Jumat, 09 Februari 2018

Indonesia Darurat Keseleo Otak



Nggak salah-salah amat kalau aku memilih Golput. Why? karena Golput itu otaknya freshhh. Tidak ikutan 'perang' membela jagoan pilihan kalian. Nggak ikut-ikutan membenci. Oke, sekali-sekali juga mengkritik, tapi mengkritik bukan berarti benci. Kalau nggak suka, bukan berarti nggak suka orangnya, tapi pada kebijakannya.
Memangnya kalau Golput tidak boleh mengkritik? Sopo sing gak ngolehi. Aku taat hukum dan membayar pajak, kok gak oleh ngritik. Ndasmu. Selama kamu punya kontribusi pada negara, silakan saja mengkritik, walau kamu golput. Mana ada peraturan Golput dilarang mengkritik.
Kebencian yang amat sangat membuat manusia nggak bisa berpikir jernih dan obyektif. Penilaian seorang hater pada orang yang dibenci itu subyektif.  Dan mereka tiap hari selalu menemukan dan membahas keburukan atau kesalahan orang yang dibenci. Tidak pernah sekalipun posting kebaikannya. Ya iyalah, namanya juga hater.
Seperti kemarin, aku nggak tega melihat Pidio Anies ngurusi banjir Jakarta dibully habis-habisan oleh para hater. Disebutkan di sana Anies sebagai orang menjilat ludah sendiri. Anies bilang bahwa air hujan harusnya jatuh dan masuk ke bumi, tidak dialirkan ke laut. Tapi ternyata dia memompa air hujan (yang menyebabkan banjir) ke laut.
Menurutku statement Anies itu nggak masalah. Itu pemahaman dia. Masalahnya adalah Anies kurang lengkap kata-katanya. Tidak memaparkan lebih lanjut jika air hujan yang berlebih, tidak masuk ke bumi atau sudah tidak bisa ditanggulangi (menjadi banjir) maka TERPAKSA harus dipompa ke laut. Dia cuman lupa menjelaskan kondisi 'terpaksa'. Apa saja boleh dilakukan kalau terpaksa.
Tapi memang dalam soal ngatasi banjir, Ahok lebih handal dibanding Anies bla bla bla bla (ojok ngomong sopo-sopo). Soal banjir Jakarta, jangan berharap pada Gubernur. Siapa pun Gubernurnya, Jakarta tetap banjir. Mereka bisanya hanya mengurangi. Jadi, jangan salahkan mereka kalau  Jakarta tetap banjir, yang salah itu harapanmu.
Itu soal Anies, ada lagi yang  lain. Tadi pagi aku baca sebuah status fesbuk yang mencibir Jokowi karena membaca berita dengan judul "Jokowi Minta Kekayaan Alam Tidak Lagi Terlalu Dibanggakan". Rupanya hater Jokowi.
Aku penasaran, what the hell is goin on? Aku pun baca beritanya. Ternyata isi beritanya nggak se-jancok judulnya. Menurut Jokowi, kekayaan alam tidak bisa menjamin kesejahteraan dan kesuksesan sebuah bangsa. Mensyukuri anugerah sumberdaya alam itu harus. Namun jangan termakan pernyataan yang menyebut Sumber Daya Alam itu menjamin kesejahteraan.
Lha terus, salahnya dimana? Judulnya yang provokatif, lha wong yang punya situs tidak berpihak pada Jokowi. Pantatsss.
Kebencian membuat resolusi pandang jadi kurang luas. Membaca judulnya saja sudah ngamuk tujuh turunan. Dalam hal ini menurutku Jokowi benar, kekayaan yang melimpah jangan sampai menjadikan kita membangga-banggakan diri. Sikap ini bisa membuat malas dan melemahkan daya juang.
Di daerah (di Indonesia) yang kaya akan sumber daya alam, biasanya orangnya males atau etos kerjanya nyantai. Karena alamnya kaya. Kayu melimpah, tambang minyak bumi banyak, tambang emas atau batu mulia juga ada. Yang memajukan daerah tersebut malah para pendatang.  Saya nggak bilang pendatang itu orang Jawa lho ya. Yang suka merantau nggak cuman orang Jawa.
Membangga-banggakan kekayaan alam juga bisa membuat kita jadi somse, sombong sekali. Ingat, manusia menjadi rendah karena kesombongannya.
Well, begitulah. Silakan memilih pemimpin yang menurutmu paling oke, tapi itu jangan membuat otak kalian keseleo. Juga pahami bahwa pemimpin negara itu bukan imam agama. Pilihlah karena kecakapannya, bukan karena seagama. Kalau ingin servis TV, datanglah ke tukang servis yang handal, bukan yang cuman pinter ngaji.
Btw, memangnya salah memilih Golput? Golput juga sebuah pilihan. Tenang saja nggak mungkin semua orang Indonesia Golput atau nggak mungkin semua orang pilihannya sama. Seandainya pun semua rakyat  memilih Golput, bangsa Indonesia tetap ada. Negara tanpa masyarakat tidak akan jadi negara. Tapi masyarakat tanpa negara, tetap akan jadi masyarakat.
Jangan salah, Golput itu sangat mencintai bangsanya tapi tidak setuju dengan sistem pemerintahannya. Golput itu jalan sunyi. Tidak ingin menjadi bagian dari kebusukan negeri ini. Tidak ingin menjadi bagian dari kekonyolan kalian semua, manusia korban politik.
Dan terakhir, sori ini bukan kampanye Golput. Persetan dengan pilihan kalian.
-Robbi Gandamana-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar