Etnis muslim Rohingya sedang apes total, jadi korban genosida penguasa Myanmar. Umat muslim Indonesia pun ngamuk. Karena orang islam adalah saudara orang islam yang lain. Kalau ada orang Islam yang nggak ngamuk, dia termasuk golongan Islam bahlul bin ndlahom.
Tapi kebanyakan cuman ngamuk, bingung mau melakukan tindakan apa. Saking bingungnya Borobudur pun akan dikepung. Aku gak paham maksude opo. Mungkin di sana akan ada acara misuh berjamaah, melampiaskan kemarahan. Bahlul!
Mengepung Borobudur itu salah sasaran. Itu bentuk persekusi pada tempat ibadah agama Budha, juga menyamakan umat Budha di sini dengan umat Budha Myanmar yang membantai etnis Rohingya. Yang bermasalah itu pelakunya (oknum) bukan agamanya. Apalagi Borobudur tidak hanya milik umat Budha.
Tapi syukurlah aksi di Borobudur batal! dialihkan ke masjid An Nur, Sawitan, Kabupaten Magelang. Acaranya shalat Jum'at disambung dengan doa bersama dan penggalangan dana. Lumayanlah efek dari tragedi Rohingya, umat Islam jadi bersatu, kompak Ndes.
Yang nggak ikut aksi nggak usah minder. Minimal sedekah empati. Lha wong sedekah uang nggak mampu, sedekah tenaga juga nggak bisa. Akhirnya hanya bisa berdoa, di fesbuk pula. Mungkin hukumnya Fardhu Kifayah, kewajiban jadi gugur kalau sudah ada yang mewakili (melakukan tindakan nyata). Aku gak paham agama, tanyakan Ustadzmu.
Dari zaman neolitikum ya seperti itu. Ketika ada bencana, banyak orang yang sibuk empati, tapi tidak berbuat apa-apa. Gak popo, lha wong isone cuman ngomong. Kalau semua menyerang, yang jaga gawang siapa?
Ada cerita seorang pedagang cina yang sakit keras, dijenguk keluarganya di Rumah Sakit. Dijenguk nggak jadi senang, tapi malah panik, "May Ling ada, Lu Ping San ada, Tan Tjep Nho ada, Che Bo Khan ada, Cwi Lan Tseng ada, Mhe Kho Kwok juga ada, terus yang jaga toko siapa???"
Manusia itu jenisnya bermacam-macam. Menurut Cak Nun ada 4 jenis manusia : pencetus, pembangun, pemelihara dan pendobrak. Pencetus ini kerjanya cuman ngomong, ngasih ide tapi nggak pernah merealisasikan. Pembangun kerjanya merealisasikan ide yang baik. Pemelihara itu memelihara 'bangunan' yang sudah ada. Kalau pendobrak itu jenis manusia pemberontak, nggak gampang puas dengan 'bangunan' yang sudah ada. Catet!
Jadi, nggak papa kalau bisanya hanya ngomong. Memang jenisnya manusia pencetus kok, bisanya cuman ngomong. Mari ngomong terus turu.Tangi turu ngomong maneh.
Dari tragedi Rohingya ini, kita dapat pelajaran berharga. Ekstrimis Budha di Myanmar adalah cermin kaum aliran kaku intoleran di negeri ini. Kaum yang suka nggak terima kalau ada agama atau aliran yang tidak sesuai dengan ideologinya. Aliran sesat pun disematkan, boleh dibunuh, dibakar rumahnya dan diusir dari tanahnya sendiri.
Apa yang terjadi pada etnis Rohingya mirip dengan nasibnya umat Syiah, Ahmadiyah, Gafatar dulu. Mereka dipersekusi total, dibakar rumahnya, diusir dan dihinakan oleh mereka yang merasa agamanya paling benar. Padahal yang membuat para agamis merasa benar itu lebih banyak karena keyakinan daripada kenyataan. Yakin Tuhan ada, tapi nyatanya nggak pernah melihat Tuhan. Hanya iman yang membuat kita yakin Tuhan itu ada.
Jadi istilah 'No Pic Hoax' itu nggak selalu benar. Kita tidak pernah melihat fotonya Tuhan. Bahkan Rasulullah juga nggak pernah kita lihat gambarnya, kita hanya dikasih tahu ciri-cirinya. Tapi dengan keimanan yang ada di dalam hati, kita tetap meyakininya. Dan itu tidak menjadikan agama Islam hoax. Awas kalau berani bilang agama Islam hoax, pelimu ilang.
Malah sekarang banyak foto hoax yang beredar. Ada seorang teman yang pagi-pagi berfoto di atas genteng dengan bekgron sunrise di pagi hari pakai kostum pendaki gunung. Setelaj jadi, fotonya dikasih caption "Asyiknya menikmati sunrise di gunung Bromo". T:T
Rasul tidak ingin digambar karena tidak mau dikultuskan, dijadikan poster, ditempel di kamar disandingkan dengan poster Metallica atau artis Korea. Rasulullah itu itu intan permata kok disandingkan dengan Metallica yang cuman batu cadas atau artis Korea yang cuman upil itu.
Semua orang yang beragama itu sebenarnya masih 'sesat'. Lha wong doanya, "Ya Tuhan tunjukan kami jalan yang lurus." Kalau sudah merasa lurus, nggak perlu ikut pengajian atau majelis keagamaan. Karena orang datang ke pengajian itu orang yang merasa masih sesat, sehingga butuh petunjuk ke jalan yang lurus.
Jadi nggak usah nuding-nuding sesat penganut agama lain. Ayat "Hanya Islam agama yang diterima oleh Allah" itu untuk pemahaman kita, tidak untuk diumbar-umbar kepada penganut agama lain. Ngomong begitu hanya pantas di lingkungan intern, sesama muslim.
Pasti lah semua penganut agama merasa benar dengan agamanya dan menganggap sesat agama lain. Sunni menganggap sesat Syiah. Syiah pun menganggap sesat Sunni. Begitu juga dengan agama lainnya. Butuh keluasan hati untuk menerima perbedaan. Selama tidak ada pemaksaan dan tindakan dekstruktif monggo saja beragama menurut keyakinan masing-masing.
Kaum ekstrimis Budha di Myanmar adalah mereka yang menolak perbedaan. Mereka hanya ingin ada agama Budha di Myanmar. Bagi mereka Islam itu agama sesat yang mengancam ideologi dan budaya Myanmar. Ruang gerak mereka dipersempit, cari makan susah. Mereka tidak diakui sebagai warga negara walaupun sudah menetap di sana berabad-abad lalu.
Ketakutan Myanmar berkiblat pada sejarah bangsa Nusantara tempo doeloe, dimana agama Budha adalah mayoritas. Ketika Islam datang, keadaan pun terbalik, Islam menjadi agama mayoritas di Nusantara. Salahe sopo.
Mbak Retno sudah menemui Asu Kyi minta agar segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk menghentikan konflik dengan tidak menggunakan cara kekerasan. Tapi rupanya Asu Kyi lebih menyelamatkan karier politiknya daripada menyelamatkan etnis Rohingya.
Bahkan Asu Kyi meminta pemerintah Indonesia untuk tidak ikut ngurusi urusan Myanmar. Bantuan kemanusiaan pun belum disalurkan karena belum mendapat ijin dari otoritas Myanmar. Juga Tim Pencara Fakta dari PBB pun mrongos jaya, dilarang masuk ke TKP. Oala Su Su.
Sudah saatnya hadiah Nobel untuk Asu Kyi dibatalkan, diganti hadiah Monel yang dibeli di pasar rombeng.
Sudah, itu saja. Zuukkk.
-Robbi Gandamana-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar