Jumat, 01 Desember 2017

Maulid Nabi atau Maulid Muhammad?



Sebenarnya ada kesalahan (kalau bisa disebut begitu) pada peringatan kelahiran Rasulullah Muhammad SAW. Maulid Nabi itu harusnya sama dengan hari Nuzulul Qur'an (17 Ramadhan), bukan 12 Rabiul Awal. Pada 12 Rabiul Awal Muhammad belum diangkat jadi Nabi atau Rasul. Tentu saja nama peringatan kelahirannya bukan Nuzulul Qur'an (turunnya Al Qur'an), hanya berbarengan dengan Nuzulul Qur'an.

Memang, Muhammad diangkat jadi Rasul saat di gua Hiro. Tapi kalau peringatan lahirnya dimulai saat di gua Hiro bakalan repot menentukan tanggalnya, karena ada beberapa pendapat di kalangan Ulama soal kapan (tanggal berapa) peristiwa itu terjadi.

Jadi pada tanggal 12 Rabiul Awal itu Maulid Muhammad, bukan Maulid Nabi. Bedakan antara Muhammad sebagai anaknya Abdullah dan Muhammad sebagai Nabi dan atau Rasulullah.

Ini soal sederhana, tapi jangan diremehkan karena pemahaman agama itu membutuhkan akurasi (walau sebenarnya nggak ada madzhab yang betul-betul benar. Semua madzhab itu mencari Islamnya Rasulullah). Lha kalau membedakan Muhammad sebagai orang biasa dengan Muhammad yang Rasulullah saja nggak bisa, bagaimana memahami ayat yang lebih butuh pemikiran matang.

Tapi itu nggak masalah, Allah itu maha nrimake (nrimake iku boso Indonesiane opo rek?), yang penting niat dan hatimu mencintai Rasulullah dan sebisa-bisa mungkin meneladani akhlaknya. Nggak cuman meniru kostum atau tongkrongannya doang. Kalau benar-benar ingin penampilannya kayak Rasul, harusnya berambut gondrong. Karena Rasulullah itu rambutnya gondrong (tapi nggak gondes).

Itu soal pemahaman. Aku dewe yo awam agama---Aku muslim yang paling Ikhlas karena hafalnya cuman Surah Al Ikhlas--- Pemahaman dan kedalaman dalam ber-Islam tiap orang pasti berbeda. Nggak usah berdebat dan nggak usah menyalahkan. Sakarep-karepmu, sing penting rukun aman manunggal sentosa.

Kalau ada yang membid'ahkan peringatan Maulid Nabi yo jarno ae, nggak masalah. Sing penting nggak reseh nuding-nuding orang yang nggak sepaham. Tapi mereka itu little bit wagu kok, kelahiran anaknya diperingati, kelahiran istrinya diperingati, kelahiran boss-nya diperingati, tapi kelahiran Nabinya sendiri nggak pernah diperingati, malah dibid'ahkan. Ya'opo se rek.

Orang memperingati kelahiran seseorang itu karena cinta, respect atau salut. Oke, memperingati kelahiran tidak dicontohkan Nabi, tapi juga tidak ada larangannya. Repot kalau semua perbuatan harus sudah pernah dicontohkan atau diperintahkan Nabi. Hanya malaikat yang melakukan perbuatan harus ada perintah dulu.

Nabi hanya mencontohkan subtansinya, nggak detail. Kalau semua dicontohkan yo benjut boss, karena banyak alat atau kegiatan yang di zaman Nabi yang belum ada. Jadi pahami substansinya. Misal, Nabi itu orang yang sangat menghormati hukum yang sudah disepakati bersama, harusnya pakai helm saat berkendara di jalan raya itu Sunnah Rasul, karena itu hukum yang berlaku dan disepakati bersama. Salah nggak?

Tapi aku juga belum pernah tahu bagaimana orang Arab muslim merayakan ulang tahun. Apa ya juga nyanyi-nyanyi sambil tepuk tangan, " hepi bede tuyuuu...mari mangan kwentuuu..." Oalaa remukk Ndes.

Rasul juga tidak pernah bilang agar kelahirannya dirayakan. Pasti konyol kalau beliau melakukan itu. Kita sebagai umat yang mencintai beliau merasa punya kewajiban moral untuk memberikan semacam 'penghormatan' dengan memperingati hari lahirnya (walaupun tanggalnya nggak tepat).

Memperingati Maulid Nabi banyak macam dan caranya. Itu terserah-terserah kita, asal itu baik. Di Solo dan Jogja peringatan Maulid Nabi dirayakan dengan acara yang disebut Sekaten yang aslinya Syahadatain, artinya dua kalimah syahadat. Orang Jawa susah mengucapkan Syahadatain, akhirnya jadi Sekaten.

Sekaten ini berupa pasar rakyat selama 7 hari yang di dalamnya terdapat prosesi  di hari pertama dan diteruskan dengan tradisi Grebeg Muludan dan Numplak Wajik. Sekaten ini adalah bentuk perkawinan antara ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa. Gak popo, sing penting niatnya.

Jadi, bagi saya nggak masalah merayakan, memperingati hari kelahiran selama itu baik. Bahkan jadi amalan baik kalau dirayakan dengan benar, mentraktir orang lain makan rame-rame disertai dengan doa yang baik. Membahagiakan orang lain khan jos markojos boss.

Sudah itu saja. Jangan percaya begitu saja dengan tulisan ini!

-Robbi Gandamana-



Tidak ada komentar:

Posting Komentar