Kamis, 27 April 2017

Kiriman Bunga Buat Ahok Memang Aneh dan Tidak Wajar

Adanya kiriman karangan bunga, surat terbuka, surat cinta, dan petisi yang menginginkan Ahok jadi gubernur di daerah lain, menunjukan bahwa Ahok memang istimewa pakai telor. Nggak salah kalau dia dianggap sebagai aset bangsa.
Jadi, selamat buat Ahok yang telah memenangkan hati para pendukungnya di seluruh negeri. Selamat bagi mereka yang masih menjunjung tinggi Bhineka Tunggal Ika, toleransi dan akal sehat. Bukan mereka yang berpikiran sempit yang memilih Gubernur, Lurah, RW, RT atau pemimpin lainnya harus muslim. Kalau nggak milih pemimpin muslim otomatis jadi munafik, kafir, laknatulloh!
Di atas kertas Ahok mungkin keok, tapi fakta membuktikan bahwa dia lah yang paling berhasil membenahi Jakarta dibandingkan dengan para Gubernur sebelumnya. Jika sekarang dia tidak terpilih, itu bukan karena Ahok kalah hebat dengan Anies, tapi karena dia Cina dan non Muslim. Itu 2 hal yang dimainkan oleh rival Ahok dengan baik dan salah.
Isu sesat yang dihembuskan terus menerus dan massif, lama-lama akan jadi kebenaran. Orang jadi percaya dengan isu itu. Cuci otak yang paling ampuh adalah agama. Jadi hati-hati dengan politikus yang berkampanye menggunakan ayat-ayat suci, ngajak Tuhan kampanye. Maka nggak salah kalau Jokowi bilang agar soal agama dan politik dipisahkan.
Dalam sejarah Jakarta, baru di era Ahok lah Tanah Abang (dan daerah 'angker' lainnya) bisa ditertibkan. Sebelum dipimpin Ahok, Tanah Abang hampir tak tersentuh. Gubernur lama yang terkenal paling tegas pun mlempem jika diminta menertibkan Tanah Abang. Jangankan melakukan, mimpi saja nggak berani.
Jadi, jika sekarang ada yang menginginkan Ahok jadi gubernur Bali, Sumut atau daerah lain, itu wajar. Ahok pasti siap memenuhi panggilan itu. Itu kalau Ahok berpolitik niatnya mengabdikan diri untuk bangsa, bukan karena mengejar karier semata. Nggak cuman ngincer Jakarta doang, karena Jakarta adalah jalan tol menuju tahta Presiden.
Tapi jabatan yang paling efektif bagi Ahok itu Mendagri atau Ketua KPK (kayaknya nggak mungkin). Posisi tersebut sangat pas dengan karakter Ahok : keras, tegas dan tidak bisa dibeli. Di samping wilayah kerjanya seluruh Indonesia. Dan yang jelas kariernya semakin cemerlang.
Bicara soal karier, pejabat atau pemimpin rakyat sebaiknya tidak mengincar jabatan untuk tujuan karier doang. Jika berkarier di Partai politik itu karena butuh alat untuk menuju jabatan (kekuasaan). Kalau sudah jadi Gubernur, harusnya tidak punya jabatan apa pun di partai, agar lebih fokus mengabdi pada rakyat. Jangan kayak SBY dulu, sudah jadi Presiden tapi masih jadi Ketua Dewan Pembina Partai Demokrat.
Jadi politik itu cuman alat, tujuannya kekuasaan. Setelah berhasil menduduki jabatan pemerintah, integritasnya harusnya pada rakyat, bukan pada partai lagi.
Pemimpin rakyat yang baik itu di dalam dirinya penuh kepentingan rakyat dan Tuhan. Kepentingan dirinya hampir tidak ada. Dia tidak akan menyakiti rakyatnya karena Tuhannya akan marah dan tidak akan khianat pada Tuhan karena rakyatnya bisa sengsara.
Hakikatnya, pemimpin rakyat adalah pelayan rakyat, mereka dibayar rakyat untuk ngurusi negara. Jadi, rakyat itu juragannya. Kalau ada iring-iringan rombongan Presiden lewat, jangan mau minggir. Tapi jangan bilang siapa-siapa kalau saya yang nyuruh yaaa.
Di Indonesia, pada umumnya jabatan DPR, Walikota, Gubernur, Presiden atau lainnya, itu sebuah pencapaian karier. Bukan niat total pengabdian pada rakyat. Dengan menjadi pejabat negara, mereka berharap dapat keuntungan finansial, nggak cuma dapat akses kekuasaan. Pikirannya cuman bagaimana caranya setelah nggak jadi pejabat dapat laba sebesar-besarnya.
Nggak salah jika Gus Mus pernah bilang, orang yang mencalonkan diri jadi pemimpin daerah atau negara Indonesia harusnya kaya raya dulu. Kalau sudah kaya raya, nggak ngiler lagi dengan uang. Walaupun itu tidak menjamin orang untuk tidak korupsi, tapi minimal meminimalisir korupsi.
Jika soal pengabdian dan karier ini dihubungkan dengan Ahok, menurutmu Ahok jadi Gubernur itu dalam rangka pengabdian atau karier? Jawabannya mudah sekali, tergantung anda Ahoker atau Hater. Saya sendiri nggak perduli, itu urusan Ahok dengan hidupnya, selama doi bisa memenuhi janjinya saat kampanye, itu sudah bagus.
Zaman sekarang pejabat yang baik dan buruk itu abu-abu, nggak jelas. Kelihatannya baik ternyata cuman pencitraan, dalam rangka memprospek dirinya agar tetap memilih dia di Pemilu berikutnya.
Jadi kalau ada pejabat yang membangun jalan, jembatan, masjid pakai dana pribadi, itu jangan cepat diartikan dia adalah orang baik. Kita lihat niatnya dulu, lha wong dia membangun sarana tadi dalam rangka menyuap (membeli suara) warga kok. Dan saya percaya Ahok tidak seperti itu (semoga).
Ahok adalah Gubernur paling istimewa jika dibandingkan gubernur-gubernur sebelumnya. Nggak salah kalau banyak kalangan yang merasa kehilangan saat Ahok tidak terpilih lagi. Seribu karangan bunga simpati pun membanjiri balai kota.
Kalau ada yang menganggap kiriman bunga tadi settingan, itu pasti Hater. Kiriman bunga jelas wajar, yang tidak wajar adalah yang mempersoalkannya. Kiriman bunga buat Ahok memang aneh dan tidak wajar, karena belum pernah terjadi di era gubernur sebelumnya.
That's all.
(c) Robbi Gandamana, 27 April 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar