Senin, 13 November 2017

Ketika Boss Bermain sebagai Tuhan


Bersyukurlah orang yang nggak punya posisi atau jabatan apa-apa di masyarakat, pabrik, atau pemerintahan. Oke, penghasilan mereka memang cekak, tapi mereka sangat merdeka. Bisa bebas tertawa sengakak mungkin, bisa bergaul dengan siapapun seakrab mungkin, misuh di fesbuk pun nyantai tanpa harus repot jaga imej fucking shit!

Aku melihat banyak orang yang punya posisi penting di masyarakat, di tempat kerja atau di mana pun itu dunianya sempit. Bergaji besar tapi nggak bisa akrab dengan sembarang orang, nggak bisa tertawa ngakak di tengah keramaian, kalau makan bareng bersama bawahannya sedikit dan cara makannya hati-hati sekali. Padahal kalau di rumah makannya kayak Buto Terong, sikat habis! rakus jaya.

Dan yang paling berat jadi orang yang punya posisi penting atau boss adalah tanggung jawabnya besar, di dunia maupun akhirat.

----Tulisan ini berdasar pengalaman temanku yang punya teman, belasan tahun jadi karyawan (buruh) di pabrik Mbeladus Jaya----

Sealim-alimnya orang, kalau sudah jadi boss biasanya sekuler. Nggak sedikit perusahaan yang menekan karyawan tua agar nggak tahan dan resign, sehingga boss tidak perlu melaksanakan kewajiban bayar pesangon. Ada juga yang ngibuli karyawannya, ngomong kalau pabriknya belum untung, ngasih uang THR nggak bisa penuh. Tapi setelah lebaran si boss beli mobil mewah.

Nggak sedikit boss yang jadi congkak karena merasa sudah punya pabrik besar dan mampu menghidupi ratusan karyawan. Sehingga merasa dirinya hebat dan selalu benar. Karyawannya dianggap anak TK. Sekalipun kamu lulusan Sarjana Seni Rupa, kamu akan diajari bagaimana cara nggambar yang benar. Padahal boss-mu sama sekali nggak bisa nggambar dan tidak pernah sekolah seni rupa.

Selama masih kerja di pabrik, kamu akan dianggap buruh oleh bossmu. Walaupun sejatinya kamu adalah seorang profesional, tetap saja kau adalah buruh dengan gaji UMR. Bakat besar yang kamu miliki (yang tidak semua orang punya) diremehkan, disamakan dengan profesi lain yang skill-nya bukan karena bakat, tapi ilmu katon.

Karena itulah banyak karyawan yang tiap kali keluar dari ruang meeting bersama boss-nya, tidak bertambah cerdas, tapi malah sebaliknya : dumber than before. Ndlahom total.

Tuhan tidak memberikan cobaan di luar batas kemampuan umatnya, tapi boss ngasih beban diluar batas kekuatan karyawannya. Boss itu kayak Tuhan kedua bagi bawahannya. Apa pun titahnya tidak boleh disanggah, ditolak atau tidak dilaksanakan. Saat boss melucu, karyawan wajib tertawa. Kalau nggak tertawa, dianggap tidak menyimak omongannya.

Saat kerjaan karyawan overload, boss nggak mau repot cari freelancer untuk mengurangi beban si karyawan. Karyawannya hanya bisa misuh dalam hati : jancok jancok jancok jancok 100X sampai dia tidak tahu bedanya misuh dan dzikir. Karena saking seringnya misuh dan dzikir di waktu yang sama. Habis ngomong jancok nyesel, selanjutnya bilang Subhanalloh.

Apalagi solidaritas di tempat kerja itu omong kosong. Walau temanmu tahu persis apa yang dilakukan boss-mu salah terhadapmu, mereka tidak bisa menolongmu. Temanmu hanya bisa menguatkan hatimu, "Sabar yo Ndes..". Semua orang pada cari selamat. Semua orang sibuk dengan kerjaannya sendiri.

Karena pada cari selamat, banyak karyawan yang terjebak jadi pendusta. Tipu-tipu pun jadi makanan sehari-hari asal boss senang.

Padahal lebih baik dipecat karena jujur. Daripada kamu berjaya di sebuah perusahaan tapi hasil dari laporan kerja tipu-tipu, penuh kepalsuan dan pencitraan. Itu sama saja memposisikan Tuhan levelnya di bawah bossmu. Kamu berani mengabaikan perintahNya demi kepuasan Bossmu. Kamu bukan gigolo khan?

(Sebenarnya keren kalau tulisan ini judulnya "Boss 'Germo' dan Karyawan 'Gigolo'", tapi aku nggak tega.....dan nggak berani jadi Pahlawan Kesiangan).

Aku nulis ini tidak untuk melemahkan cita-citamu yang ingin jadi boss dan atau menyinggung siapa pun, kalau ada kesamaan kisah itu hanya kebetulan saja. Jadilah boss besar di pabrikmu sendiri, asal tetap punya nurani. Boss atau owner di sebuah pabrik atau perusahaan itu keren dan mulia, karena menghidupi orang banyak. Tapi yang jelas, jadi boss itu tidak seindah dan semudah yang kalian bayangkan.

Jadi sebenarnya lebih enak jadi karyawan atau boss sih?

-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar