Senin, 06 Februari 2017

Naifnya Statement Naif Taufik Ismail


Sepertinya memang ada perang dahsyat di alam ghaib. Banyak pejabat, tokoh agama, tokoh budaya dan tokoh lainnya yang otaknya terkena radiasi, tiba-tiba mengeluarkan statement 'aneh'. Salah satunya adalah penyair Taufik Ismail (TI) yang tiba-tiba berstatement lagu "Bagimu Negeri" itu sesat, syirik.
TI menolak lirik "bagimu negeri jiwa raga kami" karena menurutnya itu menyekutukan Allah. Lha terus maunya diganti apa pakde? "Bagimu negeri Insya Alloh jiwa raga kami..."? Ciyus? Enelan?
Oala Pakde, kita mencintai ciptaanNya, termasuk tanah air, karena kecintaan kita pada Allah. Jadi semua kecintaan itu berada di dalam cinta kita kepada Allah.
Kalau kita pakai cara berpikirnya TI, kita nggak pernah sungguh-sungguh dalam banyak hal. Kita tidak akan kerja keras dengan segenap jiwa untuk anak, istri, diri sendiri, bangsa dan negara. Padahal Tuhan itu Maha Bekerja. Tuhan terlibat dalam setiap pekerjaan yang dilakukan hambaNya. Dan Tuhan mencintai hambanya yang bekerja keras.
Tuhan tidak menciptakan manusia kecuali hanya untuk beribadah kepadaNya. Jadi semua perbuatan baik adalah ibadah, dan itu butuh totalitas, mengerahkan jiwa dan raga. Membela negara adalah ibadah, karena itu perbuatan baik.
Maka melakukan perbuatan baik dengan segenap jiwa raga itu suatu keharusan. Tanpa perjuangan segenap jiwa raga, sepenuh hati, totalitas, negara Indonesia tidak akan pernah ada.
Statement TI tadi mirip dengan aliran kolot di Solo yang menolak menghormati bendera. Menurut mereka menghormati bendera (saat upacara bendera) itu syirik, karena pikir mereka hanya Tuhan yang pantas diperlakukan seperti itu.
Mblo, orang menghormati bendera itu bukan menghormati kainnya, tapi menghormati kesepakatan berbangsa dan bernegara yang dilambangkan dengan bendera. Seperti orang mencium batu Hajar Aswad di Ka'bah. Yang dicium bukan batunya, tapi kecintaannya pada Rasul yang pernah mencium batu itu.
"Tu watu, seandainya Nabi nggak menciummu, aku nggak akan sudi ngambung raimu, " begitu kira-kira kata Abu Bakar saat akan mencium batu Hajar Aswad.
*****
Pikiran jadi cupet jika kita serius memikirkan cara berpikirnya TI. Dulu TI pernah bikin puisi yang kurang lebih isinya menyatakan rokok adalah berhala, judulnya "Tuhan 9 Cm" (puisi lengkapnya googling saja sendiri, nggolek enake tok ae koen iku). Menurutnya rokok adalah Tuhan baru di zaman ini.
Saya bukan perokok, tapi menyebut rokok sebagai berhala itu berlebihan. Semua orang punya sesuatu yang diharapkan bisa jadi klangenan, semangat hidup, hobi, inspirator. Rokok adalah sesuatu yang bisa diharapkan untuk itu. Sama halnya dengan ngopi, wisata kuliner, dan lainnya.
Di sebut berhala kalau rokok menyebabkan orang melupakan Tuhannya, lupa ibadah. Repot kalau dikit-dikit dibilang berhala. Apakah kalau tiap hari fesbukan, terus fesbuk dianggap berhala? Yo gak ngono rek.
Ada lagi yang bilang kalau merokok itu membakar uang. Kalau begitu, ngopi itu melumerkan uang dong. Ojok gampang menyimpulkan, lihat peristiwa dan kasusnya dulu. Jika ada orang yang punya uang hanya cukup beli susu anaknya, tapi dibelikan rokok, itu tidak saja membakar uang, tapi hatinya telah terbakar karena rokok.
Merokok tidak membuat orang kaya. Tapi dengan merokok, orang mendapatkan kepuasan hati. Padahal orang yang kaya itu adalah orang yang hatinya puas. Sedangkan orang miskin adalah orang yang selalu merasa kurang, hatinya tak pernah terpuaskan.
Merokok dibilang sehat atau tidak itu tergantung dari caramu merokok dan caramu tidak merokok. Bahaya perokok pasif itu omong kosong! Kita selama ini menelan begitu saja ilmu kesehatan dari Barat, tidak meneruskan ilmu-ilmu kesehatan dari nenek moyang kita. Dipikirnya segala ilmu yang dari Barat itu pasti benar.
Saya tidak menganjurkan anda merokok, saya sendiri bukan perokok, tidak menjual rokok dan tidak sedang promosi rokok. Cuman mengajak anda menggunakan logika dengan bijak. Jangan mengamini begitu saja ilmu kesehatan impor. Bangsa Nusantara itu punya ketahanan tubuh yang berbeda dengan orang bule. Orang bule itu gen lemah.
Dulu ada istilah ' 4 Sehat 5 sempurna', tapi sekarang tidak pakai. Itu menunjukan bahwa ilmu kesehatan itu dinamis, bisa berubah suatu waktu. Jadi jangan terlalu percaya ilmu kesehatan Barat. Leluhur kita sebenarnya punya ilmu kesehatan sendiri, tapi karena kita tidak pede, akhirnya kita manut saja bualan orang Barat.
Ngomong soal rokok bakalan bisa jadi berjilid-jilid buku, mending donlot file PDF buku "Membunuh Indonesia" (konspirasi kolonialis global dalam misi penghancuran Indonesia) di sini.
Kenali dirimu, leluhurmu, bangsamu..maka kau akan mengenal Tuhanmu.
Wis ah.
(c) Robbi Gandamana, 3 Februari 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar