Jumat, 18 Agustus 2017

Jokowi Presiden yang Dzalim? (Katanya)


Hari yang indah untuk menggemparkan dunia,

Salah satu hiburanku berfesbuk adalah "menyesatkan" kalian. Salahe sopo, gampang banget percoyo karo tulisanku. Dipikirnya aku ini cerdas, cerdas opo. Nek aku cerdas, aku wis dadi Kepala Sekolah ket mbiyen. Aku nek nulis ngawur pol rek, gak mikir abot, tapi serius. ???

Yang aku tulis ini tentang "kebodohan " kalian. Kalian yang gampang banget mengamini dan meyakini kebenaran hanya berdasar katanya, tanpa data yang valid dan akurat.

Aku nulis Ini tidak ada urusan dengan dukung mendukung, lover atau hater Jokowi dan Prabowo. Geluto kono, Fuck you all (kapok koen). Aku berada di luar lingkaran alias Golput. Soal kenapa saya Golput, kapan-kapan aku rangkumkan.

Sebelum membaca tulisan ini, aku sarankan kompres dulu telingamu dengan es, karena pasti akan panas. Dan tulisan ini juga akan menonjok lambemu, hook in mouth!

Sampai sekarang aku masih bingung dengan orang yang menyebut Jokowi sebagai pemimpin dzalim. Apa karena Novel Baswedan disiram air keras? atau Johannes Marliem tewas? Lha wong yang banyak tersandung kasus korupsi E-KTP itu koalisi pendukung Prabowo. Jokowi nggak ada urusan dengan KPK.

Apa karena tarif listrik yang mbokneancok itu? Apa karena harga garam yang naik 100 persen? Rego-rego mundak kok langsung auto dzalim. Asline aku yo kecewa berat dengan biaya tarif listrik, tapi yo gak lebay purik gulung-gulung koyok raimu.

Ojok salah, aku Golput sejak dalam kandungan. Gak nyoblos Jokowi, tapi aku nggak ikut gegabah mendzalim-dzalimkan Jokowi. Jangan dipikir kalau Prabowo yang jadi presiden harga-harga nggak bakalan naik? Sama saja. Siapa pun presidennya, harga-harga pasti naik tiap tahun. Harga naik itu pasti, bersabar itu pilihan.  Lha terus kate lapo nek gak sabar?

Kalau harga seharusnya naik tapi nggak dinaikan yo bandare jebol. Seperti di era SBY. Karena jaga imej, bensin yang harusnya naik tidak dinaikan.  Begitu juga dengan tarif listrik. Malah ngajari rakyatnya males dengan Bantuan Langsung Tunai. Yang kaya ngaku miskin, yang miskin jadi males kerja. Pantats kalau SBY menjabat sampai 2 periode, rakyatnya mudah disuap. Katanya sih.

Semua  penundaan itu terakumulasi dan jadi beban Jokowi.  Apes awakmu Wi. Sekarang, pemerintah butuh duit gede. Makanya semua subsidi dicabut. Jokowi gencar mbangun infrastruktur dimana-mana untuk mendongrak ekonomi dan merangsang terciptanya lapangan kerja. Nggak mudah merubah etos kerja masyarakat kita yang nyantai jaya.

Kalau sekarang Jokowi pakai jargon "Kerja! Kerja! Kerja!" itu sebenarnya nyindir SBY. Kalau SBY khan "Bantuan! Bantuan! Bantuan!" atau "Ada Bantuan Langsung Tunai! Nyantai saja!" Katanya lho.

Jokowi berusaha keras meratakan pembangunan, nggak cuman terpusat di Jawa. Banyak infrastruktur yang sedang dibangun di Indonesia timur. Papua yang dulu harga premiumnya seliter bisa sampai Rp. 50.000 -100.000, sekarang harga sudah normal, Rp. 6500.  Bayangno ae nek awakmu tuku bensin seliter satusewu, langsung nangis getih.

Saya jadi maklum, kenapa rakyat Papua ingin lepas dari NKRI, lha wong dianak-tirikan. Makanya sekarang ajudan Jokowi yang baru seorang putra Papua --> Jhonny Edison Isir. Itu untuk mengambil hati orang Papua. Katanya sih.

Kulihat orang yang nge-judge Jokowi dzalim itu mereka-mereka yang tidak bisa legowo dengan kekalahan Prabowo dulu. Masih belum berdamai dengan dirinya, masih ada dendam kesumat, tidak pernah lega hatinya. Tidak mengakui hasil pembangunan yang dicapai Jokowi, tapi diam-diam ikut menikmati. Taek rek.

Dzalim opo se rek, apa karena Jokowi minta agar memisahkan politik dengan agama? Lha wong itu tujuannya agar agama tidak dijadikan alat politik kok. Orang langsung menghubungkan statement itu dengan paham komunis. Jangan kesusu menuduh komunis hanya karena satu kesamaan. Ajaran sama bukan berarti seagama.

Apa karena UU ITE? Justru kalau tidak ada aturan itu, kita nggak punya kontrol dalam memanfaatkan medsos, hate speech akan merajalela. Atau Perpu Ormas? Lha wong itu untuk melindungi rakyatnya dari ancaman paham kolot yang bisa bermuara pada radikalisme. Paham-paham seperti itu kalau dibiarkan bisa jadi penyakit yang menggerogoti negara.

Jadi sebenarnya yang dzalim itu siapa? Jokowi, DPR, Politikus Nganu, Ormas kolot, opo raimu?

Rupanya banyak yang masih termakan kampanye hitam kalau Jokowi itu PKI, terutama penganut madzhab kolot Prabowo lover. Itu fitnah kelas kakap, tanggung jawabe gede di akhirat nanti boss. Kalau masih "katanya", nggak usah nggaya ikut-ikutan nge-judge Jokowi PKI.

Aku bukan lovernya Jokowi. Tapi siapa pun yang sudah rela remuk untuk negara perlu diapresiasi. Tahu nggak, kenaikan harga  BBM dan tarif listrik itu adalah bukti bahwa Jokowi bukanlah presiden yang suka tebar pesona dan siap dibully. Katanya begitu.

Dulu (dan sekarang) aku Golput bukan berarti benci pada para Capres. Justru Golput itu mengambil jalan sunyi. Nggak ingin terlibat dalam "perang" kalian. Aku ingin bersih dari urusan politik di negeri ini. Sori aku tidak sedang kampanye Golput. Jangan sampai Golput, gunakan hak pilihmu.

Siapa pun yang berani mencalonkan diri jadi presiden, aku dukung! ---Karena itu aku nggak bisa mencoblos keduanya---Orang yang mau jadi presiden Indonesia itu nekad. Lha wong negara sudah hancur lebur begini kok mau-maunya ndadani. Hanya Tuhan yang bisa ndadani Indonesia. Katanya Simbah.

Siapa pun presidennya, mau Jokowi, Prabowo, Sukirno, Prayitno..Indonesia tetap jadi Indonesia. Begitu juga dengan Ahok atau Anies, siapa pun yang  jadi Gubernurnya, Jakarta akan tetap jadi Jakarta, tidak kiamat. Hanya butuh sedikit adaptasi. Kita tetap usaha sendiri, nyeret gerobak sendiri, menjajakan dagangan sendiri, macul sendiri, sengsara sendiri.

Soal kecurangan dalam Pilpres atau Pilgub sudah jadi rahasia umum. Sudah cukup jangan terlalu menuntut. Jangan ngomong keadilan! Di negeri ini keadilan tidak bersemai, lahannya tandus.

Yang penting jangan berlaku 100%, banyak dari kita kalau sudah mendukung Jokowi, apa pun yang dilakukan Jokowi pasti benar, Prabowo selalu salah. Begitu juga dengan pendukung Prabowo, apa pun kelakuan Jokowi selalu salah, nggak ada benarnya.

Kita nggak bisa memaksa pilihan orang untuk memilih Jokowi, Prabowo, Ahok, Anies. Pilihan  itu soal selera, tergantung dari bekgron agama, tingkat intelektualitas, juga subyektifitas . Kalau pilihan kita berbeda, harusnya tidak menjadikan kita musuh. Makanya soal milih pemimpin, sebaiknya nggak usah diambil hati, iso pecah ndasmu. Biasa ae.

Ada desain besar konspirasi dunia di balik itu semua. Negara ini memang disetting tetep kere, nggak maju-maju, utang terus pada Bank Dunia. Dengan begitu Bank Dunia (yang dimonopoli Amrik) bisa turut serta punya hak mengambil kebijakan. Karena itu jangan terlalu yakin kalau Jokowi jadi presiden itu karena 100% pilihan rakyat.

Indonesia tidak benar-benar merdeka, kita masih dibawah cengkeraman kolonialis global (Amrik dan sekutunya). Mereka punya andil dalam memenangkan Jokowi. Jokowi disukai para kolonialis karena tidak terlalu Islam. Prabowo juga nggak Islam banget, tapi didukung partai Islam dan Ormas kolot. Jokowi di-blow up Barat melalui berbagai media Barat agar rakyat kesengsem memilih Jokowi. Iki rahasia rek.

Soeharto dulu ayem tentrem selama 32 tahun di singgasananya. Tapi ketika Soeharto mulai alim, Amrik stress. Maka digulingkanlah Soeharto dengan segala trik yang seolah-olah itu karena student power. Padahal Soeharto tidak gentar sedikit pun dengan gerakan mahasiswa. Do'i punya pasukan lengkap. Soeharto mau turun karena nggak tega hati melihat rakyatnya menjarah.

Jadi, apakah memang benar ada konspirasi dunia untuk kemenangan Jokowi kemarin? Aku gak eruh, lha wong itu semua cuman katanya kok. Ojok gampang percoyo.

Rakyat Indonesia itu gampang diadudomba. Karena masih banyak orang bodoh, gampang percaya dan bersumbu pendek. Di negeri ini, beda berarti musuh. Bukan pendukung disebut hater. Apalagi sukanya berbalas pantun, yang satu teriak "Jokoplak!", yang satunya "Prabocor!" Mbok wis gak usah kakean taek. Kita sama-sama "goblok", mending akur saja.

Merdeka tapi nggak akur, apa asyiknya.

Kita nggak benar-benar tahu apa yang sesungguhnya terjadi. Semua berdasar "katanya" tanpa data yang valid dan akurat. Ngrasani Jokowi (atau Prabowo) tapi referensinya dari internet, wadaw. Tidak ada berita politik yang murni di internet, semua sudah dipoles, diplintir, dimanipulasi disesuaikan dengan kepentingan dan permintaan. Dibaca boleh, percaya jangan. Tapi nggak percaya juga rugi. Cukup waspada saja.

Sudahlah, kerjo ae sing bener. Kalau ada kebijakan yang nggak sreg, silakan dikritik. Ojok kakean mikir konspirasi dunia, paling awakmu yo gak paham.  MERDEKAKAN DIRIMU DARI "KATANYA" (seharusnya ini judulnya, tapi kurang kontroversial). Ada urusan yang lebih penting dari itu, nguripi anak bojomu, menjaga hubungan baik dengan temanmu, tonggo-tonggomu dan mbayar utang. Duh dadi eling utang rek.

Ingat kata Soekarno dulu, "Penjajah tidak akan punah dan tidak sudi enyah dari muka bumi Indonesia ini, meskipun pada tanggal 17 Agustus 1945 telah kita proklamasikan kemerdekaan Indonesia!”

Wis, ngono ae. Ingat : Jangan percaya tulisan ini, karena semua yang saya tulis ini berdasarkan "katanya".

Zuukkk.

(C) Robbi Gandamana, 18 Agustus 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar