Salah satu hal yang membuat agama Islam jadi bahan lelucon, karena umatnya tidak menggunakan akal dan logika dengan bernas.
Membaca berita soal pohon Cemara yang ditebang karena mirip pohon Natal di Komplek Masjid Agung Meulaboh, aku langsung terharu....ingin ke toilet.
Harusnya abad 21 adalah puncak dari kecerdasan manusia, tapi kok malah tambah burek ngene rek. Tapi aku nggak tega hati membodoh-bodohkan mereka. Apalagi bersuka ria di atas kebodohan saudara sesama muslim. Karena kalau sudah jadi keyakinan, itu belum tentu soal bodoh dan cerdas. Dan itu sulit diubah.
Anak kecil pun tahu kalau pohon itu nggak ada agamanya. Yang menjadikannya Kristen karena untuk Natalan. Bahkan Natalan pun bukan soal akidah. Wong itu cuman memperingati kelahiran Yesus Al Masih. Natalan dan merayakan Ultah itu sama secara substansi, sama-sama merayakan hari kelahiran. Bedanya cuman di teknis dan tujuan.
Memahami agama hanya sebatas kulit luar memang rentan jadi bahan tertawaan. Sejatinya Islam itu agama cwerdas, tapi jadi terlihat dungu oleh segelintir umat karena kedangkalan berpikir.
Seperti minum kencing onta kemarin. Nabi menyuruh minum kencing onta karena saat itu nggak ada obat lain. Keputusan itu diambil karena keadaan darurat, tidak ada kemungkinan lain. Sekarang buanyak pilihan obat, lha kok masih doyan nyeruput kencing onta.
Kasus pohon cemara di atas adalah akibat fanatisme berlebihan, terlalu semangat ingin memurnikan Islam, dan bisa juga karena paranoid terhadap Kristenisasi---Tanya Mbah Google soal misionaris Willy Amrull alias Abdul Wadud Karim Amrullah adiknya Buya Hamka. Kakaknya Ulama besar, tapi adiknya misionaris bla bla bla nggak ah, takut ada yang tersinggung---.
Ada lagi kemarin, demo ke kantor fesbuk karena akun dakwah mereka pada diblokir. Helloowwww, dulu katanya produk mas yudi, kafir, dzalim. Kalau sudah tahu begitu, mbok wis di-skip saja, cari yang lain yang Islami.
Lagian fesbuk punya hak 100% memblokir akun yang mereka tidak suka. Sakarepe, sing duwe sopo. Medsos nggak cuman fesbuk, masih buanyak medsos lain untuk dakwah. Katanya mau hijrah ke medsos yang syariah. Alamat situsnya sudah diumumkan sama petingginya --> redaksitimes.com.
Sampeyan iku lho, bilangnya nggak suka dan mau hijrah ke medsos lain, tapi ngamuk ketika akunnya diblokir. Ya'opo se Ndes. Itu kayak orang yang nggak doyan makan durian, tapi marah ketika nggak kebagian jatah saat teman-temannya pesta durian. O_O
Adza adza ajza dwech ach.
Sekarang, hampir tiap hari selalu ada hal baru yang diharamkan. Seperti pengharaman merayakan Hari Ibu atau yang paling gres--> pengharaman Go Food, karena terindikasi riba. Embuh wis, sakarepmu Ndes. Silakan saja berfatwa, soal dijalankan atau tidak itu hak pribadi masing-masing.
Fatwa itu bukan perintah, tapi himbauan. Dalam soal akidah, manusia tidak berhak memerintah manusia. Bisanya cuman mengajak, menganjurkan, mengingatkan dan menghimbau.
Dalam konteks beragama, hanya Tuhan yang berhak memerintah dan yang bisa memberi hidayah. Nabi Muhammad saja ditegur Allah saat akan mengIslamkan pamannya sendiri. Hidayah itu 100% hak Allah.
Jadi kalau ada ulama yang memerintahkan umatnya memilih presiden berdasarkan keinginan si ulama, berarti dia sedang bermain sebagai Tuhan.
Semua orang bisa bikin fatwa. Ulama bukan Nabi, apalagi Tuhan. Tentu saja aku bicara begini bukan berarti aku benci ulama. Ojok salah paham. Aku punya ulama panutan. Dan aku tidak ada masalah dengan ulama mana pun. Semuanya punya peran dalam mensyiarkan Islam.
Selama ini ada kesalahpahaman memahami Amar ma'ruf. Amar ma'ruf itu bukan tugasnya Ulama, tapi tugasnya Pemimpin negara. Tugas ulama itu dakwah khair nahi munkar, mencegah umat melakukan kemungkaran, bukan memerintah. Enak saja main perintah, sampeyan iku ponakane Tuhan ta?
Menurut Cak Nun, amar ma'ruf itu memerintahkan kebaikan yang sudah dijadikan pasal hukum dengan seluruh perangkatnya. Ma'ruf artinya sesuatu yang sudah diarifi dan dirumuskan bersama menjadi pasal-pasal yang padat yang diterapkan dengan aparat dan sistem. Amar artinya memerintahkan, bahwa hukum negara itu dipaksakan. Dan itu tugas pemimpin negara bukan ulama.
Jadi kesimpulannya, pemahaman agama kalau tidak dipahami dengan sepaham-pahamnya membuat penganutnya gagal paham. Jangankan umatnya, ulamanya saja bisa salah kaprah.
Jangan dipikir kalau hafidz Qur'an itu pasti lebih paham agama. Nggak janji la yaw. Makanya kita diajurkan untuk tidak cuman membaca dan menghapal, gunakanlah akal pikiran. Akal adalah karunia terbesar manusia, sayang sekali kalau nggak dipakai.
That's all.
-Robbi Gandamana-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar