Jumat, 03 November 2017

Kemenag Sedang Melucu

Wacana Kemenag yang akan menertibkan para Ustadz yang suka melucu dalam tiap ceramahnya itu lucu. Kurang kerjaan. Mending menertibkan ustadz aliran kaku yang Anti-Pancasila dan atau Ustadz-ustadz ruwet semacam itu.
Menurutku, hal terpenting dalam pengajian itu ilmu yang disampaikan Ustadz nyampai ke jamaahnya. Itu tidak bisa dilihat dengan mata telanjang. Jadi, belum tentu pengajian yang penuh tawa itu tidak berkualitas (jamaahnya tidak mendapatkan ilmu agama). Dan belum tentu juga pengajian yang serius itu pasti berkualitas.
Ada jenis Ustadz yang kalau ceramah mukadimahnya panjang banget atau terlalu banyak pakai istilah Arab, padahal jamaahnya wong kampung yang nggak paham bahasa Arab. Akhirnya pesan atau ilmunya nggak nyampai, karena jamaahnya nggak paham. Banyak Ustadz yang merekayasa kesan seperti itu. Ceramah penuh dengan bahasa Arab agar terkesan 'yes', ilmu agamanya tinggi.
Kalau saya pribadi lebih suka pengajian yang penuh canda, meriah. Sopo se rek sing gak seneng guyon, cek gobloke. Pengajian kok serius banget, iku pengajian opo latihan tentara. Kecuali pengajian dalam rangka mengenang (memperingati) mbah kita yang sudah tiada. Nek iki ojok guyon cekaka'an, iso dipancal raimu karo sing duwe omah.
Bagiku melucu, menyanyi, main musik atau pakai wayang yang pernah dilakukan Sunan Kalijaga itu soal metode. Yang penting paham dosisnya, kapan melucu kapan serius, untuk apa, siapa dan bagaimana tertawanya. Semua pasti tahulah kalau kebanyakan tertawa itu nggak baik. Tapi kebanyakan serius itu juga nggak asyik, bisa jadi malah bikin sakit, weteng senep kebelet ngising....gak \m/etal blas.
Menurut Cak Nun, ceramah yang bagus itu harusnya mudzakkar (maskulin) dan muannats (feminin)nya imbang atau pas. Jadi nggak terus-terusan serius (maskulin), perlu juga ada canda atau hiburan (feminin). Tengoklah alm. KH Zainuddin MZ dulu, jamaahnya nggak cuman muslim, non muslim pun ngefan sama beliau, karena beliau mbanyol pol.
Itu juga yang dilakukan Cak Nun dalam tiap ceramahnya. Tiap kali Cak Nun ceramah, jamaahnya bisa tahan berjam-jam tidak beranjak dari tempat duduknya. Padahal pengajiannya dimulai jam 8 malam sampai jam 12 , kadang sampai pagi. Itu khan mbois banget. Melucu atau guyon itu adalah salah satu bentuk kemesraan antara Cak Nun dengan jamaahnya.
Okelah, kalau memang Kemenag akan menertibkan Ustadz monggo-monggo saja, tapi bukan karena suka melucu atau tidak. Karena ada yang lebih kacau dari itu. Seperti ustadz yang ceramah menyebut "pesta seks di surga" kemarin. Memang nggak ada larangan di surga, semua dipersilahkan, tapi masyarakat awam jangan disuguhi hal-hal seperti itu.
Mungkin sudah saatnya Ustadz disertifikasi. Biar nggak ada lagi fenomena "mendadak Ustadz". Sekali diundang ceramah agama di televisi, besoknya langsung menggelari dirinya Ustadz. Ustadz raimu.
Memang semua orang bisa ngUstadz, tapi nggak baik kalau ngeklaim dirinya sendiri Ustadz. Itu percaya diri banget. Ustadz ni yee, pinter agama yo mas. Orang itu harusnya bisa rumangsa, nggak rumangsa bisa. Biarlah masyarakat saja yang menyematkan gelar Ustadz, gak raimu dewe.


(c) Robbi Gandamana, 1 November 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar