Selasa, 19 Desember 2017

Jangan Terlalu Serius Bermedsos



Medsos itu tempatnya kepalsuan, jangan terlalu serius menyikapinya. Nggak ada yang indah di sana, yang ada adalah diindah-indahkan. Pencitraan dimana-mana. Wedus dipupuri, asu dipacaki.

Makanya saya sekarang agak males bikin status di fesbuk bertema common sense dan atau soal agama. Takut dikira bijak, alim, pinter atau hebat. Aku bukan jenis orang seperti itu. Aku termasuk golongan ndlahom (ini serius). Aku hanya terlalu percaya diri. Yang kutulis itu 'menurut saya' (kecuali soal tafsir Qur'an, rumus ilmu eksak. Itu harus menurut ahlinya). Aku termasuk jenis manusia yang tahu sedikit tentang sedikit hal. Jadi, ilmuku pas-pasan.

Aku tersiksa dengan harapan mereka, dipikirnya aku ini orang baik, sampai ada yang ngefan segala. Opo ae se rek, fuck shit! Fuck populer! Ngefan kok sama fesbuker nggak jelas yang cuman menulis di belakang meja, nggak pernah terlihat aktif berkegiatan sosial di dunia nyata.

Tapi sebenarnya bagus kalau orang berani beropini. Walau ternyata opini itu salah. Kesalahan tidak terletak pada si penulis opini tapi pada pembacanya yang mengangap opini adalah kebenaran. Itu bodoh.

Di dunia ini tidak ada ilmu, opini, quotes, statement, tafsir yang betul-betul benar. Kebenaran kita itu relatif. Yang pasti benar itu Tuhan, Nabi dan kitab suci. Manusia hanya menafsirkan kebenaran dari kitab suciNya. Tafsir itu bukan kebenaran. Jadi omongan Ulama, Kyai, Ustadz itu bukan kebenaran, tapi tafsir. Soal ini sudah aku tulis di tulisanku kemarin.

Makanya nggak usah terlalu menyanjung tinggi seleb medsos, dan juga nggak perlu membully rival seleb jagoanmu. Seperti kemarin, banyak yang memuji-muji Ustadz Felix setinggi langit dan mengutuk Permadi Arya alias Ustadz Janda Al Bolavoli. Padahal menurutku, semuanya sama saja --> ndlahom kabeh. Tapi lebih ndlahom aku se. Ndlahom is not a crime!

Ustadz Felix memang jos hafalan ilmu agamanya, tapi bukan berarti dia lebih hebat dari Permadi Arya. Nggak ada manusia yang lebih unggul. Keunggulan manusia yang satu adalah kekurangan manusia yang lainnya, begitu juga sebaliknya. Tapi yang jelas mereka itu sama-sama mencintai negeri ini dan mengekpresikannya dengan cara dan gaya mereka sendiri.

Memangnya apa yang mereka dapat dari membully, mengutuk, menghujat Permadi Arya? Apalagi ada yang sampai mendoakan agar Permadi Arya cepat mati. Memangnya Tuhan pembunuh berantai! What the fuck with you!?

Zaman sekarang Tuhan digambarkan sebagai tukang siksa yang sadis. Jelas Tuhan Maha pengasih dan penyayang. Cintanya mendahului murkanya. Manusia tempatnya salah dan memang dihakikatkan melakukan kesalahan. Kalau di dunia ini tidak ada orang yang berbuat dosa, Tuhan tidak bisa menjalankan sifatnya yang maha pengampun. Yang penting kita tahu kesalahan kita, mohon ampun dan bertobat tidak mengulangi lagi.

Oke, kembali ke medsos..

Di medsos itu nggak ada yang hebat, yang ada adalah dihebat-hebatkan.  Jangan heran kalau ada foto profil yang jauuuuhhh lebih cuantikkkk dari wajah aslinya, bikin status kalimat bijaksana tapi hutangnya nggak dibayar, aplot makanan enak di restoran ternyata mbayarnya ninggal STNK motor. Wadawww.

Nggak cuma di medsos, zaman sekarang ini penuh dengan kepalsuan. Pelawak sekarang pun jarang ada yang lucu, yang ada adalah dilucu-lucukan. Pelawak itu orang yang lucu, bukan dibuat agar lucu. Artinya lucunya alami, dia bisa tampil sangat lucu di panggung tanpa latihan dulu.

Pemimpin zaman sekarang nggak ada yang nggak pencitraan. Dan memang harus pencitraan. Syarat mutlak jadi pemimpin sekarang ini harus pencitraan. Mengiklankan diri di TV itu pencitraan, karena yang diperlihatkan ke publik tentu saja yang baik-baik. Boroknya ditutupi, ditensoplas rapi. Publik jangan sampai tahu kelemahan calon pemimpin. Pokoknya bermain sebagai malaikat.

Itulah kepemimpinan negeri ini. Sepertinya pencitraan itu suatu keharusan. Yang paling parah adalah mengorek-ngorek kekurangan pemimpin lain agar terlihat hebat. Remuk Nda.

Tanpa pencitraan, seorang Cagub, Capres, Capjay,..dipastikan kalah. Semuanya pencitraan, bedanya cuman pada kadar noraknya. Mau pencitraan atau tidak, nggak penting. Asal berkompetisi secara fair dan sehat, nggak pakai black campaign dan isu Sara. Yang penting janji-janjinya saat kampanye direalisasikan dengan benar.

Sementara itu saja.....otw toilet. Zuuukkkk.

- Robbi Gandamana-

*Wedus dipupuri : Kambing dibedaki.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar