Minggu, 02 Juli 2017

Hati-Hati dengan Reuni



Hallo everybody, body ten pundi? Sudahkah anda bereuni tahun ini? Biasanya seminggu atau lebih pasca lebaran, sekolah atau organisasi mengadakan reuni. Dari reuni PAUD, TK, SD sampai Perguruan Tinggi. Dari organisasi pecinta alam, pecinta hewan sampai pecinta sesama jenis, semua larut dalam euphoria reuni.

Semua orang pasti senang jika diajak reunian, kumpul teman lama saat masih sekolah dulu. Masalahnya,  tidak semua orang punya kesiapan mental, biaya dan waktu. Banyak halangan (atau pantangan?) yang membuat orang memilih untuk tidak memilih bereuni.

Ada yang waktunya longgar, bisa datang reunian, tapi malu karena merasa belum sukses secara materi atau  malu karena masih jomblo, benci menghadapi pertanyaan "Kapan nikah?" dan pertanyaan sejenis. Ada juga yang ingin datang tapi tidak ada biaya, karena ada kebutuhan yang lebih mendesak, karena reuni bertepatan dengan tahun ajaran baru yang membutuhkan banyak biaya.

Di samping karena waktunya yang nggak pas (reuni tidak di hari libur) dan biaya, ada juga yang terpaksa nggak datang reuni karena jarak yang terlalu jauh. Domisili di pelosok pegunungan Papua, acara reuninya di pulau Sempu. Kapan-kapan ae boss.

Jadi, kalau ada orang yang tidak datang reuni, jangan langsung dicap sombong. Buanyak kemungkinan kenapa temanmu tidak memenuhi undangan reuni. Lebih baik berprasangka baik saja.

Karena reuni adalah sarana silahturahim yang ampuh, maka harusnya dipermudah, biaya reuni ditekan seminim mungkin. Jangan dipikir bahwa teman-temanmu semakmur dirimu. Banyak dari mereka yang kere. Some born to win, some born to lose. Jangan selalu dipikir biaya seratus ribu itu sedikit. Seratus ribu-mu tidak sama dengan seratus ribu temanmu yang cuman jadi tukang sapu. Kecuali memang reuninya dibikin eksklusif, reuni khusus orang berada.

Reuni tidak harus di hotel atau di tempat yang mewah, yang membutuhkan dana besar untuk ukuran buruh pabrik tempe. Kecuali ada sponsor yang mau menanggung semua itu. Kalau sudah ada sponsor tapi masih saja dipungut biaya besar, itu mencurigakan, ada yang cari keuntungan dari acara tersebut. Kecuali ada laporan dana yang masuk dan yang dikeluarkan untuk keperluan reuni.

Walau begitu aku tetap salut pada para panitia reuni. Kok mau-maunya sibuk ngurusi segala tetek bengek keperluan reuni, ganok penggawean liyo ta Mbul. Menawarkan proposal kesana kemari ganok sing ngreken. Salut, kudoakan semoga amal ibadah para panitia reuni diterima di sisiNya, mugi-mugi jembaro kubure. Aamiin.

Terus terang aku nggak terlalu suka dengan reuni akbar sekolah atau semacamnya. Biaya dari mana, lari kemana, tidak ada laporan setelah itu. Such a business! Dipaksakan harus di tempat mewah agar terlihat mentereng dan bergengsi. Dan reuni semacam itu kebanyakan jadi ajang pamer kesuksesan. Datang dengan polesan dan topeng keindahan, wedus dipupuri, kostum artis yang siap konser dangdut koplo di THR.

Sebenarnya wajar kalau prestasi dan kesuksesan dipamerkan, itu manusiawi. Masalahnya cuman bagaimana caranya memamerkan kesuksesan dengan elegan, tidak dengan cara yang norak dan ndeso. Terus caranya? aku gak eruh! aku bukan pakar sosiologi. Minimal berlakulah sewajarnya. Aku sendiri nggak mau pamer. Bukan karena alim, tapi karena nggak ada yang dipamerkan, kere of the year!

Pamer di acara reuni kadang tidak direncanakan, tapi dilakukan dengan sadar. Bisa jadi karena ingin mensejajarkan diri dengan teman-temannya yang status sosialnya lebih tinggi atau hidupnya lebih makmur. Menunjukan diri bahwa dia sudah sukses, tidak semiskin dulu.

Kalau ikut reuni, coba rasakan aura pamer di sekitarmu. Misal ada seseorang yang sering banget ngecek gadgetnya, padahal nggak ada telpon atau pesan masuk. Bisa jadi itu pamer terselubung, memamerkan gadget canggihnya keluaran terbaru. Walau tidak selalu begitu, karena siapa tahu dia pelaku bisnis online, yang dikit-dikit harus tengok HP, atau memang tidak punya teman, satu-satunya temannya adalah HP.

Salut pada sebuah organisasi yang mengadakan reuni, halal bi halal, atau kumpul-kumpul lainnya, dilarang membawa (mengoperasikan) gadget. Sebelum masuk tempat acara, gadget dititipkan di depan. Biar yang datang lebih fokus berinteraksi satu sama lain sampai acara kelar, nggak asyik sendiri dengan gadgetnya.

Itulah kenapa aku lebih suka reuni mini, kumpul-kumpul dengan teman lama yang paling akrab. Karena itu lebih murni, sejati. Tidak berhias, tanpa hiasan dan polesan. Mereka datang tidak untuk mengekspresikan kesuksesannya. Tapi datang sebagai dirinya, seperti kata Kurt Cobain : "Come as you are". Karena memang diri kita itu nggak penting. Siapa dirimu, dimana kerjamu, jabatanmu, itu semua nggak penting, yang penting itu kelakuanmu, akhlakmu.

Jadi, reuni bisa jadi ibadah, bisa jadi malah tambah dosa. Semua tergantung pada niat masing-masing orang.  Jelas nggak asyik kalau niat datang ke reuni ingin membanggakan diri dengan pencapaian kesuksesan. Tapi iku urusanmu karo uripmu, aku gak ngurus, sing penting gak gelut.

Sori, ini cuman hipotesa awur-awuran dari seseorang yang penuh dendam karena sering tidak bisa datang reuni karena sesuatu hal di atas. Don't take it seriously, jangan percaya begitu saja tulisan ini!

Wis ah, matur nuwun.

(C) Robbi Gandamana, 3 Juli 2017







Tidak ada komentar:

Posting Komentar