Jumat, 24 Februari 2017

Nggak Gemblung Nggak Rame

istimewa
Sori ya, saya nulis ini nggak ada urusan dengan Ahok, Ahong, Basuki, Basoka, Anies, Anus, nggak kabeh.  Saya bukan Ahoker apalagi Anieser (Anies who? no thanks!). Nulis ya nulis aja. 

Tulisan ini adalah refleksi dari ke-lebay-an oknum rakyat negeri ini bla bla bla bla bla...Ya sudah, langsung saja...crewet!

Saya nggak paham dengan kelakuan muslim sekarang ini. Kelihatannya paham Al Qur'an, tapi kok gampang banget nuding orang 'munafik!', 'kafir!'. Pokoknya orang lain harus sepaham dengan dia, kalau tidak, bakalan dituding, "PKI kafir!".

Sudah PKI, kafir pula...pusing pala babi. *_*

Cap kafir, munafik pada seseorang itu hak prerogatif Tuhan. Memang ada ayat yang menjelaskan ciri-ciri orang kafir dan munafik, tapi itu buat pemahaman dan bekal kita dalam beragama. Nggak usah dituding-tudingkan ke orang lain. Kata pun ada 'aurat'nya juga. Kalau itu menyakitkan orang, jangan diucapkan. Agama mana pun melarang menyakiti hati manusia.

Tiap muslim punya ulama panutan. Dan tiap ulama berbeda dalam menafsirkan ayat, termasuk Surat Al Maidah 51. Ini soal madzhab. Terserah masing-masing umat untuk menentukan pilihan ulama dan madzhabnya. Dan itu tidak bisa disebut munafik atau kafir.

Jadi, kalau ada kyai atau ulama yang membolehkan memilih gubernur non muslim, ojok ngamuk, dipertanyakan keIslamannya, apalagi dicap munafik. Gayamu koyok Tuhan ae. Letak keIslaman seseorang itu ada di dalam hati, bukan di tampilan fisik luar. Gak koyok raimu, shalat Dhuha diketok-ketokno. Alim ni yeeee.

Anak kemarin sore menanyakan keIslaman seorang Kyai, oalaaa. Boleh-boleh saja mengkritisi kebijakan Ulama, tapi yo ojok nemen-nemen. Opo maneh menyebut mereka 'munafikun!'. Kualat gak iso ngaceng koen!

Gara-gara pilihan gubernur nggak sama, terus dituding munafik, kafir, Anti Islam. Padahal ada madzhab yang beda dalam menafsirkan Al Maidah 51 (kata 'aulia' ). Kalau ada yang meyakini Pilgub itu milih petinggi administrasi, bukan imam agama..ya jangan dibilang munafik. Itu namanya sombong dengan madzhabmu, aliranmu, sektemu.

Sebaliknya, kalau menurutmu haram hukumnya memilih gubernur non muslim, maka jangan memilih Lurah Kristen, ketua RW Katolik, ketua RT Kejawen, dan seterusnya. Kalau nggak begitu berarti nggak konsisten. Dan itu bisa disebut munafik.

Rasakno melbu neroko, gosong, kapok koen...salahe, sopo sing ngejak gemblung disik.

Saya tidak sedang membela Basuki atau siapa saja. Tapi aku gak percoyo blas Basuki menistakan ayat suci, karena doi tidak segoblok itu. Pemimpin Kristen berada di tengah-tengah rakyat Kepulauan Seribu yang mayoritas Islam, pastilah goblok bin stress kalau menjelek-njelekan kitab sucinya orang Islam.

Ibarat seorang Dangduter di tengah-tengah gerombolan Anak Metal, terus si Dangduter teriak : "Musik Metal taek!". Pastilah si Dangduter jadi sansak hidup, dikaploki mubeng karo arek \m/.

Mungkin si Dangduter lelah...Aqua mana Aqua.

Sekarang jangan kaget kalau perolehan suara Basuki di Kepulauan Seribu tinggi alias menang. Orang sana tahu bahwa Basuki memang bicara fakta, tidak menjelek-njelekan agama. Karena ada politikus yang menggunakan Al Maidah sebagai alat untuk meraup suara dengan membodohi para taqlid buta .

Kata jangan hanya dinilai dari saat kata diucapkan, tapi pahami nuansa dan peristiwa saat kata terucap.
Karena opini publik sudah terlanjur terbentuk kalau Basuki adalah penista agama, maka Hakim pun harus mendakwanya sebagai Penista Agama. Kalau tidak, bisa merusak karier si Hakim dan atau institusinya. Kalau berhadapan dengan publik, siapa yang berani.

Oala Bas Bass raimu kok apes temen seee..

Menjatuhkan Basuki dengan isu agama maupun Sara, itu nggak asyik, kurang nendang, terlalu menyolok. Sebenarnya ada beberapa hal yang bisa membuat Basuki harus pulang ke Belitung, tapi nggak saya omongkan di sini..kapan-kapan ae.

Urusan kepemimpinan di negeri ini tak jauh dari soal dagang. Ada sebuah grand-design politik besar dibalik semua itu. Tahu nggak, siapa Taipan, Pemodal dan Cukong dibalik Cagub-Cagub itu? nggak tahu khan?....Podo, aku yo gak eruh.

Statementku dari dulu tetap sama jika menyangkut soal kepemimpinan di negeri ini : "I don't want to be a part of this sick society!!"

Pesanku pada kalian wahai generasi muda, anak terlantar dan kaum duafa : Jangan gampang disetir, gampang digiring oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan Islam. Kayak kerbau yang hidungnya diikat tali, pasrah diseret kemana-mana.

Ingat, ada 'Wedus Besar' dibalik itu semua. Kalian cuman jadi alat mereka untuk memuluskan jalan menuju nafsu kekuasaan.

Oh yesssss..Oh Noooo..Oh maigottt.

Jangan terlalu lama beronani. Negara Khilafah itu Utopia, sulit diterapkan di negeri yang beragam agama dan budayanya. Kenali dirimu, budayamu, leluhurmu, bangsamu, maka kau akan mengenal Tuhanmu.

Jangan gampang percaya dengan isapan jempol Ormas yang katanya membela agama itu. Suriah luluh lantak salah satunya karena ulah kaum yang mabuk agama. Itu kelemahan orang yang terlalu fanatik pada agama, sekte atau madzhab. Fanatik itu pada Nabi dan Tuhanmu, jangan pada Sekte, Madzhab, Ulama, Cagub, apalagi Club Bola.

Alat cuci otak yang ampuh itu adalah agama. Jika menyangkut sekte, mereka akan membela mati-matian. Dan Amrik melihat titik lemah itu. Dengan hasutan kecil, provokasi, propaganda, terjadilah konflik. Maka remuklah para kelompok fanatik itu diadudomba. Negara pun hancur. Selanjutnya seperti biasa Amrik datang atas nama polisi dunia ikut campur tangan, padahal ngincer minyaknya. Wis tauu..

Be careful who you choose to believe!

Ngakunya Ormas Pembela Tuhan yang Anti Amrik, eh lha kok petingginya pengacaranya Freeprottt. Wadawww, gak masuk blasss. Dasar Ormas 'Pentung Sakti', nggak ada uang jadi lawan, ada uang jadi kawan. Tapi aku gak mau menyebut doi sebagai munafik. Biar Tuhan saja yang memberi gelar-gelar seperti itu.

Jadi, kalau ada yang ngajak demo dan bilang "ini demi Islam", ojok percoyo!!! Nggak ada yang namanya 'Ahok Vs. Islam' atau 'Ahok Vs. NU', yang ada adalah 'Ahok Vs. Sebuah Kelompok Islam'. Konyolnya, hanya karena ada label Islamnya, banyak muslim yang merasa terpanggil, jihad. Dibela-belain jalan kaki ke Monas. Telapak kaki melepuh, bodi meriang : "Diakali wong Arab!"

Towengwengwengwengggggggg.

Wis gak ngurus rek, silakan lestarikan kegemblungan ini, karena kalau nggak gemblung nggak rame!
Hidup gemblung!

(c) Robbi Gandamana, 23 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar