Minggu, 31 Desember 2017

'Love is Love' itu Omong Kosong



Seperti yang saya tulis kemarin, saya tidak mendukung gerakan elgebete, tapi saya bukan homophobia. Saya hanya tidak mendukung gerakan yang menuntut legalisasi perkawinan sesama jenis. Jadi bukan benci pada manusianya.
Saya bisa berteman dengan siapa saja, asal jangan paksa saya setuju, membenarkan, mendukung gerakan legalisasi seks menyimpang itu. Mereka orang 'sakit' yang harusnya diobati, bukan dicaci.
Paham yo, statement di atas mungkin akan tetap saya tulis ulang di tulisan berikutnya, karena nggak semua orang mengikuti tulisanku di awal kemarin. Biar nggak salah paham.
Saya adalah penggemar berat musisi rock macam Freddie Mercury atau Rob Halford. Tapi bukan berarti saya setuju atau mendukung kehomoan mereka. Enggak lah. Saya hanya salut pada karya musiknya, sekaligus kagum dengan karunia Tuhan yang diberikan padanya, bakat yang tidak semua orang dapat.
Saya hanya ngambil kulit luarnya, semangatnya saja untuk sekedar senang-senang atau sangar-sangaran. Sama kayak orang yang ngefan berat Akhmad Dhani sebagai musisi, tapi benci setengah mati dengan statement politiknya.
Oke, masuk ke bahasan utama..
Di dunia Barat, cinta sudah kehilangan makna. Di sana cinta dan nafsu itu sebelas duabelas alias nggak ada beda. Kalau sudah jatuh cinta, harus ada ngeseks-nya. Jadi jangan terkecoh dengan definisi 'love' orang Barat. Love di sana itu orientasinya seks.
Definisi 'making love' itu bukan bercinta, tapi ngeseks. Sedangkan di sini bercinta itu bukan persetubuhan, tapi sebuah interaksi sosial yang melibatkan cinta, baik cinta antar pria dan wanita maupun cinta yang universal. Kita ngobrol dengan siapapun dengan penuh cinta (universal) itu sudah bisa disebut bercinta.
Jadi, jargon "love is love" yang digembar-gemborkan oleh elgebete itu sebenarnya "sex is sex". Menghalalkan ngeseks dengan siapa pun dan apa pun. Judul lagunya Brian May "Too Much Love Will Kill You" yang dipersembahkan untuk Freddie Mercury yang tewas karena Aids, itu sebenarnya salah. Yang benar adalah "Too Much Sex Will Kill You". Karena bagiku malah bagus kalau 'too much love'.
Semakin banyak cinta semakin hidup jadi lebih hidup, tidak akan membunuhmu. Tapi kalau semakin banyak ngeseks, dengkulmu kopong. Kena sipilis, peline krowak pucuke.
Cinta kita kepada manusia (atau apa pun) itu harusnya di dalam cinta kita kepada Tuhan. Tapi kaum yang kawin dengan sesama jenis itu telah 'membunuh' Tuhan di dalam hati mereka. Mereka percaya Tuhan, tapi melakukan sesuatu yang dibenciNya. Tuhan mana yang membolehkan perkawinan sejenis. Ajaran Yesus, ajaran Muhammad, ajaran Budha, ajaran agama mana pun melarang itu. Kalau ada, itu pasti ajaran Mbokneancok.
Jadi, bagiku gerakan legalisasi perkawinan sejenis itu sama saja gerakan melawan Tuhan. Makanya kemarin aku bilang kalau mereka itu sebenarnya nggak berTuhan, walaupun beragama. Dan nggak cuman melawan Tuhan, tapi juga melawan alam. Perkawinan sesama jenis itu menyalahi kodrat alam. Jangan heran kalau alam ngamuk. Belajarlah pada kaumnya Nabi Luth atau penduduk Pompei di Itali. Sudah aku tulis kemarin. Jangan dipikir benda mati itu mati.
Yang saya bahas ini nggak ilmiah banget, ini soal keyakinan agama. Agama itu soal ghaib. Dan saya tidak sedang bicara soal ilmiah. Ilmiah opo, ilmiah ndasmu. Lha lapo ilmiah. Membahas penolakan gerakan legalisasi perkawinan sejenis nggak pakai ilmiah-ilmiahan pun bisa. Pakai akal dan logika saja cukup.
Apa pun bahasannya, pasti akan kembali ke soal agama. Gerakan elgebete itu eksis karena tidak menjadikan agama sebagai prioritas utama. Jadi nggak papa kalau tiap hari ngomong agama. Itu pertanda bahwa agama masih jadi prioritas utama di hidup kita. Yang nggak asyik itu demo-demo berkepanjangan bikin macet, ruwet, ekonomi cupet.
Saya bukan orang ilmiah, gak intelek blas. Persetan dengan universitas! Semua universitas itu ateis. Mereka hanya mau mengakui sesuatu yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Tuhan nggak bisa dibuktikan secara ilmiah. Kita percaya Tuhan ada karena tanda-tanda keberaadaanNya. Pecah ndasmu kalau kamu nekad meneliti Tuhan, wujudnya bagaimana, tidurnya dimana, lanang opo wedok.
Kurt Cobain bilang "God is gay" itu ngawur. Istilah 'gay' itu untuk makhluk. Tuhan bukan makhluk, embuh opo aku gak eruh. Mungkin yang dimaksud Kurt itu Tuhan nggak bergender, cuman Kurt salah memilih kata.
Soal benda mati yang sebenarnya nggak mati, bacalah kisah perang Uhud (kalau anda Muslim). Saat itu Nabi Muhammad terkena panah di lehernya dan berlindung di gunung Uhud. Saat itulah gunung Uhud marah pada pasukan musuh dan minta ijin pada Muhammad untuk membantai habis musuh dengan menjatuhkan batu-batunya. Tapi Nabi Muhammad mencegahnya karena beliau masih berharap di antara mereka selamat dan memiliki keturunan yang beriman.
Jadi, gunung pun bisa marah melihat kelakuan manusia, itu kalau kamu percaya agama. Kondisi alam Sodom dan Gomora, juga di Pompei Itali sangat rentan bencana. Begitu manusianya tidak menjaga keseimbangan alam, langsung digulung, dikubur hidup-hidup. Rasakno le.
Nggak cuman Tuhan yang eneg lihat manusia tusbol berjamaah, alam pun muak. Tuhan mungkin masih bisa ngempet nahan marah, karena cintaNya mendahului murkaNya. Tapi alam nggak bisa. Gunung, laut, hutan, itu semua bala tentara Tuhan. Kalau kita terus-terusan melawan kodrat alam, tidak menjaga keseimbangan, jangan mewek kalau bencana terus terjadi.
Sementara ini dulu, sesuk maneh.
-Robbi Gandamana-
-Robbi Gandamana-

Jumat, 29 Desember 2017

Ajaran Kasih itu Mengasihi Manusianya, bukan Membenarkan Kesalahannya (Soal LGBT)



Melanjutkan postingan kemarin..soal LGBT. Penting pol iki.

Begini, salah satu yang membuat manusia bisa selamat di dunia maupun akhirat itu karena belajar dari kesalahan. Baik kesalahan sendiri maupun kesalahan orang lain.

Kaumnya Nabi Luth di Sodom dan Gomora diazab sangat pedih, dikubur hidup-hidup dalam sebuah gempa bumi yang dahsyat jaya karena tusbol berjamaah. Dan kamu sekarang dengan pede-nya mendukung (membenarkan) sepenuh hati 'reinkarnasi' kaumnya Nabi Luth itu.

What the fuck with you guys!?

Kalau kamu ateis, kisah Sodom dan Gomora pasti kau anggap dongeng belaka. Sekarang tengok kisah penduduk Pompei di Itali, surga dunia bagi mereka yang  melegalkan seks menyimpang.  Dengan sekejapan mata mereka terkubur hidup-hidup oleh letusan Gunung Vesuvius. Mayat mereka yang berlapis lava masih utuh dalam posisi sedang melakukan semacam 'the bussines of love'.

Mayat-mayat mereka sengaja dibuat utuh agar dijadikan peringatan buat kita. Kalau ingin selamat dunia akhirat jagalah kelaminmu. Tidak ada satu pun agama yang membenarkan perkawinan sesama jenis. Tanyakan pada Ustadz, Pastur, Biksu, Shaolin..semua tukang ceramah itu, mereka nggak akan pernah membenarkan itu. Kalau ada, pasti sekuler!

Jangan salah paham, saya nggak mendukung gerakannya tapi tidak membenci manusianya. LGBT itu gerakan yang menuntut legalisasi perkawinan sejenis. Sedangkan hombreng, lesbon, waria itu manusianya. Itu lain perkara. Jadi, saya bukan Homophobia. Saya bisa berteman dengan siapa saja. Kalau gerakan "No bully for bencong" pasti aku dukung.

Karena bencong sakit yang harus diobati, bukan dibully. Dan nggak semua bencong itu bejat!.

Lupakan soal teori 5 jenis kelamin fucking shit, data ilmiah soal perkelaminan, omong kosong soal hak asasi. Hak asasi manusia itu bullshit. Hanya Tuhan yang punya hak. Manusia hanya punya kewajiban. Satu-satunya hak manusia adalah memilih pemimpin. Selain itu nggak ada hak. Manusia punya hak karena kontribusinya pada masyarakat. Kalau nggak pernah berkontribusi atau nggak punya saham, dia nggak berhak menuntut apa-apa.

Hak asasi itu benar-benar menenggelamkan akal dan iman manusia. Atas nama hak asasi, manusia dilegalkan kawin sesama jenis, bahkan kalau bisa dilegalkan kawin sama kambing. Kiss my ass!

Jadi, Hak Asasi Manusia itu bisa sangat menyesatkan. Karena yang pasti betul adalah Wajib Asasi Manusia.

Banyak dari mereka yang mendukung LGBT karena ajaran kasih. Ajaran kasih itu bagus. Semua agama mengajarkan kasih sayang. Tapi jangan salah kaprah. Ajaran kasih itu mengasihi manusianya, bukan membenarkan kesalahannya. Bagaimana bisa kalian mendukung gerakan LGBT yang melegalkan perkawinan sesama jenis, sedangan kalian tahu sendiri tusbol dengan sesama jenis itu jahannam.

Seorang pengacara mendampingi koruptor itu dalam rangka menemani hatinya dan mencari hal yang bisa meringankan hukumannya. Itu ajaran kasih. Bukan mencari-cari alibi agar si koruptor terbebas dari hukuman. Itu namanya pengacara bajingan.

Is that clear!?

Ada yang bertanya padaku, "Gay juga membutuhkan kebutuhan batin (kentu), jadi bagaimana kita tega melarang mereka memenuhi kebutuhan itu?"

Well, ada saatnya agama itu sangat konservatif, kaku. Kalau aturannya begini ya jangan begitu. Kalau agama melarang tusbol sesama jenis, ya jangan pernah lakukan itu. Jadikan itu perjuanganmu. Manusia jadi hebat itu salah satunya karena bisa mengendalikan keinginan yang amat sangat. Kalau memang nggak bisa nahan, masih ada fenomena aseksual atau solo seks bin onani. Kalau memang itu benteng pertahanan terakhirmu, yo wis lah.

Tugas manusia itu cuman mengingatkan, mengajak kepada kebaikan. Manusia tidak berhak memerintah orang lain untuk jadi alim. Kalau tetap mbalelo ya kita kembalikan urusan itu ke Tuhan.

Kehidupan seks seseorang itu urusan pribadi dia dengan Tuhannya. Lha lapo aku ngurusi raimu. Sama-sama dewasa, sudah sama-sama paham soal hitam dan putihnya kehidupan.

Jadi aku nggak perduli jika pun mereka  kawin sama kambing. Tapi kalau aku disuruh mendukung GERAKAN yang melegalkan itu, sorry my man, no fucking way!

LBGT said : "I'm gay, I'm lesbian, I'm bisexual, I'm transgender, I'm like you, I'm human."
I said : "No dude! I'm not like you..cos, I have God and you don't!"
Karena Tuhan melarang manusia melakukan hubungan sesama jenis, kecuali mereka bertuhan pada nafsu.

Bersambung....

-Robbi Gandamana-

Kamis, 28 Desember 2017

Memangnya Kenapa kalau Banci jadi Imam Shalat?



Soal banci yang boleh jadi imam shalat di buku pelajaran anak SD, aku kok gak kaget yo. Karena dulu saat aku masih ingusan pernah baca di sebuah buku fiqih (lali aku judule). Sekarang kok jadi polemik. Mungkin karena buku tersebut untuk dikonsumsi anak SD yang masih polos dan ndlahom. Embuh wis, geluto kono.

Buku Pendidikan Agama Islam memang rentan jadi polemik. Harus ekstra hati-hati menulis buku seperti itu. Apalagi muslim sekarang itu rewel banget. Jenis font huruf 't' yang mirip salib pun bisa jadi masalah besar. Pernah ada yang begitu. Buku pun ditarik dari pasar, penerbitnya mumet ndase.

Aturan 'siapa yang boleh jadi imam shalat' adalah salah satu contoh detailnya aturan dalam Islam (maaf buat yang non muslim, ini bukan promosi). Aturan dibuat dengan memperhitungkan juga kemungkinan terburuknya. Jika memang keadaan saat itu hanya ada banci dan wanita, ya terpaksa si banci dijadikan imam. Karena menurutku fals kalau wanita mengimami banci. Walaupun mirip wanita, banci itu masih lelaki. Salah nggak?

Ada beda pandangan soal banci yang boleh dijadikan imam shalat (makmumnya hanya wanita). Yang pertama berpandangan bahwa banci adalah waria. Yang kedua berpendapat banci adalah orang yang berkelamin ganda. Aku lebih condong yang pertama, tapi bisa juga banci yang dimaksud itu yang berkelamin ganda campuran---kok koyok badminton yo--.

Banci memang salah kedaden (boso endonesane opo rek), tapi bukan berarti manusia banci itu otomatis salah. Artinya kita nggak punya hak menghakimi atau menghukum seseorang kalau belum melakukan perbuatan amoral. Belum berbuat kok dihukum. Itu kayak orang yang belum melakukan teror tapi sudah dilabeli teroris.

Orang dihukum karena perbuatannya, kalau cuman masih angan atau niat di dalam hati ya nggak bisa dihukum atau disalahkan.

Banci tidak memilih dilahirkan sebagai banci. Banci karena sakit psikis tidak bisa serta merta dianggap sebagai fasik (menyimpang dari ajaran agama). Banci itu sakit yang harus diobati, bukan dicaci. Selama dia sadar dengan kebanciannya, tidak 'pedang-pedangan' dengan sesama jenis, tidak menjajakan diri di depan stasiun : "Sentot massss..." (banci lagi pilek).

Jangan benci banci (sebagai manusia), benci itu pada perilakunya (yang amoral). Bencong itu kasihan. Mereka kerap jadi bahan guyonan. Karena itu banyak dari mereka yang sulit membaur di masyarakat. Dunia mereka sempit, terbatas. Jarang ada bencong jadi PNS atau kerja kantoran. Pasti lucu kalau ada banci jadi guru. "Aduhh cynn, kok rempong amir sih jadi guru kalian...ich, nakal..nakal..nakal..nakal (sambil nyentil burungnya murid lelaki)."

Kalau kita nggak punya keluasan hati, pada banci pun benci setengah mati. Padahal belum tahu dengan pasti kalau banci yang dibenci itu melakukan perbuatan amoral. Nggak semua banci hobi sodomi. Kalau kamu menuduh banci itu pasti bejat, hati-hati dengan hukum karma. Bisa-bisa anakmu terlahir banci dan jadi bahan ejekan di masyarakat.

Banci sengaja dihakikat ada oleh Tuhan agar kita bingung, mumet ndase, berdebat, bertengkar gak karu-karuan. Jadi mereka diadakan untuk menguji iman kita. Asline ngono iku, percoyo ae lah.

Ojok salah, kalau aku punya empati pada banci bukan berarti aku setuju LGBT. Sori rek, aku sama sekali nggak pro LGBT. Nggak cuman menyalahi ajaran agama, LGBT itu nggak cocok dengan adab ketimuran. LGBT itu juga menolak hukum alam, nggak Sunnatulloh. Di dalam sebuah keluarga itu adanya ayah, ibu dan anak. Bukan ayah dan ayah.

LGBT itu produk Barat buah dari terlalu memuja kebebasan. Padahal kebebasan itu ilusi. Hidup itu lebih banyak mengendalikan diri, tidak melampiaskan diri. Orang alim bilang, "Dunia adalah penjara". Kalau manusia terlalu menghamba pada kebebasan, akhirnya tidak tahu batasannya. Derajatnya pun lebih rendah dari binatang.

Nggak ada binatang yang homo. Seandainya ada itu pun karena alam yang menuntutnya begitu. Kalau pun mereka homo juga, yo wajar, namanya juga binatang!

Jaran lanang iku mesti kawine karo jaran wedok. Di dunia kuda nggak ada dikotomi cantik dan ganteng --raine jaran yo ngono iku, lanang wedok podo ae-- tapi kelamin kuda jantan nggak pernah salah lubang. Makanya nggak ada kuda yang jomblo. Kuda jantan nggak pernah pilih-pilih, kuda betina mana pun pasti yes selama ada lubangnya. Untungnya kita bukan kuda. Menikah nggak cuman soal lubang. Ayeee.

At last, silakan saja kamu mendukung LGBT, aku tetap bisa jadi temanmu. Aku bisa berteman dengan iblis, tanpa harus jadi iblis. Jika pun kau seorang Warok yang ngoleksi Gemblak, itu urusan pribadimu dengan Tuhanmu. Itu sangat personal banget. Tuhan sendiri kalau soal akidah sangat liberal (membebaskan), mau beriman silakan, mau mblalelo juga monggo. Tuhan tidak pernah rugi.

Monggo saja kamu hombreng, lesbon, sakarepmu. Tapi kalau kelakuan menyimpangmu itu dijadikan sebuah gerakan (LGBT) yang menuntut dilegalkan, sori saja Ndes, aku tidak akan mendukung gerakan itu. No fucking way!

Sori kalau tulisanku kepanjangan. Soal LGBT sikapku sangat tegas : Aku tidak akan pernah mendukung gerakan tumpak-tumpakan sesama jenis : FUCK LGBT!

-Robbi Gandamana-

Antara Logika Syariat dan Logika Hakikat



Saya selalu berusahaee", "baiklah", "boleehh", "masuukk", "zuukkk", dan "sipss keras menghindari perdebatan. Sama-sama ndlahom kok berdebat. Makanya komen di statusku kubalas dengan singkat, "aye". Tapi kadang ada saatnya imanku nggak kuat juga, akhirnya terjerumus dalam debat ndlahom.

Debat tanpa pemahaman ilmu tidak akan menjadikan kita tambah cerdas. Yang terjadi malah permusuhan atau hubungan pertemanan jadi rusak. Sudah pekok, kere, nggak akur. Perfect.

Apalagi kalau berdebat dengan orang yang logikanya syariat. Jadi pekok berjamaah. Karena nggak akan pernah ada titik temunya. Pekok bersatu.
Logika syariat dan logika hakikat itu sulit dipadukan. Salah satu contoh orang yang logikanya syariat itu bila dikasih pertanyaan kenapa Nabi Adam diturunkan ke Bumi? Kalau orang dengan logika syariat akan menjawab karena Adam telah memakan buah Kuldi.

Beda kalau pemahamannya hakikat, jawabannya akan begini : Tujuan Tuhan menciptakan Adam memang untuk ditempatkan di Bumi. Makan atau tidak makan buah Kuldi, Nabi Adam pasti diturunkan ke Bumi. Buah Kuldi itu bukan buah terlarang. Nggak ada larangan di surga. Adam dilarang makan Kuldi karena anak kemaren sore, belum dibolehkan makan buah itu.

Jadi, diturunkan di Bumi itu bukan hukuman. Hukuman yang sebenarnya adalah Nabi Adam dipisahkan dengan Hawa di Bumi. Adam diturunkan di sana dan Hawa di sono. Selama 40 tahun (ada yang bilang 300 tahun, juga 500 tahun) mereka saling mencari satu sama lain yang akhirnya bertemu di Arab.

---Btw, soal Adam dan Hawa jangan terlalu diambil hati, karena memang drama-nya seperti itu. Iblis memang sengaja dijadikan antagonis. Iblis adalah mantan malaikat (ada yang bilang jin) yang paling cerdas dan bijak. Hanya dia yang rela dikutuk-kutuk dan dijadikan simbol negatif dalam kehidupan ini. Jadi, biasa ae lah. Sing penting jangan tergoda rayuanya. Panjang kalau diulas, paling awakmu yo gak paham--

Ciri-ciri yang menyolok dari orang yang logikanya syariat adalah kaku, saklek. Mereka tidak memandang suatu persoalan secara menyeluruh, luas dan luwes. Tidak punya akar nilai. Seperti kemaren yang bilang merayakan Ultah itu haram karena 'menyerupai suatu kaum' (maksudnya kaum kafir), dan diancam "Jahannam!"

Padahal sekarang ini tidak bisa kalau tidak menyerupai suatu kaum. Bagaimana tidak menyerupai suatu kaum lha wong pagi-pagi sudah fesbukan, twiteran buatan Amrik. Jadi nggak serta merta merayakan ultah itu 'menyerupai suatu kaum'. Menyerupai ndasmu.

Repot kalau dikit-dikit 'menyerupai suatu kaum'. Kalau begitu jangan nabung di bank, karena bank itu pertama kali diberlakukan oleh kaum Yahudi. Jangan bepergian naik pesawat, karena pesawat terbang pertama kali ditemukan oleh orang Amrik. Jangan be'ol pakai toilet duduk, karena toilet duduk itu gaya Barat. Dan banyak lagi.

Jadi kalau ada yang bilang merayakan Ultah atau memperingati Hari Ibu itu haram, itu logikanya syariat. Semua perayaan itu ibadah Muamallah, hukumnya mubah! Yang haram itu foya-foya, mabuk-mabukan, dan semua yang berlebihan dan maksyiat. Kalau cuman nyanyi-nyanyi, meniup lilin, makan-makan ya monggo saja. Malah jadi berpahala. Menyenangkan orang kok nggak boleh.

Kasihan temanku yang kulitnya hitam, gembrot, wetenge mblendung, dan bau keringetnya buadek. Dia pasti akan dimasukan ke dalam golongan Buto karena menyerupai Gendruwo.

Zaman sekarang Tuhan dikenalkan sebagai makhluk yang sadis, pembunuh berantai. Sedikit-sedikit diancam neraka. Akhirnya banyak orang yang ibadah karena takut neraka (dan berharap imbalan surga). Padahal ibadah harusnya karena bersyukur, bukan karena kebelet surga dan takut neraka. Masuk surga itu juga karena rahmat Tuhan, bukan karena ibadah semata.

Kalau masuk surga karena amalan, kamu pasti kalah sama bossmu. Lha wong bossmu tiap sedekah jumlahnya tiga kali lipat gajimu yang UMR itu. Apesnya, uang sedekah bossmu itu hasil dari memeras keringatmu. Tanggal merah tetap masuk kerja, wajib lembur. Seandainya kiamat diumumkan, pasti akan tetap disuruh masuk kerja, dihitung lembur. Mamfuss.

Tuhan adalah cinta yang meraja. RahmatNya mendahului murkaNya. Segala penciptaan di dunia berawal dari cintaNya, karena Tuhan ingin bermesraan dengan hamba-hambaNya. Apa yang kita alami di dunia ini adalah proses percintaan kita denganNya. Karena itulah Tuhan Maha Pengampun. Kesalahan sebesar gunung pun akan diampuni kalau memang benar-benar tobat. Malah Tuhan bingung kalau manusia tidak pernah salah, Dia tidak bisa menjalankan sifatNya yang Maha Pengampun.

Ya sudah gitu saja, bahasannya sudah mulai ngelantur.

Zuukkk.

*Pekok = blo'on.

Jumat, 22 Desember 2017

Jangan Kau Usik Mereka yang Mengharamkan Ucapan Selamat Natal



Sejak merebak ajakan "Mengucapkan selamat merayakan Natal haram" order bertema natal jadi suepii pii. Seperti juga tahun ini, nggak ada satupun order karikatur buat hadiah Natal. Yo wis lah Alhamdulillah puji Tuhan.

Aku Islam rileks, jangankan bikin karikatur bertema Natal, order mendekor panggung Natal pun aku pernah dulu. Seandainya aku arsitek, aku pasti mau terima order merancang bangunan gereja. Semua tergantung pada konsep dan niat di dalam hati.

Okelah silakan saja mengharamkan ucapan selamat Natal. Tapi jangan pernyataan itu dibikin spanduk di tempat umum dan dibaca oleh yang merayakan Natal. Itu 'aurat'. Itu soal intern antar umat sepemahaman, tidak untuk diumbar-umbar ke publik yang membuat umat lain tersinggung.

Sekarang ini banyak berkembang Islam konservatif, kaku, mekengkeng. Seandainya dia punya toko bangunan, harusnya menolak jika ada seorang pendeta yang membeli semen untuk pembangunan gereja. Khan katanya itu sama saja ikut mendukung atau membenarkan ajaran Kristen, seperti mengucapkan "Selamat merayakan Natal" tadi.

Repot, kalau cara berpikirnya sempit begitu. Islam itu agama cerdas, tapi banyak yang malah menjadikannya terlihat bodoh. Konten Al Qur'an penuh dengan bahasa sastra tingkat tinggi, tapi diperlakukan kayak KUHP. Ada ayat "Bumi dihamparkan bla bla bla.." langsung diartikan bumi itu datar, karena 'dihamparkan'. Padahal kata 'dihamparkan' itu bahasa puisi, bukan bahasa hukum atau konstitusi.

Aku nggak perduli bentuk bumi itu datar atau jajaran genjang, persetan! Tapi kalau memahami bahasa seperti itu, bisa kacau memahami makna dan artinya. Makanya Gus Mus ingin Al Qur'an tidak diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Biar makna dan arti bahasa di Al Qur'an tetap otentik. "Bahasa Arab dan Indonesia iku balungane bedo, " Kata Gus Mus.

Aku dewe yo gak paham maksude Gus Mus. Mungkin biar nanti kalau ada yang ingin memahami Al Qur'an langsung pergi ke ahlinya. Karena banyak Ustadz sekarang yang hanya hafal dalil, tapi kedalaman pemahaman bahasa Arabnya sebatas tekstual.

Seperti memahami "Malam seribu bulan" untuk Laitul Qadar di bulan Ramadhan. Kata 'seribu' di sana bukan berarti jumlahnya benar-benar seribu, bisa jadi lebih banyak. 'Seribu' itu bahasa puisi, untuk menggambarkan sesuatu yang jumlahnya buanyak sekaliii (sak sewidak jaran, sak hoha). Seperti penggalan puisi Chairil Anwar "Aku ingin hidup seribu tahun lagi.." atau lirik lagunya Godbless "Seribu rambutmu yang hitam terurai/ Seribu cemara seolah mendera.."

"Tuntutlah ilmu sampai ke negeri China" pun diartikan apa adanya. Itu jelas bermakna konotatif, maksudnya nggak menuntut ilmu mentok sampai di China, tapi sejauh mungkin. Bisa-bisa Nabi Muhammad turun lagi ke Bumi karena mumet lihat umatnya mengartikan ayat apa adanya. Ayatnya pun dikoreksi, "Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Jepang." Karena Jepang ternyata lebih maju dan canggih teknologinya dibanding China.

Ada banyak ayat lain yang diartikan apa adanya, tapi aku males nulise, cukup sak mene ae---tentu saja nggak semua ayat di Al Qur'an itu bahasa sastra, ada juga bahasa hukumnya dan bahasa-bahasa yang lain--.

Ojok ngomong sopo-sopo yo, biarkan saja mereka tetap seperti itu. Jarno ae. Biarkan mereka mengharamkan ucapan natal, mengharamkan meniup terompet tahun baru, dan lainnya. Kalau nggak begitu nggak rame. Kita jadi kekurangan hiburan. Nggak ada polemik, nggak ada berita. Rating situs Seword jadi turun.

Yang jelas, menurutku, negeri ini butuh banyak ulama seperti Gus Mus atau ulama yang berbaju budayawan--> Cak Nun. Serbuan aliran kaku ngaceng Khilafah membuat Indonesia jadi nggak adem lagi seperti dulu. Beliau-beliau itu berdakwah dengan metode yang gampang dipahami oleh muslim yang paling awam. Nggak pakai dalil, tapi yang dikemukan sebenarnya ada dalilnya.

Sunan Kalijaga dulu menyiarkan Islam melalui jalur kultural, kesenian wayang kulit. Konten cerita yang disampaikan saat mendalang penuh dengan dalil yang terdapat di Al Qur'an. Sunan Kalijaga  nggak anti Arab, hanya memudahkan dalam menyiarkan Islam.

Ulama zaman dulu tidak ingin umatnya kesulitan memahami ajaran Islam. Makanya mereka membuat kitab-kitab yang gampang dipahami (itu pun tidak berarti mudah dipahami). Lidah orang Jawa jadul susah melafalkan bahasa Arab. Melafalkan huruf 'z' jadi 'y', 'a' jadi 'nga'. Nggak masalah, karena itu kelemahan mulut, bukan karena dibuat-buat.

Syiar model Sunan Kalijaga itulah yang diteladani oleh Cak Nun. Syiar Islam dengan kelompok musik Kyai Kanjeng. Tanpa bicara dalil, tapi kalimat kalimat yang dilontarkan beliau sebenarnya ada dalilnya. Kalau mereka benar-benar penghapal hadits pasti tahu yang disampaikan Cak Nun ada ayatnya. Jadi nggak harus ngArab, "wal kodok mbadok kadal, kolu ra kolu untal....".

Wis ah, Zuukkk.

Selasa, 19 Desember 2017

Boikot Setengah Matang



Kita memang bangsa yang rakyatnya suka ikut-ikutan alias latah. Ikut-ikutan marah saat Donald Trump mengakui Yerusalem sebagai ibukota Israel. Aslinya banyak dari mereka nggak paham kenapa Yerusalem tidak boleh dijadikan ibukotanya Israel. Wis, embuh gak eruh, pasti terlihat konyol kalau aku yang menjelaskan. Mending tanyakan ke guru agamamu, Pak Sulthon Nirojim.

Seperti biasa, produk Amrik pun diboikot (boikot setengah hati, nggak semua produk. Kalau semua produk diboikot, bisa kembali ke zaman neolitikum). Aksi boikot pun juga banyak yang cuman ikut-ikutan. Nggak pernah ngopi di Starbuck, tapi ikutan memboikot Starbuck. Itu mirip pemboikot Traveloka yang nggak pernah naik pesawat. Apik Le.

Pokoknya kalau sudah atas nama solidaritas sesama Muslim, harus ikutan demo atau boikot! Gundulmu. Itulah mereka, orang lain dipikir seperti dirinya. Tiap Muslim punya cara, juga kesempatan dan kesibukan yang berbeda. Ada yang lebih urgen dari itu semua. Mumet ndase mikir utang durung nyahur kok ngurusi boikot. Makan itu boikot.

Makan ke KFC setahun sekali, teriak "boikot KFC!" Saat ikutan nggeruduk ke gerai KFC, eh lha kok ketemu tetangganya yang ternyata Asisten Manajer di sana --asyu--. Tentu saja doi tengsin berat . "Ojok ngomong sopo-sopo yo mas..janji lho, " rengeknya dengan muka burek abang ireng gak karu-karuan.

Jadi sebenarnya tanpa teriak boikot pun, mereka itu sudah memboikot dengan sendirinya. Lha wong nggak pernah ke KFC atau Starbuck. Dan nggak usah pakai acara segel segala.  Nggak ada pengaruhnya atau nggak akan merubah keadaan. Kalau gerai KFC, Starbuck, Mc Donald disegel, apa para penyegel itu mau menghidupi anak istri si karyawan yang terpaksa mbambung, kehilangan pekerjaan.

Kita ini sepertinya kekurangan cara melawan arogansi Zionis Israel dan kroninya. Akhirnya main boikot-boikotan. Padahal produk yang diboikot karyawannya orang Indonesia juga, muslim lagi.

Banyak orang yang berpikirnya sempit, dipikirnya kalau kerja di produk kafir langsung auto kafir, padahal jelas-jelas produknya halal. Ada seorang Muslim jadi Satpam di gereja langsung dicap kafir. Padahal mereka cuma menjaga benda dan nyawa jamaah gereja, tidak ikutan sembahyang. Nggak masalah yang kerja di gereja atau di mana pun, semua tergantung pada konsep dan niatnya.

Lagian KFC nggak ada urusannya dengan Donald Trump. Dan tidak semua orang Amrik pro dengan keputusan Donald Trump. Bahkan tidak semua Yahudi setuju dengan putusan itu. Juga nggak semua Yahudi suka dengan cara-cara Zionis mengintimidasi dan menyakiti rakyat Palestina. Salah satunya adalah Profesor Norman Gary Finkelstein.

Profesor Norman Gary Finkelstein adalah orang Yahudi asli. Ayah dan ibunya adalah korban tragedi holocaust oleh tentara Nazi Jerman di Auschwitz. Tapi dia tidak dendam pada Nazi dan malah mengecam keras orang Yahudi yang menjadikan tragedi holocaust sebagai alasan pembenaran untuk melakukan kekerasan terhadap warga Palestina. Menurutnya itu adalah tindakan yang hina.

"Kalau anda punya hati nurani, maka anda akan menangisi nasib penduduk Palestina (yang tertindas), bukan menangisi masa lalu (holocaust)!" kata Profesor Norman emosi pada seorang audiens yang menentangnya --cari sendiri link pidionya di fesbuk atau yutub. Nggolek enake tok ae kon iku--.

Tidak semua Yahudi itu Zionis atau pro dengan penindasan Israel atas Palestina. Karena sebenarnya semua agama mengajarkan umatnya berbuat baik pada sesama manusia. Salah satunya adalah tidak mendendam. Balas dendam tidak diajarkan oleh agama mana pun. Agama datang untuk mendamaikan, nggak malah jadi biang perang.

Boikot tidak menyelesaikan masalah, malah menambah masalah. Apalagi ternyata produk yang kita konsumsi kebanyakan produksi Amrik. Ada cara yang lebih elegan dalam mengekspresikan sikap anti Donald Trump. Misal demo di depan kedutaan besar Amrik atau kalau berani langsung ke Palestina sana. Tapi berdiam diri bukan berarti nggak perduli, nggak masalah kalau bisanya cuman sedekah doa. Lha wong mampunya cuman itu. Tiap orang punya cara dan kesibukan yang berbeda.

Ya sudah itu saja. Percuma nulis panjang-panjang, aku gak yakin diwoco kabeh, ayo ngaku saja.

Zuukkk.

-Robbi Gandamana- 

Jangan Terlalu Serius Bermedsos



Medsos itu tempatnya kepalsuan, jangan terlalu serius menyikapinya. Nggak ada yang indah di sana, yang ada adalah diindah-indahkan. Pencitraan dimana-mana. Wedus dipupuri, asu dipacaki.

Makanya saya sekarang agak males bikin status di fesbuk bertema common sense dan atau soal agama. Takut dikira bijak, alim, pinter atau hebat. Aku bukan jenis orang seperti itu. Aku termasuk golongan ndlahom (ini serius). Aku hanya terlalu percaya diri. Yang kutulis itu 'menurut saya' (kecuali soal tafsir Qur'an, rumus ilmu eksak. Itu harus menurut ahlinya). Aku termasuk jenis manusia yang tahu sedikit tentang sedikit hal. Jadi, ilmuku pas-pasan.

Aku tersiksa dengan harapan mereka, dipikirnya aku ini orang baik, sampai ada yang ngefan segala. Opo ae se rek, fuck shit! Fuck populer! Ngefan kok sama fesbuker nggak jelas yang cuman menulis di belakang meja, nggak pernah terlihat aktif berkegiatan sosial di dunia nyata.

Tapi sebenarnya bagus kalau orang berani beropini. Walau ternyata opini itu salah. Kesalahan tidak terletak pada si penulis opini tapi pada pembacanya yang mengangap opini adalah kebenaran. Itu bodoh.

Di dunia ini tidak ada ilmu, opini, quotes, statement, tafsir yang betul-betul benar. Kebenaran kita itu relatif. Yang pasti benar itu Tuhan, Nabi dan kitab suci. Manusia hanya menafsirkan kebenaran dari kitab suciNya. Tafsir itu bukan kebenaran. Jadi omongan Ulama, Kyai, Ustadz itu bukan kebenaran, tapi tafsir. Soal ini sudah aku tulis di tulisanku kemarin.

Makanya nggak usah terlalu menyanjung tinggi seleb medsos, dan juga nggak perlu membully rival seleb jagoanmu. Seperti kemarin, banyak yang memuji-muji Ustadz Felix setinggi langit dan mengutuk Permadi Arya alias Ustadz Janda Al Bolavoli. Padahal menurutku, semuanya sama saja --> ndlahom kabeh. Tapi lebih ndlahom aku se. Ndlahom is not a crime!

Ustadz Felix memang jos hafalan ilmu agamanya, tapi bukan berarti dia lebih hebat dari Permadi Arya. Nggak ada manusia yang lebih unggul. Keunggulan manusia yang satu adalah kekurangan manusia yang lainnya, begitu juga sebaliknya. Tapi yang jelas mereka itu sama-sama mencintai negeri ini dan mengekpresikannya dengan cara dan gaya mereka sendiri.

Memangnya apa yang mereka dapat dari membully, mengutuk, menghujat Permadi Arya? Apalagi ada yang sampai mendoakan agar Permadi Arya cepat mati. Memangnya Tuhan pembunuh berantai! What the fuck with you!?

Zaman sekarang Tuhan digambarkan sebagai tukang siksa yang sadis. Jelas Tuhan Maha pengasih dan penyayang. Cintanya mendahului murkanya. Manusia tempatnya salah dan memang dihakikatkan melakukan kesalahan. Kalau di dunia ini tidak ada orang yang berbuat dosa, Tuhan tidak bisa menjalankan sifatnya yang maha pengampun. Yang penting kita tahu kesalahan kita, mohon ampun dan bertobat tidak mengulangi lagi.

Oke, kembali ke medsos..

Di medsos itu nggak ada yang hebat, yang ada adalah dihebat-hebatkan.  Jangan heran kalau ada foto profil yang jauuuuhhh lebih cuantikkkk dari wajah aslinya, bikin status kalimat bijaksana tapi hutangnya nggak dibayar, aplot makanan enak di restoran ternyata mbayarnya ninggal STNK motor. Wadawww.

Nggak cuma di medsos, zaman sekarang ini penuh dengan kepalsuan. Pelawak sekarang pun jarang ada yang lucu, yang ada adalah dilucu-lucukan. Pelawak itu orang yang lucu, bukan dibuat agar lucu. Artinya lucunya alami, dia bisa tampil sangat lucu di panggung tanpa latihan dulu.

Pemimpin zaman sekarang nggak ada yang nggak pencitraan. Dan memang harus pencitraan. Syarat mutlak jadi pemimpin sekarang ini harus pencitraan. Mengiklankan diri di TV itu pencitraan, karena yang diperlihatkan ke publik tentu saja yang baik-baik. Boroknya ditutupi, ditensoplas rapi. Publik jangan sampai tahu kelemahan calon pemimpin. Pokoknya bermain sebagai malaikat.

Itulah kepemimpinan negeri ini. Sepertinya pencitraan itu suatu keharusan. Yang paling parah adalah mengorek-ngorek kekurangan pemimpin lain agar terlihat hebat. Remuk Nda.

Tanpa pencitraan, seorang Cagub, Capres, Capjay,..dipastikan kalah. Semuanya pencitraan, bedanya cuman pada kadar noraknya. Mau pencitraan atau tidak, nggak penting. Asal berkompetisi secara fair dan sehat, nggak pakai black campaign dan isu Sara. Yang penting janji-janjinya saat kampanye direalisasikan dengan benar.

Sementara itu saja.....otw toilet. Zuuukkkk.

- Robbi Gandamana-

*Wedus dipupuri : Kambing dibedaki.




Kamis, 07 Desember 2017

Ketika Kebenaran Dibenturkan dengan Kebenaran (ILC TV One)


Sip lah, pernyataan Mahfud MD soal Khilafah di ILC kemaren ternyata sepemikiran dengan Cak Nun. Bahwa Khilafah itu bukan sebuah sistem pemerintahan, bukan gerakan ideologi yang akan mengganti sistem yang sudah disepakati (Pancasila). Gerakan ideologi seperti itu tentu saja terlarang, harus dihancurkeun.

Wis pokoke sip lah. Apik Fud!

Khilafah memang Sunnah Rasul, seorang Muslim harus Khilafah (berjalan di belakang Allah). Jika seorang Muslim jadi pemimpin, maka dia harus Khilafah, artinya semua keputusan yang dibuat harus tidak bertentangan dengan syariat Islam. Jadi, Khilafah itu sebuah jalan yang harus ditempuh oleh seorang muslim, bukan sebuah sistem atau ideologi negara.

Khilafah itu bibit, bukan barang jadi. Ada yang ditanam tumbuhnya jadi Repuplik, ada juga yang ditanam menjadi Kerajaan, ada yang jadi NKRI. Jadi, NKRI sudah khilafah. Karena sebenarnya (ojok ngomong koncomu sing Kristen yo) Pancasila itu rumus dan atau substansinya diambil dari Al Qur'an bla bla bla aku pernah nulis soal ini, males mbaleni. Tapi tentu saja Pancasila itu universal, semua agama bisa menerima.

Soal pernyataan Abu Janda yang mengatakan hadits itu dihimpun 200 tahun sesudah Rasul wafat, menurutku nggak perlu Mahfud MD menganggap pernyataan itu menusuk atau melanggar tradisi pesantren NU. Lha wong itu pemahaman pribadi si Abu Janda. Kecuali si Abu Janda bicara atas nama NU.

Kalau jadi pemahaman pribadi monggo-monggo saja, asal tidak dipaksakan ke semua orang. Tidak seperti ideologi Khilafah-nya HTI yang dipaksakan ke umat yang masih ndlahom agama. Itu baru bahaya!

Abu Janda bukan jebolan pesantren atau institusi agama, jadi maklumlah kalau punya pemahaman begitu. Dia hanya otodidak yang mengandalkan akal sehatnya. Soal pemahamannya salah atau tidak, itu urusan dia dengan Tuhannya. Kok repot. Apa menurutmu omongan Ustadz Felix itu kebenaran? Enggak. Itu cuman tafsir.

Semua omongan Ulama, Kyai, Ustadz itu tafsir, bukan kebenaran tapi tafsir. Semua sama-sama mencari Islamnya Rasulullah. Seorang Muslim wajib tahu bahwa nggak ada kebenaran yang mutlak kecuali Al Qur'an, Rasulullah dan Allah. Kalau hadits? Nggak mutlak benar, masih harus diteliti, diverifikasi dan ditelaah lebih dalam. Karena itu produk 'katanya'. Walaupun shahih, kalau nggak masuk akal, jangan dipakai.

Saya tidak sedang meremehkan hadits, tapi mendayagunakan akal. Karena akal adalah karunia terbesar bagi manusia dan akal itu alat utama dalam berIslam, bukan Al Qur'an atau hadits. Sistem nilai yang terkandung di Qur'an akan sia-sia kalau tidak dipahami dengan akal. Coba saja kambing kamu sodori Al Qur'an, kambingnya paling cuman ndlahom jaya.

Soal kalah menang dalam debat ILC kemarin, menurutku nggak ada yang kalah dan yang menang. Saya tidak sedang membela Abu Janda atau Ustadz Felix. Semua punya kelebihan dan kekurangan. Saya akui Felix punya wawasan atau pengetahuan yang luas soal agama di banding si Janda. Tapi soal kedalaman memahami hidup, nanti dulu. Kalau cuma menghafal, anak kecil juga bisa.

Seandainya ada salah satu dari dua orang itu yang kamu anggap kalah, nggak usahlah pakai membodoh-bodohkan, hinaan, bully-an, apalagi sampai membenci. Muslim dilarang membenci manusia. Membenci itu pada pilihan hidupnya, pola pikirnya, dan seterusnya, jadi bukan pada manusianya.

Banyak orang yang kebablasan dalam menyikapi sebuah kemenangan (yang belum tentu menang).  Mereka bersorak girang atas apa yang menimpa seseorang yang dianggap kalah. Disertai dengan makian dan hinaan seperti lalat yang berpesta di atas borok orang. Seperti yang menimpa Abu Janda. Komentarnya asu tenan : "Ustadz taek!", "Ustadz peli!", dan lainnya. Padahal mereka ngakunya Muslim. Muslim cap opo iku rek.

Banyak orang wagu seperti itu, maksudnya memperjuangkan Islam tapi dengan cara bajingan. Dengan pedenya membodoh-bodohkan seorang Kyai, padahal ngajinya masih gratal grutul gelagepan koyok iwak muhajir eh mujahir. Terlihat pandai dengan cara membodohkan orang. Mengatai orang dengan kata-kata yang merendahkan. Apalagi setelah dicek, akunnya abal-abal, ternyata cuman pengecut profesional.

Bangsa ini memang rentan dibenturkan satu sama lain. Menurut Cak Nun, benturan antar Ormas atau golongan yang terjadi sekarang ini karena kesembronoan ilmu. Nggak terlalu paham ilmunya, tapi berdebat sengit soal yang nggak dipahami itu. Itulah yang terjadi pada Abu Janda dan Ustadz Felix. Nasab keilmuanya beda, madzhabnya beda, kok nekad debat. Itu yang disebut membenturkan kebenaran dengan kebenaran.

Tapi, jangan terlalu serius dengan tontonan ILC (Indonesian Liar Club). Sama juga dengan sinetron, semua yang ada di TV itu cuman dagangan. Mereka menjual polemik yang terjadi di negeri ini. Jadi semua itu cuman soal rating.

-Robbi Gandamana-

Jumat, 01 Desember 2017

Maulid Nabi atau Maulid Muhammad?



Sebenarnya ada kesalahan (kalau bisa disebut begitu) pada peringatan kelahiran Rasulullah Muhammad SAW. Maulid Nabi itu harusnya sama dengan hari Nuzulul Qur'an (17 Ramadhan), bukan 12 Rabiul Awal. Pada 12 Rabiul Awal Muhammad belum diangkat jadi Nabi atau Rasul. Tentu saja nama peringatan kelahirannya bukan Nuzulul Qur'an (turunnya Al Qur'an), hanya berbarengan dengan Nuzulul Qur'an.

Memang, Muhammad diangkat jadi Rasul saat di gua Hiro. Tapi kalau peringatan lahirnya dimulai saat di gua Hiro bakalan repot menentukan tanggalnya, karena ada beberapa pendapat di kalangan Ulama soal kapan (tanggal berapa) peristiwa itu terjadi.

Jadi pada tanggal 12 Rabiul Awal itu Maulid Muhammad, bukan Maulid Nabi. Bedakan antara Muhammad sebagai anaknya Abdullah dan Muhammad sebagai Nabi dan atau Rasulullah.

Ini soal sederhana, tapi jangan diremehkan karena pemahaman agama itu membutuhkan akurasi (walau sebenarnya nggak ada madzhab yang betul-betul benar. Semua madzhab itu mencari Islamnya Rasulullah). Lha kalau membedakan Muhammad sebagai orang biasa dengan Muhammad yang Rasulullah saja nggak bisa, bagaimana memahami ayat yang lebih butuh pemikiran matang.

Tapi itu nggak masalah, Allah itu maha nrimake (nrimake iku boso Indonesiane opo rek?), yang penting niat dan hatimu mencintai Rasulullah dan sebisa-bisa mungkin meneladani akhlaknya. Nggak cuman meniru kostum atau tongkrongannya doang. Kalau benar-benar ingin penampilannya kayak Rasul, harusnya berambut gondrong. Karena Rasulullah itu rambutnya gondrong (tapi nggak gondes).

Itu soal pemahaman. Aku dewe yo awam agama---Aku muslim yang paling Ikhlas karena hafalnya cuman Surah Al Ikhlas--- Pemahaman dan kedalaman dalam ber-Islam tiap orang pasti berbeda. Nggak usah berdebat dan nggak usah menyalahkan. Sakarep-karepmu, sing penting rukun aman manunggal sentosa.

Kalau ada yang membid'ahkan peringatan Maulid Nabi yo jarno ae, nggak masalah. Sing penting nggak reseh nuding-nuding orang yang nggak sepaham. Tapi mereka itu little bit wagu kok, kelahiran anaknya diperingati, kelahiran istrinya diperingati, kelahiran boss-nya diperingati, tapi kelahiran Nabinya sendiri nggak pernah diperingati, malah dibid'ahkan. Ya'opo se rek.

Orang memperingati kelahiran seseorang itu karena cinta, respect atau salut. Oke, memperingati kelahiran tidak dicontohkan Nabi, tapi juga tidak ada larangannya. Repot kalau semua perbuatan harus sudah pernah dicontohkan atau diperintahkan Nabi. Hanya malaikat yang melakukan perbuatan harus ada perintah dulu.

Nabi hanya mencontohkan subtansinya, nggak detail. Kalau semua dicontohkan yo benjut boss, karena banyak alat atau kegiatan yang di zaman Nabi yang belum ada. Jadi pahami substansinya. Misal, Nabi itu orang yang sangat menghormati hukum yang sudah disepakati bersama, harusnya pakai helm saat berkendara di jalan raya itu Sunnah Rasul, karena itu hukum yang berlaku dan disepakati bersama. Salah nggak?

Tapi aku juga belum pernah tahu bagaimana orang Arab muslim merayakan ulang tahun. Apa ya juga nyanyi-nyanyi sambil tepuk tangan, " hepi bede tuyuuu...mari mangan kwentuuu..." Oalaa remukk Ndes.

Rasul juga tidak pernah bilang agar kelahirannya dirayakan. Pasti konyol kalau beliau melakukan itu. Kita sebagai umat yang mencintai beliau merasa punya kewajiban moral untuk memberikan semacam 'penghormatan' dengan memperingati hari lahirnya (walaupun tanggalnya nggak tepat).

Memperingati Maulid Nabi banyak macam dan caranya. Itu terserah-terserah kita, asal itu baik. Di Solo dan Jogja peringatan Maulid Nabi dirayakan dengan acara yang disebut Sekaten yang aslinya Syahadatain, artinya dua kalimah syahadat. Orang Jawa susah mengucapkan Syahadatain, akhirnya jadi Sekaten.

Sekaten ini berupa pasar rakyat selama 7 hari yang di dalamnya terdapat prosesi  di hari pertama dan diteruskan dengan tradisi Grebeg Muludan dan Numplak Wajik. Sekaten ini adalah bentuk perkawinan antara ajaran Islam dan tradisi budaya Jawa. Gak popo, sing penting niatnya.

Jadi, bagi saya nggak masalah merayakan, memperingati hari kelahiran selama itu baik. Bahkan jadi amalan baik kalau dirayakan dengan benar, mentraktir orang lain makan rame-rame disertai dengan doa yang baik. Membahagiakan orang lain khan jos markojos boss.

Sudah itu saja. Jangan percaya begitu saja dengan tulisan ini!

-Robbi Gandamana-