Kamis, 28 September 2017

Jambul 12 Helai



Nggak jarang saya menjumpai sesama artworker yang nggak mau berkarya kalau tidak ada uangnya. Berkarya kok nunggu orderan atau lomba. Tapi no problem, itu hak mereka. Mereka belum memasuki tahap betapa asyiknya mewarnai dunia. Betapa indah dan nikmatnya berbagi.

Sekali-sekali memberi gratisan pada teman itu perlu (tapi jangan menawarkan diri, bisa benjut jaya kau nak). Seorang ilustrator harus punya pengalaman menggambar gratis temannya atau siapa saja karena simpati. Disamping jam terbang jadi semakin tinggi, Itu juga yang membangun mental. Berkaryanya digerakan oleh hati, bukan oleh materi. Dan itu yang membuatnya jadi legend.

Setidaknya buatlah dirimu berarti bagi kehidupan sekitarmu. Jadilah manusia Sunnah yang kehadirannya diharapkan orang banyak. Atau kalau bisa jadi manusia Wajib, kehadiranmu penting bagi orang lain. Jangan jadi manusia Haram, kehadiranmu malah bikin kisruh.

Nggak perlu ikut-ikutan ngeshare status orang "Menggambar itu profesi, hormati profesi orang dengan tidak minta digambar gratis". Statement itu 100 % benar, tapi itu juga yang membuat tidak nyaman orang yang pernah kamu gambar gratis. Yang ngeshare status seperti itu biasanya tukang gambar kemaren sore. Nggak yakin-yakin amat kalau Tuhan pasti ngasih balasan yang berlipat. Nggak ada yang sia-sia.

Memang kadang tersiksa dengan harapan orang yang minta digambar gratisan itu. Isuk awan bengi ditagih. Gratisan tapi dikongkon cepet, setelah jadi minta revisi. Swemprul. Tapi gak popo, namanya juga nggak paham. Ayat soal profesi belum sampai ke dia. Babah wis, jarno.

****
Kalau kita berkunjung ke Panti Jompo atau Rumah Sakit di bangsal khusus pasien jompo. Kita akan menjumpai Parade Wong Legrek. Sekumpulan manusia usia senja yang nggak berdaya. Dulu berbibir seksi, sekarang ndoweh plus ngileran. Dulu rambut lebat berkilau sekarang full uban, botak, krowak di sana sini, tumo pun menghampiri.

Saat muda membanggakan tatto ular naga, pas wis tuwek dadi uler keket. Nggak perduli kamu buruh pabrik, tentara, cover boy, atau apa pun, kalau sudah tua pendengaran jadi berkurang, ngomong nggak jelas, pikun melanda, ndlahom total. Tubuh kurus tinggal tulang sama riyak. Saat batuk, untune katut metu. Gak iso ngaceng pisan. Perfect! mbuwak byuk.

Kadang beruntung orang yang mati muda, karena kalau tidak, dia pasti akan sampai di masa tua. Masa dimana kegagahan lenyap, kecantikan menyublim, ketegasan menghilang, keperkasaan memudar. Dulu wajahnya kiyut abis, tapi saat tua mirip Orangutan --> kantung mata melorot akut, bibir ndower, rambut jambul cuman 12 helai, wetenge mblendung, kulit kasar bersisik.

Saat tua nanti, orang kembali jadi bayi--> pakai pampers, kencing plus pup di celana. Tiap hari kecirit, celananya lengket. Meludahpun nggak ada tenaga. Maunya meludah, tapi yang terjadi malah ngiler. Cwape dwech.

Begitulah sodara sebangsa dan setanah air. Tua itu pasti, siap menghadapi itu pilihan. Mulai persiapkan dari sekarang, pola hidup sehat. Tanyakan pada dokter atau instruktur senammu, aku gak eruh.

Saya tidak sedang menakut-nakuti anda semua, tapi itulah kenyataannya. Makanya sebelum jadi tua dan tidak berguna, sebisa mungkin jadilah orang yang berarti. Sering-seringlah berbagi. Warnai dunia. Berkarya jangan nunggu orderan dan lomba. Atau kalau bisa, berbuat sesuatu bukan karena eksistensi, pokoknya berbuat baik saja (ini level tingkat tinggi yang bisa begini).

Ingat pepatah klasik : Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Perbuatann baik maupun buruk seseorang akan tetap dikenang meskipun seseorang telah tiada.

Banyak orang paham nikmat dan indahnya berbagi saat sudah jompo. Ketika tubuh mulai legrek, disenggol pundake jantunge rontok. Ketika materi sudah tidak berarti lagi. Karena kekayaannya tidak akan pernah mengembalikan masa mudanya, tidak bisa membeli kebahagiaannya yang dulu. Tobat kebanyakan telat, janji nggak akan main wanita lagi, tapi itu diucapkan saat usia sudah 80 tahun. Wadoh.

Jangan andalkan kegagahan dan kecantikanmu untuk menyombongkan diri. Semua itu nggak bisa diandalkan. Puncak kegagahan/kecantikan manusia itu saat umur 35 tahunan. Setelah melewati umur itu, mata mulai buram, pakai kaca mata minus (atau plus) bergaya Ebiet G, Ade atau Betty La Fea.

Jangan berharap banyak pada operasi plastik. Operasi plastik hanya menunda sebentar. Itu juga sangat berisiko. Nggak sekali aku lihat seorang bencong yang mengamen di Trafic Light, suntikan solikin di hidung atau dagunya malah membuat wajahnya jadi kayak celengan Bagong.

Wis rek, tulisane tambah suwe tambah mulek koyok entut. Ojok percoyo tulisan iki. Ini untuk menghibur dan menyemangati diri saya sendiri.


-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar