sini adalah mengenang Fathu Mekkah (pembebasan kota Mekkah) yang diabadikan dalam Al Quran sebagai Fathan Mubina (kemenangan yang nyata), tanggal 10 Ramadhan tahun 8 H. Pasukan Islam dari Madinah berhasil merebut kembali kota Mekkah.
Saat itu ribuan tawanan musuh diberi pengampunan oleh Rasulullah, "Wahai manusia, hari ini bukan hari pembantaian, melainkan hari ini adalah hari kasih sayang, dan kalian semua merdeka kembali ke keluarga kalian masing‑masing."
Pokoknya tidak ada yang boleh ngasah pedang, dipersilahkan kembali ke istrinya masing-masing, kentu-kentu kono sakarepmu. Perang sudah berakhir.
Tentu saja pasukan Islam langsung purik mendengar pidato Rasulullah. Sudah capek-capek mempertaruhkan nyawa, dihinakan, dinistakan bertahun-tahun, lha kok saat kemenangan sudah diraih, disuruh membebaskannya. Ciyus??? enelan???
Apalagi ternyata masih ada perintah lagi. Rasulullah memerintahkan pampasan perang, harta benda termasuk unta, dibagikan kepada para tawanan. Pasukan Islam sendiri nggak kebagian apa-apa. Akibatnya pasukan Islam pun protes keras.
Melihat pasukan Islam galau, Rasulullah pun bertanya, "Sudah berapa lama kalian bersahabat denganku? Selama kalian bersahabat denganku, apakah menurut hati kalian aku ini mencintai kalian atau tidak mencintai kalian? Kalian memilih mendapatkan unta ataukah memilih cintaku kepada kalian?"
Mereka pun terharu, nangis bombay, karena cinta Rasulullah pada mereka begitu besar, sama sekali tidak sebanding dengan pampasan perang, unta, harta benda yang dibagikan pada para tawanan.
Lewat kejadian ini Rasulullah memperlihatkan pada umatnya tentang kemenangan yang sejati. Yaitu kemenangan mengalahkan diri sendiri. Mengalahkan nafsu duniawi. Beliau menunjukan pada kita bahwa Islam adalah agama kasih. Dengan kesabaran dan keikhlasan yang luar biasa rela memaafkan musuh yang telah melecehkan, menghina, bahkan membunuh keluarga mereka.
Karena hakikatnya manusia diciptakan tidak untuk mengalahkan manusia lain, tapi mengalahkan diri sendiri. Dalam perang antar manusia, permainan, olah raga, boleh menang (atau kalah). Tapi di luar itu, tiap hari manusia sebisa mungkin menang berperang melawan dirinya.
Btw, apa yang sudah dicontohkan Rasulullah di atas sebenarnya sudah lama dikenal dan diamalkan oleh orang Jawa dengan falsafahnya "menang tanpo ngasorake" (menang tanpa merendahkan) sebelum Islam hadir di bumi Nusantara. Makanya Islam tidak di turunkan di Nusantara. Karena pemahaman (filosofi) hidupnya sudah mateng. Rugi kalau diturunkan di Jawa.
Kembali ke soal Hari Kasih Sayang.
Menurutku momentum Fathu Mekkah ini layak dijadikan hari besar Islam. Untuk mengenang keikhlasan, kesabaran dan kebesaran jiwa Rasulullah dalam memperlakukan musuh-musuh Islam. Daripada Hari Ayah, Hari Anak, Hari Om, Hari Tante, Hari Ponaan, nggak penting-penting amat, yang sepertinya nggak ada akar filosofi, nilai, hikmah yang bisa jadi alasan yang kuat kenapa dijadikan hari besar.
Mungkin namanya bukan Hari Kasih Sayang Islam, embuh opo terserah. Kalau Hari Kasih Sayang takutnya disalah-artikan jadi kayak Valentine Day. Lha wong Hari Ibu saja diartikan seperti Mother's Day-nya Amrik kok. Padahal Hari Ibu itu mengenang Kongres Perempuan Indonesia di Jogja 22-25 Desember 1928. Kongres yang dimaksudkan untuk meningkatkan hak-hak perempuan di bidang pendidikan dan pernikahan.
Ya sudah itu saja, matur nuwun.
(C) Robbi Gandamana, 8 Juni 2017
*Ojok ngomong sopo-sopo yo, tulisan ini terinspirasi dari bukunya Cak Nun : "Jejak Tinju Sang Kyai".

Tidak ada komentar:

Posting Komentar