Selasa, 11 Juli 2017

Hak Angket DPR Terhadap KPK adalah Kejahatan yang Sempurna



Aku yakin, KPK tetap kuat menghadapi rongrongan DPR. Karena rakyat akan selalu di belakang KPK, men-support, memompa semangat, juga aksi dukungan nyata dengan cara dan lewat media apa pun.

Tenang saja, DPR nggak bisa membubarkan KPK. Kedudukan DPR tidak lebih tinggi dari KPK. Dan membubarkan KPK sama saja dengan mengusik macan kentu. Bisa-bisa gedung DPR diratakan dengan tanah oleh rakyat, dan penghuninya ditelanjangi disuruh pulang jalan kaki. Peline gondal-gandul turut dalan.

KPK hanya bisa dibatasi geraknya lewat regulasi, undang-undang (UU). Ndilalah, DPR adalah lembaga pembuat UU (bersama presiden) dan DPR berhak tidak menyetujui Peraturan Pemerintah pengganti UU yang diajukan presiden. Padahal, kejahatan yang paling sempurna adalah undang-undang. DPR membuat undang-undang lebih pada menguntungkan dirinya dan mencurangi rakyat.

Nggak salah kalau banyak rakyat yang ingin DPR dibubarkan. Mereka tidak mewakili rakyat, tapi lebih pada mewakili partai dan dirinya. Memihak rakyat hanya pada saat Pileg. Mereka butuh suara rakyat untuk tetap bercokol di tempat basahhhhh. Oh yessss.

KPK seharusnya jadi lembaga yang total indepeden. KPK harusnya tidak dilantik oleh presiden. Lha wong kerja KPK itu mengawasi presiden kok malah dilantik oleh presiden. KPK jadi sungkan menindak presiden jika terbukti korupsi, walau saya yakin Jokowi itu bersih.

KPK sebagai ujung tombak pemberatasan korupsi kelas kakap di negeri ini masih diandalkan oleh rakyat. Karena itu rakyat pasti membela mati-matian KPK. KPK hanya bisa dibubarkan lewat dekrit. Cuman masalahnya, berani nggak presiden Jokowi melakukan itu? Rasanya kok tidak mungkin. Rakyat pasti akan marah besar. Dan sesungguhnya rakyat adalah pemegang kedaulatan atas penyelenggaraan suatu negara.

Kita tahu kasus korupsi semakin menumpuk, banyak yang belum tuntas. Kasus seperti Century, Hambalang, mafia pajak yang berkaitan dengan Gayus Tambunan, dan banyak lagi. Akankah kasus-kasus tersebut akan terselesaikan? Mbuh gak eruh. Dilihat dari terbatasnya waktu, dana, penjara dan petugas yang ngurusi, sepertinya nggak bakalan tuntas ntasss.

Kasus-kasus korupsi baru bermunculan bak panu di selangkangan gelandangan yang tidak pernah mandi. Yang terbaru kasus penyalahguaan dana E-KTP yang menyeret nama-nama besar yang rasanya tidak mungkin terlibat. Rupanya korupsi mulai menjadi peradaban. Itu persoalan gawat untuk sebuah negeri.

Masyarakat sendiri mulai punya sistem imun, kebal, terhadap kasus atau berita korupsi. Itu bahaya. Ketika kejahatan dianggap sudah biasa, maka lama-lama akan dimaklumi. Dan korupsi di negeri sudah memasuki babak 'dimaklumi'. Coba perhatikan aktivitas di kantor kelurahan, kecamatan, kabupaten, selalu ada korupsi kecil-kecilan di sana, disadari atau tidak. Rasakan saat kau datang ke sana, aroma tikus sudah tercium sejak pintu kantor dibuka.

Korupsi terjadi dimana-mana, di dunia pendidikan, di bidang ketenagakerjaan, bahkan departemen agama yang harusnya paham betul agama, malah angka korupsinya tertinggi. Di dunia pendidikan, banyak oknum kepala sekolah yang menerima sogokan wali murid yang anaknya ingin masuk sekolah favorit. Di dunia ketenaga kerjaan, buanyak PNS yang masuk lewat jalan belakang, nyogok pakai duit ratusan juta. Dan itu semua sudah jadi rahasia umum.

Partai yang gencar meneriakan yel-yel anti korupsi ternyata malah lumbungnya koruptor. Mereka tidak anti korupsi tapi anti korupsinya ketahuan. Makanya sekarang mereka terus gencar mencari celah mencari cara yang paling canggih agar korupsinya lancar jaya. Salah satunya adalah melalui Hak Angket terhadap KPK.

Hak Angket terhadap KPK adalah sebuah kejahatan yang sempurna. Tapi rakyat sudah semakin cerdas, karena seringnya dikadali DPR, sekarang mereka sudah bisa mencium aroma busuk itu. Baru-baru ini 400 dosen UGM secara tertulis menyampaikan penolakan terhadap Hak Angket DPR terhadap KPK. Dan mungkin akan ada banyak lagi bentuk dukungan yang lain untuk menolak Hak Angket dari DPR.

Mari jadi bagian dari rakyat yang cerdas, menolak kesewenang-wenangan DPR, tolak Hak Angket, save KPK!

Zuukk mariiii.

(C) Robbi Gandamana, 11 Juli 2017

Tidak ada komentar:

Posting Komentar