Pidio pelakor yang dimaki-maki dan dilempar uang berjut-jut itu menurutku kurang seru dan nggak fair. Harusnya si pelakor disandingkan dengan suaminya. Kalau cuman pelakor yang dikasih hukuman moral (dipidiokan dan disebarkan) itu seolah-olah wanitalah yang lebih berhak disalahkan jika terjadi perselingkuhan. Padahal perselingkuhan terjadi karena perpaduan antara jablay dan ngacengan.
Harusnya di pidio itu Bu Dendy buka baju dan kutangnya sembari memaki suaminya, "kowe selingkuh mergo kepingin susu montok to? Nyo iki pe'en!" Atau buka celdam dan menunjukan isinya, "kowe selingkuh mergo doyan bawuk to!? Nyo pe'en! Obok-oboken kono!" Dan semua itu dipidiokan, close up. Itu baru joss. Ayo Bu Dendy kamu bisa!!
Tapi memang nggak mungkin Bu Dendy menampilkan suaminya bersebelahan dengan pelakor dan dimaki-maki di pidionya. Tentu itu sangat merusak nama baik suaminya dan keluarganya. Apalagi kalau sampai ditonton mertua, bisa jadi si mertua akan misuh-misuh, "Wasyu, mantuku ngacengan!"
Menurutku hukuman moral yang dilakukan Bu Dendy itu berlebihan. Diarak keliling kampung saja malunya luar biasa, apalagi ini ditonton (dan jadi hiburan) oleh masyarakat luas dari Sabang sampai Merauke. Tengsin boo.
Ada yang bilang, "itu hukuman yang pantas, masih mending daripada dirajam sampai mati." Padahal hukuman moral oleh Bu Dendy itu sama saja 'membunuh' hidup si pelakor. Orang yang aibnya disebar-sebarkan itu menjadikan dia minder, trauma, bahkan bisa bunuh diri. Hukuman rajam nggak cocok diterapkan di negeri ini. Hukuman seperti itu hanya cocok diterapkan di bangsa barbar jahiliyah, yang akhlaknya tidak tertolong.
Tahu khan, bangsa Jahiliyah dulu malu punya bayi perempuan (sampai dikubur hidup-hidup), tapi bangga punya istri banyak. Ketika populasi wanita menipis, bingung, "Ane kawin sama siafe?" ("Onta!") Itu khan gemblung banget. Wajar kalau hukuman akhirat diterapkan di sana. Itu pun masih ada yang berani melanggar. Sering khan kita dengar TKW Indonesia yang dihamili juragannya. Top BGT!
Jangan berlebihan dan semena-mena pada pelaku selingkuh. Di waktu dan tempat yang tepat dengan didukung sarana yang memadai, semua orang bisa terjebak ke dalam perselingkuhan. Ojok nggaya nek awakmu gak tau selingkuh. Itu karena belum dikasih godaan, kesempatan dan keluasan materi. Jadi bersyukurlah kalau duitmu pas-pasan, itu Tuhan sedang melindungimu. Kalau kamu kaya, bakalan kenta-kentu ae uripmu.
Pelakor memang salah. Dikhianati itu sakitnya di sini, sulit untuk memaafkan bahkan sampai dibawa mati. Tapi kita sendiri juga tidak tahu dengan pasti, apakah perselingkuhan Nila dan Pak Dendy itu sebatas "teman tapi mesra" atau sudah memasuki tahap perkentuan. Di pidio Bu Dendy seakan-akan pelakor telah melakukan selingkuh kelas berat. Padahal siapa tahu ternyata baru di tahap saling mengendus.
Sekarang mungkin jumlah view dari pidio tersebut sudah jutaan. Seandainya Bu Dendy punya akun You Tube, pasti dia dapat fee yang lumayan karena jumlah click yang bejibun. Bahkan yang cuman pidio parodinya saja laris manis kok.
Saya sendiri nggak ikutan share pidio seperti itu. Aib orang kok disebarkan. Ketahuan selingkuh dengan suami orang itu aib. Semua orang punya aib, cuman Tuhan sedang berbaik hati tidak memperlihatkan aib kita. Tapi kalau nggak ada (yang pertama kali) posting pidio tersebut, medsos jadi sepi. Yak opo yo, bingung aku rek.
Makane ojok gampang nge-share aib orang, bakalan ikut menanggung dosa orang yang ikutan nge-share. Nggak cuman amal saja yang bisa jariyah. Dosa jariyah juga ada. Tanyakan ke ustadzmu kalau nggak percaya.
Btw, yang bikin pidio Bu Dendy fenomenal itu adalah uang berjut-jut yang dihamburkan. Anti-mainstream. Biasanya khan cuma dimaki-maki. Atau kalau pelakor membela diri, terjadi adu jambak rambut dan cakar-cakaran. Kelihatannya si pelakor di pidio tersebut menyesali perbuatannya, atau (mungkin) diam-diam mencari saat yang tepat nilep selembar dua lembar duit seratus ribuan.
Yang dilakukan Bu Dendy itu juga sangat beresiko. Bahaya jika pidio itu ditonton oleh perampok atau pskikopat yang maniak duit. Untuk uang sepuluh juta cash, membunuh orang itu kayak membunuh lalat. Itu belum babi ngepet dan tuyul. Harusnya sekarang Bu Dendy menyewa pasukan elit plus dukun untuk mengantisipasi hal itu.
Berita terakhir katanya Rovi Solikah (Bu Dendy) dan Nila Rahmaniar (terduga pelakor) memutuskan berdamai. Baguslah kalau begitu, walau itu tidak bisa membendung laju share pidio yang sebenarnya melecehkan martabat wanita itu. You know lah, pikiren dewe.
Yo wis lah, menghadapi era hengpon canggih (untunge hp-ku jadul) harus benar-benar menjaga kewarasan. Kalau nggak kontrol bisa kayak Bu Dendy, konflik rumah tangga jadi konsumsi publik. Maksudnya ngasih hukuman moral tapi malah mempermalukan diri sendiri. Sekali posting, di-share dan viral, menyesal di kemudian hari tidak banyak menyelesaikan masalah. Mamfuss.
Zuuukk marii.
-Robbi Gandamana-
Tidak ada komentar:
Posting Komentar