Senin, 26 Februari 2018

"Bomb City", Ketika Manusia Dihukum Karena Penampilannya




"Bomb City", salah satu film keren di antara film-film superhero menyebalkan di sepanjang tahun 2017. Film berdasar kisah nyata yang berkisah tentang pembunuhan Brian Deneke, seorang Punker, dalam sebuah tawuran antara anak Punk dan kelompok anak kelas menengah yang bernama "The Preps".
Pembunuhan itu menyeret anak orang terkaya di Amarillo, Texas, yang bernama Cody Cates (nama samaran, aslinya bernama Dustin Camp). Cody Cates bukannya masuk penjara, ia di vonis masa percobaan dan diizinkan bebas. Iya, bebas merdeka Ndes. Subhanalloh.
Di persidangan, pengacara Cody Cates menyoroti aksesoris punk milik Brian Deneke (jaket kulit bertuliskan"Destroy Everything", seutas rantai, dan sepatu boot khas militer), sebagai ancaman bagi masyarakat. Menurutnya itu semua adalah alat untuk mengintimidasi. Pengacara Cody pun berhasil mempengaruhi juri, sehingga Cody Cates terbebas dari segala dakwaan.
Padahal semua aksesoris, tulisan pada kostum anak Punk itu cuman refleksi jiwa khas anak punk yang berjiwa bebas dan pemberontak. Jika saya pakai jaket bertuliskan "Kill 'Em All", apakah itu bisa jadi kesimpulan bahwa saya akan membunuh semua orang yang akan saya temui? Enggak khan.
Kisah film ini menarik karena terjadi di Amrik yang katanya sangat menghormati privasi itu. Tapi wajar bila cerita itu terjadi di sini. Ingat kejadian di wilayah Indonesia barat dulu, ada sekelompok anak Punk yang ditangkap, dicukur rambutnya, dan dipaksa berpakaian seperti pakaian orang pada umumnya. Itu aneh, harusnya orang dihukum karena perbuatannya bukan karena penampilannya.
Overall, film ini okelah. Mungkin juga karena related denganku yang juga pernah urakan di masa muda dulu (sekarang sudah sopan).
Film ini diawali narasi oleh Marilyn Manson :
"Weneske wenesko hewes hewes bla bla bla....Saat ini, semua orang ingin menyalahkan musik, menyalahkan film-film. Tapi kau tahu, kita lupa jika kita punya orang mati yang tergantung di kayu di ruang tamu. Dan itu sesuatu yang kita sembah seumur hidup kita. Jika kau berpikir salib sebagai barang dagangan massal dalam sejarah dunia, aku selalu merasa itu cukup menarik. Bla bla bla...
Menurutku apa yang mulai membuat orang bingung saat ini adalah mereka anak yang masih remaja. Kenapa mereka marah? Mereka anak kulit putih kelas menengah yang manja. Itu permasalahan sebenarnya.
Ataukah karena mereka tahu Amerika adalah kebohongan? Ataukah karena mereka ingin merasa tak pernah cukup baik, kau tahu? "Kau tak pernah cukup baik untuk beasiswa," "Untuk mobil, untuk wanita." "Tak pernah cukup baik untuk terkenal selama 15 menit."
Lalu, apa kita terkejut kenapa mereka marah atau kenapa mereka berakhir mati, kau tahu? Kenapa harus kekerasan? Karena, kau tahu, itu perbuatanmu, Amerika. Apa yang kau harapkan?"
******
Tema film ini sebenarnya sangat klise, Intinya jangan menilai seseorang hanya dari penampakan luarnya, atau dalam bahasa teman saya : "Don't judge a book by its cover". Tapi yang terjadi di Amarillo, Texas saat itu adalah orang pantas mati hanya karena berpenampilan urakan, Punk.
Apalagi si pembunuh adalah anak orang kaya yang terpandang di masyarakat yang sanggup membayar pengacara yang paling handal. Jadi si pembunuh bisa dengan mudah bebas lenggang kangkung dari dakwaan.
Btw, Brian Deneke adalah vokalis band punk lokal The White Slave Traders. Brian juga seorang seniman Pop Art. Sampai sekarang masih terpajang 3000-an Papan Tanda unik karyanya di lingkungan sekitar Amarillo, Texas.
Brian adalah Punker yang mandiri. Umur masih belasan sudah tidak bergantung ortu. Dia bersama saudaranya, Jason Michael, menyewa sebuah bangunan kosong untuk membuat club kecil-kecilan ajang kumpul sesama Punker dan menggelar konser khusus band Punk. Jauh dibandingkan dengan kelompok kelas menengah manja itu. Yang kerjanya cuman bersenang-senang menghabiskan duit buapaknya.
Bibit permusuhan anak punk dengan kelompok "The Preps" berawal dari saling ejek saat bertemu di sebuah cafe lokal. Selanjutnya kelompok kelas menengah itu selalu memulai bikin ulah pada anak Punk, termasuk melempar botol bir ke kepala Brian Deneke saat bermain skateboard sendirian suatu malam, yang menyebabkan pelipisnya robek berdarah.
Klimaks dari kemarahan Brian Deneke Cs. terhadap "The Preps" adalah saat salah satu teman Brian, Jhon King, dikeroyok oleh "The Preps" karena Jhon King  meminta pertanggungjawaban atas pecahnya kaca jendela club karena dilempar Papan Tanda Jalan oleh anak "The Preps" sesaat sebelumnya.
Perkelahian hebat antar kedua kelompok berseteru pun tidak bisa dielakan. Itu terjadi di Western Plaza Shopping Center (tempat populer untuk nongkrong di Amarillo, Texas). Berakhir dengan matinya Brian Deneke karena sengaja ditubruk dan dilindas oleh Cody Cates dengan mobil Cadillac milik bapaknya.
Urusan pun jadi panjang, karena pembunuhan termasuk kasus kriminal berat. Aparat hukum pun turun tangan. Tapi sayangnya, kasus tersebut dimenangkan oleh si pembunuh karena paradigma kolot dan nama besar orang tua si pembunuh. Keadilan tidak berteman dengan kaum marjinal.
Film ini pun diakhiri dengan narasi Marilyn Manson (sambungan dari narasi di awal film) :
"Bla bla bla wenesko weneske...Ada anak Punk remaja yang dilindas oleh atlet sekolahan kulit putih dengan mobil Cadillac ayahnya. Anak ini tewas karena dia terlihat berbeda. Hal ini terjadi, dan anak ini telah membunuhnya. Dan itu jelas bersalah, dia bahkan mengakui kesalahannya. Tapi tebak dimana atlet All-American ini berada sekarang? dia kuliah.
Hakim Juri merasa anak Punk itu pantas mati karena terlihat urakan. Tidak hanya meninggal, di persidangan dia dibunuh lagi. Karena mereka mengkritik gaya hidupnya. Karena dia tak mengenakan kemeja Tommy Hilfiger dan celana kain, tahu khan? Lalu si pembunuh bahkan mendapat tepuk tangan saat kelulusan. Karena dia seorang bintang futbol. Mimpi Amerika, kuat, normal. Dia tak pernah seharipun di penjara.
Jadi siapa yang kita salahkan? kau tahu? Semua ingin berkata, "Terlalu banyak kekerasan, terlalu banyak kekerasaan saat ini," Bla bla bla...
Menurutku itu pertanyaan yang harus kita tanyakan di diri kita saat ini. Dan, ya, tanyakan dirimu jika setiap kali kau menonton kamera jurnalis di tempat kejadian, atau di pemakaman, atau saat pesawat jatuh.
Aku akan jujur saat ini. Kau menatapku, aku melihat diriku sendiri di monitor, kau tahu? Kita duduk didepan TV dan kita adalah TV. Kita tiruan yang menatap sebuah tiruan pada tiruan dan tiruan. Pada akhirnya Xerox yang mengalami penurunan. Kita tak tahu mana yang duluan. Dan di sana lah kita saat ini. Dan aku akan serahkan itu kepadamu."
Zuukkk.
***
Detail Film :
  • Judul: Bomb City
  • Rilis : 31 Maret 2018
  • Pemeran : Dave Davis (Brian Deneke), Glenn Morshower (Cameron Wilson), Logan Huffman (Ricky), Lorelei Linklater (Rome), Eddie Hassel (Oles), Henry Knotts (Jhon King), Dominic Ryan Gabriel (Jason Michael), Luke Shelton (Cody Cates), Marilyn Manson (dirinya sendiri).
  • Sutradara: Jameson Brooks
  • Genre: Action, Crime, Drama
  • Skor: 7.3/10
(Sumber : http://www.imdb.com)
-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar