Rabu, 29 November 2017

Bondan Winarno dan Negeri Amburadul



Gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama. Begitu pula Bondan Winarno (BW) yang telah berpulang kemarin pagi. Beliau meninggalkan nama besarnya di bidang kuliner dengan jargon : "Maknyussss..!"

Walaupun istilah "maknyus' itu sebenarnya bukan karangan BW, tapi Umar Kayam. Umar Kayam lah yang duluan memakai istilah 'maknyus' di dalam ucapan maupun tulisan-tulisan esai-nya di Harian Kedaulatan Rakyat Jogja (dibukukan dengan judul "Mangan Ora Mangan Kumpul").

Tapi nggak masalah. Kalau cuman istilah nggak perlulah pakai Hak Cipta. Seperti halnya Istilah 'kids jaman now' yang lagi trend, tiap orang boleh pakai istilah itu (saya sendiri nggak akan pakai bla bla bla fuck trend!).

Selama ini masyarakat luas kebanyakan mengenal BW sebagai pakar kuliner, padahal beliau adalah mantan jurnalis handal Tempo. Jurnalis cerdas yang paham seluk beluk mafia di negara ini. Beliau adalah patriot yang berani mengungkapkan kebenaran yang malah dituntut 2 trilyun oleh seorang menteri yang merasa dicemarkan nama baiknya. (Cari kisah skandal Bre-X di Google).

Makanya beliau tobat, nggak lagi ngurusi 'sakitnya' negara ini. Karena hanya Tuhan yang sanggup mengobati Indonesia. Lebih aman dan menyenangkan ngurusi badokan, "Maknyusss Ndes!" Nggak masalah, kalau nggak sanggup membenahi minimal tidak menambah kerusakan.

Kerusakan negara ini sudah sistemik. Apesnya, setiap terjadi kedzaliman, Jokowi yang disalahkan. Saat Novel Baswedan disiram air keras, yang dikutuk Jokowi (rezim Jokowi). Padahal Jokowi nggak ada kaitannya dengan kasus yang diusut Novel (KPK). Dikit-dikit kok rezim Jokowi. Ketika ada pejabat yang bejat moralnya, sinis, "Inikah produk revolusi mental Jokowi?" Ndasmu.

Revolusi mental itu tidak bisa tuntas dalam 5 tahun. 100 tahun pun kadang nggak cukup untuk merevolusi mental rakyat yang sudah jadi peradaban---> sulit antri, buang sampah sembarangan, mengeksploitasi alam tanpa perhitungan matang, pungli, suap, dan seterusnya. Apalagi pemimpin yang terpilih berikutnya gengsi meneruskan program pemimpin sebelumnya, walau dia tahu program itu baik.

Semua berita politik di media maya maupun nyata jangan terlalu diambil hati. Karena semua nggak 100% seperti yang diberitakan. Pecah ndasmu kalau anda baper dengan berita-berita politik yang selama ini beredar. Berita politik di Indonesia itu cuma versi kedengkian antara kelompok satu dengan kelompok lainnya. BW sangat memahami itu. Jadi anda cukup waspada saja, jangan terlalu percaya.

BW tidak ingin bernasib sama dengan Udin, seorang wartawan Bernas yang dibunuh karena mengusik pejabat (penguasa) di Bantul saat itu, atau Munir yang diracun hingga tewas karena terlalu getol membela kebenaran, begitu juga dengan Marsinah, Widji Tukul, Salim Kancil dan banyak lagi yang tidak terekspos media. Kebanyakan semua aktivis yang mengungkapkan kebenaran berakhir di kuburan. Superman is dead!

Di zaman sekarang, jangan terlalu yakin dengan jargon : "Kebenaran pasti menang". Bisa jadi memang akan menang, tapi kemenangan di akhirat. Jadi, yang pasti adalah pembela kebenaran harus siap jadi tumbal untuk kemenangan itu. Kalau anda memang menghibahkan hidup anda untuk kebenaran, monggo saja lakukan apa yang pernah dilakukan para aktivis yang pernah saya sebut di atas.

Kita hidup di negeri yang sepertinya semua pejabat dan aparatnya sangat ramah. Padahal mafia ada dimana-mana. Bahkan bisa lebih kejam dari para mafia di film "Godfather". Departemen yang kelihatannya alim pun ternyata penuh dengan pencoleng. Pengadaan kitab suci Al Qur'an pun dikorupsi. Subhanalloh.

Selama sistem negara kita masih seperti ini, jangan kaget kalau negeri ini tetap amburadul. Akan ada banyak pejabat macam Setnov. Tersangka korupsi tapi masih jadi ketua DPR. Dulu Presiden SBY masih bisa nyambi jadi ketua partai. Padahal partai adalah alat untuk menuju kekuasaan. Kalau sudah jadi Kepala Negara harusnya fokus pada rakyat, tidak pada partai lagi.

Jadi saran saya, jangan terlalu mengandalkan KPK, Jokowi, Prabowo, Ahok, Anies, Habib Rizieq, apalagi DPR. Pokoknya jangan andalkan orang lain. Lakukan saja hal yang menurutmu baik dan jalani itu dengan proses yang sabar dan semaksimal mungkin. Embuh dadine ya'opo, sing penting menanam kebaikan, menurut gaya dan caramu sendiri. Sak iso-isomu, walau cuman berupa status fesbuk.

Zuukkkk. Selamat jalan Bondan Winanrno, semoga mendapat tempat yang paling layak di sisiNya. Aamiin.

-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar